Arthur berlari kecil ke arah danau yang cukup luas berair jernih dan tenang. Dari kejauhan, dia sudah bisa melihat elang raksasa yang berdiri di atas air, mengepakkan sayap, dan membuat gelombang kecil di air danau itu dari angin sayapnya. Tidak ada yang bisa membuat senyum lebar Arthur mengembang, kecuali burung elang raksasa, burung sihir yang memahami dirinya.
Arthur melambaikan tangan seiring langkahnya yang berhenti di bibir danau. Elang raksasa merapatkan sayapnya, kemudian mengubah wujud menjadi manusia bersayap elang yang berdiri di atas air. Mahkluk itu di mata Arthur seperti malaikat tampan yang membuat matanya berbinar. Jenderal Elang dalam wujud manusia itu pun tersenyum singkat seiring langkahnya mendekati Arthur di tepi danau.
"Hoahh, aku menyukai wujud manusiamu. Dengan wujud ini, kau tidak akan mengeluarkan suara 'Kaok! Kaok! Kaok!' yang berisik. He, Jenderal Elang, katakan padaku dan jujurlah, kau ayahku, kan?" Arthur dengan semangat berkata.
Deretan kalimat dari pemuda berambut hitam pekat itu membuat Jenderal Elang menautkan alis, bingung. Dia berjalan ke darat, kemudian menepuk pundak Arthur dengan tatapan penuh keraguan.
"Apa yang kau bicarakan, Bocah? Oh, sepertinya kau sudah bertemu dengan kelompok Sarsean. Mereka kelompok yang diutus William untuk mencari putranya, Pangeran Moors." Jenderal Elang bergerak, menempatkan posisinya di samping Arthur. Mata tajam bak elang itu menerawang jauh pada air danau yang perlahan menjadi tenang.
Arthur memasang penutup kepala jubahnya sehingga menutupi setengah dahi. Pemuda itu berjalan di depan Jenderal Elang, dan berdiri tepat di hadapan sang jenderal dengan mimik datar.
"Katakanlah sesuatu padaku. Kau tahu, Kakek Jeams sudah mengakui jika aku bukan cucu kandungnya. Lalu, aku ini anak siapa? Bukankah kau yang membawaku pada Kakek Jeams? Kau pasti tahu dari mana asalku dan siapa orang tua kandungku. Jika kau bukan ayahku, jangan katakan William itu ayahku." Arthur berdecak pinggang setelah berbicara dengan menggebu-gebu.
Arthur sedang meluapkan sesuatu yang menumpuk di dadanya selama beberapa waktu ini. Dia tidak bisa diam setelah mengetahui kebenaran tentang dirinya dari Jeams, juga hubungan yang bisa dikaitkan antara kelompok Sarsean dan Jenderal Elang. Dia sedikit bingung dan harus keluar dari kebingungan ini secepatnya.
Jenderal Elang menghela napas dan mengalihkan pandangannya dari Arthur. Memutuskan kontak mata adalah hal yang tepat untuk menghadapi bocah yang dicap usil oleh Jeams ini.
Didiamkan Jenderal Elang, Arthur memicingkan matanya, kesal. Dia sedang bertanya dan serius, tetapi orang yang diajak bicara bersikap tak acuh. Jarinya terasa gatal saat melihat sayap Jenderal Elang yang mengilap. Tanpa pikir panjang, Arthur membaca mantra sihir, lalu mengubah sayap elang itu menjadi sayap kupu-kupu berwarna merah muda.
"Tidak mau bicara, akan kubuat sayapmu jadi merah muda. Kau mau?" ancamnya dengan nada penuh penekanan.