Tahu Eggy di Eggnoid?
Tahu Elios di Flawles?
Atau, Levi di Attack of Titan?
Nah, cowok di depannya ini mirip-miriplah ma mereka, bedanya yang ini tak hanya bisa dilihat, tapi juga diraba dan diterawang, eh?
Fokus, Fe! Fokus!
Oke, rambutnya lebat√
Alis tebal√
Pandangannya teduh√
Bibir yang selalu tersenyum ramah√
Rahangnya tegas√
So, untuk ukuran ketampanan wajah, nilainya 12 dari 10.
Bahu lebar√
Postur tubuh tinggi√
Aromanya maskulin√
Ototnya belum terlihat (?)
Sixpack (?) Felicia segera menggeleng dalam hati. Well, sejauh ini he such a manly.
Seperti itulah kurang lebih penilaian Felicia pada Darren. Cukup sempurna untuk type ideal wanita normal——kecuali bagian genitnya—— tapi sayangnya ia tidak, karena di matanya tetap Arsen yang terbaik.
Hanya saja Felicia tidak habis pikir dengan tindakan Darren. Setelah dia merangkul dan menyatakan diri sebagai pacarnya di hadapan Arsen, bukankah terlebih dahulu ia seharusnya meminta maaf, tapi coba lihat! Sepertinya pria ini punya penyakit jomblo akut yang kurang belaian.
Semua pemikiran itu berkecamuk dalam otak Felicia, sampai kemudian menguar begitu saja di detik Darren bersimpuh dengan satu kaki dan membetulkan tali sepatunya dengan simpul yang sama dengan bocah laki-laki sepuluh tahun lalu.
Felicia tak menemukan suara apa pun dalam pikirannya selain bertanya-tanya dalam hati, siapa pria ini?
"Sudah." Darren kembali berdiri, menghembuskan nafas sebelum kembali membuka percakapan.
"Gue tahu lu pasti bingung, kan?" tebaknya melihat Felicia yang sejak tadi diam. Come on... ada pria tampan di sini, dan gadis itu hanya diam tak bersuara? Minimal senyum gitu?
"Lu mau kita terus berdiri sampe si Nuranni lepas behel? Atau kita ngobrol manzah sambil duduk-duduk syantiq? Karena jujur aja leher gue mungkin bakal patah harus nunduk terus."
Rasanya Felicia ingin mencebik, jika Darren merasa lehernya hampir patah karena harus menunduk saat berbicara dengannya, apa kabar ia yang pendek dan harus mendongak karena pria ini begitu tinggi menjulang?
Felicia mengedarkan pandangannya, mereka sedang berada di belakang perpustakaan, area paling ujung dan pojok di kampus ini.
And for your information, sekitar mereka tidak ada tempat duduk. Yang ada justru beberapa material bangunan seperti timbunan pasir, sususan batu bata, bertumpuk karung semen, berkaleng-kaleng cat ukuran besar, serta bermacam alat penunjang renovasi. Kampus mereka memang sedang tahap perbaikan di beberapa bagian, tapi sepertinya para pekerja sedang tidak di sana. Felicia akhirnya memilih duduk diantara tumpukan batu, diikuti Darren.
"Felicia Chandra Geraldine, usia sembilan belas tahun, mahasiswa semester empat jurusan akuntansi, lahir di Jakarta, putri kedua dari pasangan Benjamin Geraldine dan Inggrid Geraldine. Tinggal di——"
"Siapa kamu?" Potong Felicia
Pernyataan Darren tentang Felicia barang tentu membuat gadis itu semakin bingung, lain halnya dengan Darren yang batinnya bersorak kegirangan karena Felice mengeluarkan suara lembutnya.
"Gue Darren, lu ngga nyimak gue tadi udah ngenalin diri? Apa gue mesti ngulang perkenalan gue lagi?"
Bukannya Felicia tidak menyimak, ia hanya bingung maksud pria ini apa? Dan kebetulan Felicia agak riskan berbicara apalagi basa-basi dengan orang asing sehingga ia kembali memilih diam.
Sedangkan Darren sendiri, dalam hati sudah greget karena dia baru saja menemukan gadis yang tidak mempan pada pesonanya dan sangat amat irit bicara.
Hey... di cerita novel mana pun, si cowok lah yang harusnya bersikap cool.
"Jika yang lu maksud adalah apa tujuan gue, oke mari gue jelasin," Darren membetulkan tas ransel dan posisi duduknya.
"Pertama-tama, lu gak perlu tahu gue kenal lu dari mana." Alis Felicia kontan meninggi sebelah.
"Yang pasti, gue tahu semua tentang lu, terutama mengenai lu yang hobi stalker Arsen," Darren senang karena melihat mata Felicia membulat kaget, ia melanjutkan, "dan gue di sini sedang memberikan penawaran yang akan menguntungkan kita berdua."