Crusade

Anima Manoe
Chapter #1

Prolog

3 November 2019.


“Sudah berakhir.” Kata seorang pria dengan janggut putih yang tebal.

“Hujan masih belum berhenti.” Kata seorang pria setengah sekarat. “Aku… mempercayai apa yang kupercayai. Kau juga ‘kan?” napasnya hampir habis.

“Bangunlah kalau kau masih bisa bertarung.” Katanya sambil berjalan sempoyongan.

Pria itu bangkit, pria yang setengah sekarat itu. “S-sangat mengherankan bukan?”

“Apa-nya?”

“Kita manusia. Selalu berperang satu sama lain. Untuk kali ini kita semua bersatu. Menghadapi musuh yang sama.”

“Aku tak heran masalah itu. Ini seperti saat perang dunia. Kita, berstatus sebagai warga Negara yang sama pasti akan bersatu melawan Negara lain. Bangsa lain. Tidak mengherankan. Hanya kau yang menganggap ini semua tampak spesial.” Pria berjanggut putih itu berhenti sejenak, mengatur napas. “Bahkan jika ada penghianat di antara kita pun aku tak terkejut lagi.”

“Kau sangat hebat. Aku yakin kau pasti sangat mahir jika menyangkut strategi. Aku bisa merasakannya. Firasatku tak pernah salah lho.” Katanya tertawa, kemudian terjatuh.

“Tentang pedang itu, kau salah.”

“Firasatku hanya menjangkau yang ada di bumi. Pedang-pedang itu bukan berasal dari bumi, dari inti bumi pun bukan. Wajar jika firasatku salah. Lagipula—” dia bangkit lagi, dengan terbatuk. “Kita masih ada ini.” Pria itu mengangkat pedang berwarna coklat dengan ukiran akar pohon berwarna hijau pucat yang melintang di seluruh pegangannya. “Pedang ini lumayan. Bagaimana dengan punyamu?”

Pria berjanggut putih itu mengangguk pelan. “Hebat, meski bukan pedang ini yang kuinginkan.”

“Jangan terlalu terobsesi seperti itu. Ini semua takdir. Dua pedang itu bukan untuk kita. Tidak ditakdirkan untuk kita. Tidakkah kau memahami apa wujud kekuatan dua pedang yang ada di tangan kita ini?”

Pria berjanggut putih itu memandang pedang di tangannya sebentar. Lalu menoleh pada pria yang setengah sekarat itu. “Apa?”

“Pedang yang kita bawa ini adalah pedang bumi dan langit. Takdir kita yang tak lain dan tak bukan adalah mempertahankan bumi dan seisinya. Jika kita tak bisa mempertahankan bumi dan seisinya, langit akan runtuh. Masa depan yang selalu jadi pembahasan yang menarik tak akan lagi bisa menjadi bahan obrolan yang menyenangkan.”

“Entahlah, untuk apa juga aku mempertaruhkan hidupku demi masa depan orang lain.”

“Kau mempertaruhkan hidupmu untukku.”

“Kau bukan orang lain. Kau temanku.”

Lihat selengkapnya