Lucas menarik pedang itu keluar. Tangannya gemetar saat hendak mengangkatnya, karena tidak kuat, Lucas pun hanya membaringkannya saja pedang itu di atas pasir. Dilihatnya pedang itu dari ujung ke ujung. Dari pangkal pedang sampai ke ujung pedang.
Pedang itu sesuai dengan kelasnya, great sword (pedang besar), bilahnya lebar dan besar, namun sedikit tipis, gagangnya panjang dan tebal dibalut dengan bahan kain campuran karet berwarna hitam. Pangkalnya, ada hiasan malaikat bersayap berwarna hitam dengan ekspresi wajah yang sedih. Di bagian tengah bilahnya terdapat sebuah garis yang memanjang dari ujung pedang hingga ke batang silang. Warnanya merah semerah darah segar. Garisnya berlanjut sampai ke atas batang silang, terlihat seakan mengikat bilah pedang dan batang silangnya menjadi satu kesatuan. Batang silangnya sendiri memiliki bentuk yang lancip dan tajam di setiap sisinya. Juga berwarna hitam. Bisa dibilang warna keseluruhan pedang itu berwarna hitam kecuali garis yang membelah di tengah bilahnya saja yang berwarna merah.
Lucas berjongkok di dekatnya, menatap pedang itu lagi. Pikirannya berusaha memahami bagaimana pedang itu bisa ada di sana. Karena masih penasaran, Lucas mencoba untuk mengangkatnya lagi. Dengan sekuat tenaga, Lucas memulainya dari gagangnya. Dia mengangkatnya perlahan ke atas kepalanya. Untuk sesaat dia menahannya dengan kedua tangannya yang mulai gemetar. Matanya membelalak, keringat mengucur dari pelipis dan keningnya. Sekarang giliran kakinya yang mulai gemetar. Lucas belum mengangkat keseluruhan pedang besar itu. Panjang pedang itu sendiri melebihi tinggi Lucas jika di sejajarkan dengannya. Lebarnya juga lebih lebar dari tubuh Lucas. Kalau keadaan darurat terjadi, Lucas bisa bersembunyi di balik bilah pedangnya itu kalau ia mau.
Pedang itu memiliki tinggi dan berat yang mustahil dipikul oleh Lucas. Jangankan untuk menggunakannya sebagai senjata saat bertarung, hanya membawanya saja mungkin Lucas tak akan bisa. Merasa putus asa karena gagal untuk yang kedua kalinya dalam usaha mengangkat pedang itu, Lucas akhirnya memutuskan untuk berhenti melakukannya saat dipercobaannya yang kedua. Saat seluruh tubuhnya gemetar dan secara refleks menjatuhkan pedang itu ke atas pasir, yang mengakibatkan suara debum dan matanya kelilipan.
Lucas kembali duduk di ayunan. Matanya terasa mengantuk dan perlahan kehilangan tenaga karena kelelahan. Saat-saat memikirkan asal-usul pedang itu, Lucas kembali teringat dengan bangunan yang ia masuki sebelumnya, tentang ruangan misterius penuh mesin berwarna keperakan. Semuanya tiba-tiba berkumpul jadi satu di pikiran Lucas yang dangkal. Wajahnya terlihat muram ketika memikirkannya. Meski sudah berulang kali mencoba memejamkan matanya untuk fokus berpikir, tetap saja Lucas tidak bisa menemukan jawaban yang ia harapkan. Bahkan untuk satu jawaban yang logis saja tak satu pun ada di pikirannya.
Lucas mendecakkan lidah, lalu bangkit berdiri sambil menggaruk kepalanya.
“Arrghh!”
Di tengah kebingungannya, Lucas mendengar sesuatu dari langit di atasnya. Sebuah gesekan antara udara dengan sesuatu yang lain. Membelah udara hingga membuat suara yang bising. Terdengar semakin keras dan semakin dekat seiring berjalannya waktu. Dari ketinggian langit, sekelebat sesosok makhluk terlihat sedang jatuh ke bawah. Meluncur dengan cepat menembus gelapnya malam.
Belum sempat Lucas mengetahui makhluk apa yang sedang dilihatnya itu, Lucas tiba-tiba berlari ke belakang dan langsung menghambur ke balik pohon yang ada di taman.