Dari kejauhan, Arthur, Roseline, dan kelompok Sarsean dapat melihat puncak menara tertinggi Istana Moors yang telah dililit tumbuhan rambat berduri, juga akar-akar besar yang perlahan-lahan meretakkan tembok-temboknya. Kelelawar dan gagak hitam keluar masuk dari salah satu jendela di puncak menara istana mati itu.
Melihatnya membuat Arthur menelan ludah dengan kasar. Di matanya, pemandangan ini terlalu mengerikan, bahkan Kota Noris yang dihuni orang-orang mengerikan tidak cukup menyayangi kesuraman istana di depan sana. Belum lagi permukiman warga yang juga dililit tumbuhan dan akar rambat berduri besi. Sejauh perjalanan mereka di ibu kota, tidak ada warga yang terlihat. Suasana yang terlalu menyeramkan. Semuanya yang tampak di mata seperti hutan belantara penuh duri berwarna hitam.
Hanya ada jalan-jalan setapak di antara rumah-rumah yang telah diselimuti tumbuhan mengerikan. Arthur melihat sekelilingnya. Sesekali dia melihat ke arah Roseline dan kelompok Sarsean yang berjalan di belakang. Mereka tampak tidak merasa asing dengan suasana kota yang mengerikan ini.
"Sejak kapan ibu kota Moors menjadi seperti ini?" tanya Arthur.
"Tujuh belas tahun yang lalu," jawab Sarsean dengan tatapan tajam menerawang ke depan. Lebih tepatnya ke arah punggung Roseline.
"Lalu, bagaimana cara menghilangkan semua yang mengerikan ini? Bukankah ini kutukan yang diberikan Penyihir Hitam?" Arthur menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah. Pemuda itu memicingkan matanya pada sela-sela duri yang saling bersilangan.
Arthur bisa melihat dari sela-sela duri sebuah rumah yang telah dililit penuh tanpa celah bagi siapa pun untuk keluar atau masuk. "Apakah masih ada warga sipil di sini?" tanya Arthur lagi.
"Kami juga belum tahu bagaimana cara mematahkan kutukan Nelly dan mengembalikan kota Moors seperti dulu. Namun, kutukan itu pasti berhubungan dengan Pangeran Moors. Kami sangat yakin jika dia bisa mematahkan kutukan ini. Karena itu, kami harus membawanya kembali. Demi Moors, demi warga sipil yang tidak bersalah," jawab Marven.
Sarsaen mendekati Roseline memperhatikan Arthur. Sedikit tepukan pelan dia jatuhkan di pundak peri bunga itu sehingga Roseline menoleh. Namun, Sarsean tidak langsung bicara. Dia beranjak meninggalkan tempat itu. Mengerti maksud Sarsean, Roseline mengikuti langkah kesatria tersebut.
Arthur tidak menyadari kepergian kedua orang di belakang karena fokus pada duri di depan matanya. Keempat kesatria pun mendekati pemuda yang masih memperhatikan sela-sela duri besi hitam.
"Bagaimana kau bisa membebaskan Peri Roseline?" tanya Anjulie serius.
"Entahlah, mungkin hanya kebetulan. Jariku tidak sengaja tertusuk duri tumbuhan ini, terluka, dan boom! Roseline keluar." Arthur menyentuh ujung duri besi hitam dengan ujung jari tengahnya. Hanya sedikit tekanan, jari tengahnya terluka. Spontan Arthur mendesis dan menari jarinya.