“Aku mengerti, aku akan kirim orang ke sana untuk menyelidikinya. Tapi Helen, Falkdown adalah wilayah netral, tidak dalam kekuasaan pemimpin distrik manapun. Pemerintah pusat langsung yang mengurusinya. Kau yakin mau meneruskannya?”
“Mengurusinya,” Helen mendengus. “Tak jadi masalah. Aku yang akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa. Distrik 9 adalah salah satu distrik yang lokasinya berdekatan dengan Falkdown, jika ada pemimpin distrik lain yang tahu, maka kita akan menemukannya saat penyelidikan berlangsung. Aku sendiri tidak melihat pergerakan yang dilakukan pemerintah pusat. Mari kita anggap mereka belum mengetahuinya, kita harus lakukan penyelidikan ini secara diam-diam. Kalau benar mereka belum mengetahuinya, tentu itu akan sangat menguntungkan kita. Informasi adalah segalanya.”
“Ya, kau benar.” Kata Alice, “Omong-omong Helen, kita sebenarnya mau pergi ke mana? Kalau kita berjalan lurus terus ke depan kita akan sampai di distrik 5.”
“Ah, aku tidak tahu itu. Maaf.” Helen menoleh ke arah Alice, dan wajahnya tampak sedikit terkejut. “Kenapa kau tidak memakai mantel? Di luar udaranya sangat dingin kau tahu.”
“Haah? Kau baru menyadarinya sekarang? Astaga. Aku kembali kalau begitu. Kau sudah selesai ‘kan? Aku kedinginan ini.”
“Ayo kita kembali kalau begitu. Aku juga kedinginan.”
“Kau mau ke mana?” Tanya Helen pada Lucas yang bergegas pergi.
“Aku mau main. Aku dan Mikie ‘kan punya teman baru. Kemarin aku sudah cerita, ingat? Namanya Runa.”
“Ah, ya. Kalau begitu hati-hati. Sampaikan salamku pada mereka berdua.”
“Baik. Aku pergi dulu.” Lucas pergi keluar.
Di persimpangan tempat biasa Mikie dan Lucas berpisah, Mikie berdiri di sana, kemudian berjongkok di dekat seorang pedagang pernak-pernik yang berwarna-warni.
“Hai.” Sapa Lucas.
Mikie mendongak, “Kenapa kau lama sekali?” Mikie berdiri dan memijat dengkulnya. “Kau tidak apa-apa? Kemarin kau tidak dimarahi bibimu ‘kan?” tanya Mikie sambil memasang wajah khawatir.
Lucas menggeleng, “Tidak.”
“Baguslah.” Mikie menghela napas lega.
“Kau sedang membeli pernak-pernik untuk siapa?” Lucas melirik pedagang yang matanya setengah terpejam.
“Pernak-pernik apa?” Mikie melihat pedagang di sampingnya. “Tidak, aku sedang tidak membeli apapun. Menurutmu aku sedang membeli salah satunya untuk tanda pertemanan dengan perempuan berbahaya itu? Tidak.” Nada tegas muncul pada kata terakhir saat Mikie mengucapkannya.
“Ide yang bagus. Aku akan membeli satu untuk Runa.” Lucas menanggapi perkataan Mikie. Berkebalikan dengan maksud ucapan Mikie yang sebenarnya.
“Dia salah mengartikannya lagi.” Gumam Mikie sambil menepuk jidatnya.
Lucas berjongkok menatap sekumpulan benda-benda warna-warni yang terhampar di atas papan biru muda yang transparan. Warna dan bentuk trotoar jalan bisa terlihat menembus papan itu.
“Paman, paman, yang ini berapa harganya?” Lucas bertanya pada pedagang itu.
Pedagang yang terlihat kurang tidur itu memaksakan dirinya mendekat ke barang dagangannya dan melihat dari dekat sepasang anting bulan sabit yang ditunjuk Lucas.
“Mm...,” pedagang itu tampak mengingat-ingat harganya, lalu dia mengangkat tangannya. Menunjukkan tiga jarinya ke depan wajah Lucas.