“Kenyangnya….” Kata Mikie dengan senyum lebar di wajahnya.
“Ya, ini enak sekali. Jarang-jarang aku makan bebek panggang. Atau bakar? Entahlah, tapi makanan tadi lezat sekali.” Lucas berbaring di atas sofa sambil mengelus perutnya.
“Luke?”
“Apa?”
“Memangnya bibimu pergi ke mana? Dari tadi aku tidak melihatnya.” Mikie bertanya sambil memandang ke sekelilingnya.
“Aku tidak tahu, mungkin urusan pekerjaan.”
“Tidak mengherankan aku bisa masuk sampai sejauh ini. Kalau bibimu di rumah pasti dia akan melarangku masuk, bahkan sudah mengusirku saat aku mulai menginjakkan kaki di halaman.”
Lucas terlihat berpikir. Lalu, ingatannya tentang apa yang terjadi kemarin kembali. “Ah, Mikie.”
Mikie menoleh ke arah Lucas. “Ada apa?”
Ingatan tentang rumah dan ruangan misterius itu yang pertama menyibukkan pikiran Lucas setelah ia coba gunakan untuk berpikir. “Apa kau tahu di mana rumah kakek Rotho?”
“Tentu saja aku tahu. Kenapa?” Mikie menuang air putih ke gelasnya lagi.
“Untuk ke sana kita harus melewati Falkdown dulu kan? Wilayah di mana banyak sekali gedung-gedung tak terawat.”
“Iya, lalu? Tunggu, kau kemarin ke tempat kakek Rotho? Pantas saja kucari di kafe tidak ada.”
“Ya, bibi Helen kemarin menyuruhku membantu kakek Rotho di kebunnya. Tapi aku tidak sampai ke sana.”
Mikie memperbaiki posisi duduknya, dan memperlihatkan raut wajah antusias. “Kenapa? Kau tidak tersesat kan?”
“Sebenarnya,” Lucas berhenti sejenak, lalu melanjutkan. “Aku awalnya bingung. Karena itu adalah pertama kalinya aku pergi ke sana. Jadi aku bingung. Saat melintasi jalan setapak, aku dihadapkan oleh dua jalan yang satu mengarah ke utara dan yang satunya lagi mengarah ke barat. Setahuku, dari yang kudengar, jalan setapak untuk pergi ke rumah kakek Rotho itu hanya ada satu. Sedangkan dari apa yang kulihat sendiri ada dua, ini tentu membuatku bingung.”
“Jadi? Kau mengambil arah yang mana?” tanya Mikie.
“Karena kata ‘kebun’ terus terpikirkan di kepalaku, jadi aku mengambil arah ke utara. Ya, itu karena aku rasa tidak mungkin sebuah kebun terletak di area yang banyak terdapat gedung-gedung. Terutama di Falkdown. Di arah utara sendiri, aku melihat di sana lebih cocok sebagai wilayah perkebunan dibanding arah barat di Falkdown.”
Mikie menatap Lucas dengan eskpresi setengah ngeri setengah merinding. Kemudian Mikie pun bergidik entah karena menyadari sesuatu atau dia mulai memikirkan cerita-cerita horor yang selalu dia baca saat malam.
“Saat aku berjalan ke sana pun,” Lanjut Lucas. “Pemandangan yang kulihat sejak awal memang lebih mencerminkan wilayah yang wajar jika terdapat perkebunan atau taman-taman. Pada awalnya. Yah, semakin jauh aku melangkah ada sedikit perubahan yang mencolok. Apa yang kulihat sebelumnya berbanding terbalik dengan apa yang kulihat setelahnya.”
Mikie menelengkan kepalanya. “Maksudnya?”
“Tadi aku mengatakan bahwa alasanku mengambil arah utara karena pemandangan di sekitar sana lebih mendukung atau lebih mencerminkan wilayah perkebunan kan?” Lucas memantapkan posisi duduknya. “Nah, itu hanya awalnya. Saat aku terus mengikuti jalan setapak itu, apa yang ada di kiri dan kananku berubah drastis. Tidak seperti sebelumnya. Satu-satunya yang bisa kulihat hanyalah sebuah lapangan yang luasnya tidak kuketahui. Tanah merah yang gersang. Jalan setapak yang kulalui pun mendadak jadi berbatu. Yang mencuri perhatian di sana adalah sebuah rumah 2 lantai dengan gaya bangunan tak kukenali yang berada di tengah-tengah lapangan. Sejauh mata melihat, hanya ada rumah itu dan tidak ada yang lain di sana. Kalau kau mau tahu.”
“Hmm….” Mikie merenung tanpa melepaskan tatapannya pada Lucas. “Kau tahu, aku hampir saja mengompol karena merinding saat mendengarkan ceritamu. Tidak mengherankan kalau kau mengambil arah utara. Ini karena kau belum pernah sama sekali ke rumah kakek Rotho kan?”
Lucas mengangguk.
“Tapi, yang perlu kau tahu, jalan menuju ke rumah kakek Rotho itu seharusnya adalah arah barat, kau harusnya berbelok ke kiri, ke arah gedung-gedung, ke Falkdown, arah bagian barat. Bukannya ke arah utara. Aku bisa bilang begini karena aku sudah pernah ke sana.”
“Tapi di sana—”
“Iya aku tahu, di sana hanya ada gedung-gedung. Tapi memang di sana letak perkebunan kakek Rotho. Di atap gedung. Lagipula pemikiranmu kuno sekali, membuat perkebunan itu tidak harus di tanah lapang atau di tengah hutan. Selama kau paham cara membuat perkebunan, kau bisa membuatnya di mana saja.”
“Begitu….” Lucas mengangguk seolah paham.
“Jadi, apa yang selanjutnya kau lakukan?”