Angin bertiup kencang dari arah barat. Menerbangkan daun-daun yang masih hijau menjauh dari tempat asalnya. Burung-burung kecil datang dan hinggap di atas dahan pohon yang bagian atasnya sudah rontok tak menyisakan daun sedikit pun. Burung-burung itu berkicau merdu, bernyanyi dalam hembusan angin sepoi-sepoi.
Seorang remaja laki-laki duduk bersandar di bawahnya, tubuhnya berkeringat dan napasnya terengah-engah. “Mantra itu sepertinya tidak bisa kuucapkan begitu saja.”
Di arah kanannya, berjarak seratus meter, ada seekor monster bertubuh besar dan lelaki yang berbaring di sampingnya. Mereka berdua terkapar dengan wajah terkejut. Tubuh mereka sedikit menghitam seperti hangus tapi hembusan napas masih keluar dari lubang hidungnya. Mereka hanya pingsan.
Lucius bangkit berdiri, sambil berpegangan pada pohon yang dijadikannya sandaran tadi. Sejenak ia menatap lelaki yang sedang pingsan itu, lalu berganti melihat ke arah monster itu.
“Makhluk apa itu?” tanyanya setelah beberapa saat mengamatinya. Ia kemudian berjalan mendekatinya. Menyeret salah satu kakinya yang lemas karena kecerobohannya di pertarungan tadi.
Monster itu merintih kesakitan dengan suara seraknya. Meskipun begitu, matanya tetap terpejam tak sadarkan diri. “Baguslah kalau makhluk ini masih hidup, biar kulaporkan pada petugas patroli setempat.”
Ketika mendongakkan kepalanya, tiga pria berjubah cokelat terlihat berdiri di hadapan Lucius. Masing-masing dari mereka membuka tudung yang menutupi kepala mereka. Lucius tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya, kedua tangannya bergetar tak bisa dipahami. Dengkulnya melemah seketika. Ada sesuatu yang dirasakan Lucius dari ketiga pria itu, dan itu yang membuat tubuh Lucius gemetar dan melemah. Matanya membelalak kepada tiga pria itu, sambil menopang satu kakinya yang hampir membuatnya tidak bisa berdiri, Lucius mengangkat satu tangannya. Mencoba menyelami isi pikirannya, berusaha mengingat-ingat kosa kata yang diberikan penggembala domba itu. Lucius berniat mengucapkan mantra sihir lagi.
Dengan tangan gemetarnya, Lucius berjuang menyeimbangkan telapak tangannya dan mengarahkannya pada tiga pria itu.
Tiga pria berjubah cokelat itu menggunakan topeng setengah wajah, mereka menutupi bagian atas wajah mereka dengan topeng itu. Salah satu dari mereka, pria yang berdiri di tengah tepatnya, dia punya mata yang aneh. Bola matanya tampak seperti diukir dengan tinta merah, hitam, dan kuning. Ketiga warna itu terkadang terlihat menyatu jadi satu kadang juga hanya memperlihatkan satu warna itu saja. Tatapan matanya tidak pernah berubah sejak pertama kali menangkap ekspresi terkejut Lucius.