Crusade

Anima Manoe
Chapter #11

Ch. 10 - Bebek Goreng

Monster itu terlempar sampai beberapa meter jauhnya. Sampai pada akhirnya berhenti setelah menghantam sebuah gedung pencakar langit yang dipenuhi lampu neon berwarna-warni.

Monster itu kemudian bangkit. Wajahnya terlihat kesal ketika ia menyingkirkan kabel-kabel yang melilit tubuhnya. Sorot matanya berubah jadi terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya. Ada hawa membunuh yang muncul dari monster itu. Tatapannya jadi tajam. Seolah siap untuk membantai musuhnya kapan saja. Matanya memperlihatkan keberingasan sekaligus kewaspadaan di saat yang bersamaan. Sekejap monster itu meluncur dari tempatnya mendarat. Terbang ke arah di mana ia tadi dilemparkan. Sambil menggeram, beberapa mantra diucapkannya lagi. Saat itu juga, api yang di ekornya membesar jadi lebih membara, sisik yang ada di tubuhnya serentak berubah jadi duri tajam yang kuat sekuat baja. Uap panas keluar dari mulutnya ketika ia berteriak marah. “ARGRRR!”

Monster itu melesat dengan cepat melintasi gedung-gedung yang terhampar di kiri dan kanan jalan. Dengan kecepatan penuh, monster itu menerjang pria paruh baya yang sedang lengah sekuat tenaga. Meninggalkan Lucas yang bingung tentang berbagai hal yang sedang terjadi.

Monster dan pria paruh baya itu hilang dari pandangan Lucas. Memberikan rasa penasaran di benak Lucas. Yang masih melihat ke mana monster itu membawa pria paruh baya yang hendak menolongnya tadi. Lucas berdiri diam tanpa berkata-kata. Sendirian diterpa dinginnya udara malam.

Saat itu juga, Lucas baru menyadari. Bahwa dia harus cepat-cepat pergi dari sana selagi monster itu tidak mengincarnya. Tetapi langkahnya terhenti setelah beberapa meter ia meninggalkan tempat itu. Ada pikiran yang mengganjal dalam diri Lucas. Tidakkah dia jadi tidak sopan? Tidak tahu terima kasih? Pria paruh baya itu sudah menyelamatkannya dari monster itu, tapi dia justru meninggalkannya ketika pria itu yang sebaliknya mendapat masalah. Perasaan bersalah karena bersifat pengecut mengganggu pikiran Lucas. Lucas terusik dengan keputusannya yang egois.

Pandangan Lucas kembali pada pedang besar yang tadi ditariknya. Menatapnya lekat-lekat sambil mengatur napasnya.

Bisakah aku membantunya dengan pedang itu?

Lucas kemudian berjalan ke arah pedang besar itu. Sambil terus meyakinkan dirinya sendiri, Lucas memantapkan langkahnya yang sempat ragu sebelumnya. Tangannya terkepal saat berada di samping pedang itu. Napasnya tak beraturan. Matanya terpaku pada pendar merah yang memancar dari pedang besar itu.

Apa itu?

Garis merah yang ada di tengah bilah pedang itu tiba-tiba bersinar. Menampilkan warna merah cerah, berkebalikan dari sebelumnya yang berwarna merah gelap. Seakan-akan pedang itu baru saja selesai dicas dan mendapatkan tenaganya kembali.

Lucas mendekatkan wajahnya ke atas pedang itu dengan penasaran. Lebih dekat lagi ke garis merah yang bersinar terang itu. Tiba-tiba wajahnya terasa panas tepat pada saat ia berada di dekat pedang itu. Di pipinya yang kanan, darah segar menetes dari sebuah goresan yang timbul tanpa disadari Lucas. Jatuh dan mengalir melewati pipinya dan turun ke pedang yang ada di bawahnya.

Darah segar itu pun langsung menghilang begitu cahaya bersinar semakin terang seolah memberikan kode bahwa darah sudah diterima. Menyatu menjadi bagian dari pedang itu. Lenyap tak meninggalkan jejak di manapun ketika mengalir di atas garis merah itu. Tak lama kemudian pedang itu kembali bersinar terang setelah meredup sebentar, menjadi lebih terang melebihi sebelumnya. Menerangi area di sekitarnya dengan pendar berwarna merah darah. Mengalahkan terangnya lampu taman yang semakin malam semakin meredup. Mengalahkan suramnya cahaya bulan yang berada di ketinggian tak tersentuh.

Suara gedebum yang keras terdengar tak lama setelahnya. Asalnya dari arah belakang Lucas. Lucas refleks berbalik untuk melihatnya. Detik berikutnya, seseorang menepuk pundaknya. Seorang pria paruh baya dengan rambutnya yang rapi, perlahan muncul dari sudut mata kanan Lucas. Berjalan ke depannya dan melirik dengan senyum percaya diri.

“Pergilah, makhluk itu biar aku yang urus.”

Namun, Lucas belum beranjak. Ia masih menatap heran pria setengah baya itu.

“Kau tidak mendengar apa yang baru kukatakan?! Cepat pergi!”

Lucas tersentak setelah beberapa detik melamun. Kesadarannya sekarang sudah kembali.

Tanpa mengangguk atau menjawab mengiyakan, Lucas langsung berbalik mengambil langkah untuk berlari. Menatap sepintas mata pria itu lalu bergegas lari menjauh. Lucas berpaling sepenuhnya dari perkelahian yang awalnya melibatkannya.

Lihat selengkapnya