Cicit burung saling sahut-sahutan terdengar jelas di telinga. Suhu hangat menyapa kulit. Merasakan perbedaan yang signifikan ini, Arthur dan kelompok Sarsean perlahan-lahan menurunkan tangan yang menutup mata. Seketika itu juga, mereka terbelalak.
Di depan mereka bukan lagi benteng yang tersusun dari tumbuhan rambat hitam dengan duri besi, melainkan benteng bunga mawar berwarna-warni yang indah yang menawan. Arthur dan kelompok Sarsean langsung berbinar kagum dan berseru, "Wow!" Secara bersamaan. Mereka terperangah melihat keindahan di depan mata ini.
"Ini sungguh ajaib!" ungkap Anjulie tanpa bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Pandangannya kemudian teralih pada Arthur. "Bagaimana kau melakukan ini?"
"Aku juga tidak tahu," jawab Arthur kembali mendekati benteng bunga yang menawan itu.
Sejurus kemudian, cahaya-cahaya kecil bak kunang-kunang keluar dari sela-sela mawar itu. Cahaya itu mengelilingi Arthur, hinggap di rambut, hidung, dan pipinya. Arthur memejamkan sebelah matanya. Dia merasa geli saat cahaya-cahaya itu bergerak di kulitnya.
"Mereka menyukaiku," ujarnya sesekali menangkap cahaya yang lewat, tetapi selalu terlepas.
Tak lama kemudian, sekumpulan peri kecil bersayap transparan menyerbu Arthur. Pemuda berambut hitam itu terkejut dan spontan melangkah mundur. Akan tetapi, akar kayu di belakang menjadi sandungan kakinya sehingga pemuda itu terjungkal.
Arthur mendesis, tetapi tidak berlangsung lama. Dia kembali terbelalak. Peri-peri kecil bersayap transparan dengan gaun berwarna-warni itu satu per satu mencium dahi Arthur. Makhluk itu pun terus berdatangan seperti antrian pada rumah makan. Hingga cahaya yang sedikit lebih besar yang berada di antrian terakhir mendekat. Seperti peri-peri kecil itu, cahaya tersebut juga hinggap di bibir Arthur.
Kelompok Sarsean yang melihatnya saling pandang. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi saat ini di sini. Namun, peri-peri yang keluar dari bunga-bunga mawar itu cukup memberikan mereka praduga jika Arthur bisa melepaskan peri-peri milik Annabelle. Tatapan mereka seketika meruncing ke arah Arthur.
"Makhluk yang aneh," gerutu Arthur, lalu terkekeh-kekeh pada peri-peri kecil dari berbagai elemen yang mengitarinya. Dia mengelus dagunya sendiri yang sempat diserang ratusan peri kecil.
Cahaya biru mendekati putih yang sedikit lebih besar kembali mendekati Arthur, kemudian hinggap di dahi, lalu hidung, bibir, dan dagu pemuda itu. Kekehan Arthur terhenti. Cahaya itu tiba-tiba membesar dan semakin memutih. Arthur terbelalak.
Berselang sedetik, cahaya itu menjadi sesosok wanita bergaun hijau dengan rambut pirang pudar yang indah. Pupil mata Arthur seketika itu juga membesar. Wanita cantik itu masih masih mempertahankan posisi yang membuat Arthur meremas rumput dengan erat.
Sensasi yang baru didapat pertama kalinya ini membuat Arthur tegang. Dia mengeras di tempat tanpa ingin bergerak atau melakukan apa pun. Hingga beberapa detik setelah itu, sosok wanita yang semulanya adalah cahaya itu membuat jarak.