Easter memasang ekspresi bingung dan bertanya, “Ada apa? Apa ada sesuatu di wajahku, Paman?”
“Paman merasa ada yang baru dalam penampilanmu. Tetapi Paman tidak tahu apa itu,” katanya ragu-ragu.
Istrinya, Kiana, mendengar ini saat dia datang membawa semangkuk buah-buahan. Dia tersenyum dan berkata, “Kau benar, suamiku. Pagi tadi, dia akhirnya memperlihatkan matanya yang indah. Dia bahkan mengucir rambutnya. Sophia memberitahuku tentang ini dan kami berdua sangat terkejut. Keponakan kita ini benar-benar cantik.”
“Yah, kau benar, Istriku. Keponakan kita ini sangat cantik.” katanya setuju. Dia menambahkan saat berpaling menatap Easter, “Easter, sering-seringlah berdandan seperti ini. Wanita di usiamu harus sangat memperhatikan penampilan.” namun mengingat keadaan keluarga Easter, dia buru-buru menambahkan beberapa kata lagi, “Haruskah Paman mengantarmu pergi ke salon saat kau kembali ke asrama besok?”
Easter segera menggeleng, “Tidak perlu, Paman. Aku tidak ingin membuat Paman repot karena diriku. Lagipula, jika aku tiba-tiba berdandan, teman asramaku akan sangat terkejut.”
Dalam ingatannya, Easter tidak pernah bercerita tentang bagaimana sekolah dan belajarnya di kampus. Dia selalu marah jika ditanya soal ini tetapi karena dia yang pertama kali menyinggung ini, Bibi Kiana, Ibunya dan pamannya menjadi sedikit santai.
“Easter, apa kamu harus kembali ke asrama besok? Kamu baru saja pulih.”
“Bibi, aku sudah sehat. Jangan terlalu mengkhawatirkan aku. Aku sudah tidak masuk kelas cukup lama. Ditambah lagi, sebentar lagi ujian akan tiba.”
Setelah berbincang sebentar, mereka akhirnya makan malam juga. Selesai makan malam, keluarga Bibi Kiana memutuskan untuk pulang karena hari sudah malam. Sophia sempat menahan mereka untuk menginap semalam namun mereka menolak. Mereka mengatakan kalau anak-anaknya harus pergi sekolah besok.
Sebelum pulang, Bibi Kiana sempat memberikan beberapa baju dan sepatu padanya. Dia mengatakan, meskipun semua bajunya keluaran lama namun itu masih bagus dan bisa dipakai. Dia memberikannya dengan alasan, bajunya sudah tidak lagi muat di tubuhnya.
Keesokan paginya, Easter bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Hari ini dia harus kembali ke asrama. Sebelum berangkat, Ibunya memberi bekal untuk perjalanannya.
Easter pergi dengan naik bus, sepanjang perjalanan tidak ada hal yang terjadi. Dia tiba di asrama 1,5 jam kemudian.
Memasuki kampus, ini terasa mimpi. Dulu, dia juga berasal dari kampus ini dan mengambil jurusan yang sama dengan Easter. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa dia akan datang lagi kemari.
Saat dia baru saja melangkahkan kakinya ke lobi, seorang wanita paruh baya berteriak. “Berhenti!”
Suara itu berasal dari samping. Easter berbalik untuk melihat siapa itu. Ingatannya memberitahunya kalau itu adalah Bibi asrama. Dia sendiri belum pernah bertemu dengannya karena dulu dia memilih tinggal di luar kampus.
Bibi asrama segera menghampirinya dan menghadang jalannya. Dia berdiri tepat di depannya dan bertanya, “Kau siapa? Apa kau mahasiswi di sini? Beraninya kau masuk dengan sembarangan. Ayo cepat, berikan kartu identitasmu. Cepat!”
“Bibi asrama, aku Easter. Aku mahasiswi di jurusan akting dan aku tinggal di asrama. Nomor kamarku 2044.”
“Apa, Easter?” bibi asrama langsung memindainya dari atas sampai bawah. Ekspresinya tanpa sembunyi-sembunyi menunjukkan ketidak percayaan. Pasalnya, gadis yang mengaku Easter ini, sangat tidak seperti Easter yang biasanya.