Dirinya sangat jauh dari kata masa depan. Padahal, menurutnya pribadi, ia sudah mengerahkan seluruh kemampuannya dalam bidang akademis. Lagipula, nilai akademis tak akan terlalu mempengaruhi masa depan indahnya, kan?
Nyatanya, walau ia sudah mengatakan kalimat tersebut pada pria yang menyandang posisi sebagai kepala keluarga itu, dirinya tetap dipandang sebelah mata dan dipaksa untuk terus mengejar posisi yang sama sekali tak diinginkan olehnya.
Dylan Abiputra sudah muak dengan hal ini.
Dia tak dapat menahan rasa amarahnya lagi. Rasa kekecewaan pada tiap paksaan dari sang Ayah. Perkataan menyakitkan yang terus didengarnya setiap hari. Ucapan sang Ayah yang membandingkannya dengan teman sebayanya.
Ingin sekali Dylan kabur dari semua kewajibannya sebagai anak sekaligus murid SMA. Namun, niat tersebut terus-terusan diurungkannya. Takut sang Bunda di atas sana menangis melihat kelakuan putra kecilnya.
Memendam semua rasa sakitnya akan paksaan dari keluarga besarnya, Dylan tetap memberikan usaha terbaiknya. Usaha untuk tetap mempertahankan nama baik keluarga Abiputra di mata masyarakat Kota.
Ayahnya, Raka Abiputra adalah seorang walikota yang sangat disegani oleh rakyatnya. Walikota dengan pemikiran terbuka, rendah hati, merakyat, dan sangat disiplin. Benar-benar sebuah kriteria pemimpin yang hanya ada dalam mimpi, bukan?
Semua yang masyarakat kota lihat hanyalah drama belaka. Raka Abiputra jauh dari kriteria pemimpin tersebut. Memang, di depan dirinya sangatlah memenuhi kriteria tersebut. Namun, ketika hanya ada dirinya dan Dylan, semuanya berubah 180°.
Raka Abiputra bukanlah manusia sempurna, bukanlah pemimpin sempurna. Banyak keluh kesah warga yang diabaikan olehnya, pemungutan pajak secara ilegal, dan masih banyak lagi yang dilakukan oleh Pak Raka.
Memang, tak ada pemimpin yang benar-benar bersih di dunia ini.
Dylan sangat membenci sifat Ayahnya yang seperti itu. Bermuka dua, menurutnya.
Memutuskan untuk pergi sementara dari kesibukan sekolahnya, Dylan keluar rumah tanpa pamit. Pergi ke taman kota yang sangat ramai hari itu, efek akhir pekan.
Berjalan santai di taman kota, mengistirahatkan pikirannya yang lelah dengan semua tugas sekolah yang menumpuk di mejanya. Sesekali mengambil beberapa gambar pepohonan atau hewan yang berada di sana.
Cukup. Hal tersebut membuat Dylan cukup tenang.