Pada tahun 2065, seorang ilmuwan membuat sebuah teori dan tesis tentang hasil maksimal yang bisa diperoleh dari sebuah sensor. Alat sederhana yang menghasilkan sensor. Namun banyak yang menolak dan meragukannya. Kebanyakan dari mereka beralasan; sensor tidak begitu penting, belum terlalu diperlukan pembaharuannya, masih banyak yang perlu diteliti dan mendapat perhatian khusus selain sensor. Peningkatan serta penelitian lebih lanjut tentang sensor dinilai akan semakin membuat kemajuan teknologi di bumi menjadi semakin lambat atau tertinggal. Meski sempat ramai karena beberapa penuturan ilmuwan ini yang berulang kali menyatakan hasil maksimal dari sebuah sensor akan sangat berguna bagi manusia, nyatanya semua hilang tanpa jejak kembali ke semula tak sampai satu minggu.
Seperti yang diketahui, sensor adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi perubahan besaran fisik dan mengubahnya menjadi bentuk lain. Ada banyak buku yang membahas pengertian dan asal-usul tentang sensor. Kegunaannya sendiri banyak berguna di lingkungan masyarakat. Sayangnya, gagasan ilmuwan itu tak diperlakukan semestinya. Banyak juga yang tidak peduli. Usulan serta berbagai hal yang mendukung penelitian lebih lanjut tentang sensor pun terabaikan. Lenyap berkat penelitian lain yang dilakukan oleh kebanyakan ilmuwan.
Meskipun begitu, ada juga yang menanggapi dengan serius ide dari ilmuwan itu. Setidaknya, sampai saat ini masih ada beberapa catatan yang sudah dikonversi menjadi data digital yang bisa diakses bagi siapapun yang mau membacanya. Proses dan kisah pengembangan berbagai macam teknologi yang saat ini dipakai masyarakat pun bisa diketahui melalui perpustakaan digital. Tidak sedikit beberapa diantaranya terdapat kontroversi yang bertahan cukup lama. Entah ada maksud apa dibaliknya, apapun itu tidak lagi jadi persoalan.
Tahun 2165.
Di sebuah gang yang sepi, seorang pria terlihat bersimpuh di atas jalan batu di depan pria yang lainnya. “Pak, mohon beri saya kesempatan lagi. Saya janji tidak akan mengecewakan bapak. Saya mohon pak, tolong saya kali ini saja pak.”
“Menyingkir dariku!” pria dengan jas rapi menendang pria yang sedang bersimpuh memohon itu. Terjatuh hingga terjengkang. Sambil mendengus, “Kau bukan satu-satunya yang paham di bidangmu.”
“Pak, saya mohon. Satu kesempatan lagi.” Wajahnya berubah menjadi sangat sedih ketika ia kembali bersujud-sujud memohon.
“Pergi dariku! Tidak dengar ya?!!” pria itu mendaratkan tinjunya kali ini. “Pord!!” teriaknya.
Tak lama kemudian muncul seorang wanita berkulit eksotis yang memakai jas dan dasi. Rambutnya bergaya pompadour dan memakai anting berbentuk bintang di telinga kirinya. Wajahnya tampak kesal saat menghampiri pria yang memanggilnya tadi.
“Namaku Erine Landford, panggil aku Erine.” Katanya sambil membuka jas hitamnya.
“Bereskan orang ini.” Pria berpakaian rapi itu kemudian pergi.
Sekarang hanya tinggal berdua, Erine si pesuruh pria berpakaian rapi tadi dan pria berpakaian lusuh yang terduduk di alas kotor sambil memasang wajah sedih.
Erine berjongkok di depan pria itu. “Memangnya masalah apa yang sudah kau buat sampai dia marah? Berkhianat? Menipunya? Kau tahu, dia sangat membenci dua hal itu.”
Pria itu hanya diam. Menceritakan penyebab utamanya ditendang dari perusahaan pada wanita itu sepertinya bukan tindakan yang bijak.
“Tidak mau cerita huh?”
Erine berdiri. Wajahnya terlihat bingung saat mengedarkan pandangannya ke sekitar. “Berdiri.”
“Eh?”