Langkahnya tampak lelah, berkali-kali Aruna membuang nafas di sela-sela perjalanannya sembari tangan kanannya memijit tangan kirinya yang sedikit sakit. Namun belum lama dia jauh dari kampusnya, tiba-tiba setetes demi setetes air hujan turun dengan derasnya membuat Aruna memandang langit mendung itu, sementara hujan semakin deras dan sialnya tak ada bangunan untuknya berteduh sebentar, langkah kakinya dipercepat dengan ranselnya yang dia angkat sebagai payung, namun tetap saja bajunya basah, tak hanya Aruna seorang saja, namun ternyata orang-orang pun berlalu lalang mencari tempat untuk berlindung, Aruna terus berlari sambil menundukkan kepala mencoba untuk menghindari air hujan agar tidak membasahi wajahnya, namun karena tak melihat jalan dengan benar, kakinya tersandung batu yang membuat tubuhnya sedikit terhuyung siap untuk menghantam permukaan yang keras itu. Namun untung saja seseorang berhasil menahan tubuhnya sehingga membuatnya tak jadi tersungkur.
Dengan cepat Aruna berdiri dan melihat siapa yang sudah menyelamatkannya, matanya seketika terkejut karena yang menyelamatkannya adalah dosennya sendiri.
“Kau tak apa ?” dosen tersebut bertanya dengan menampilkan senyumnya.
Aruna tak menjawab, dia masih bengong dan terkejut melihat sosoknya di depan, sementara dosen tersebut tampak melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajah mahasiswanya tersebut, Aruna akhirnya tersadar dengan mengedipkan matanya berkali-kali, lalu matanya kembali mengedarkan pandangan dan menatap keatas, sebuah payung hitam yang dosen tersebut sengaja memyunginya, Aruna membungkuk dengan segera lalu mengambil payung yang dosen tersebut pegang.
“Terima kasih dan maafkan saya untuk ketidak sopanannya tadi menatap bapak,” ucap Aruna sambil menunduk tak berani menatap sang dosen tersebut. Dosen itu hanya tersenyum dan mengangguk lalu setelahnya memasukkan satu tangannya pada saku celananya.
“Kau tak terluka ?” tanya kembali dosen tersebut.
“Tidak sama sekali, untung sajak Pak Wistara datang terima kasih sudah menolong saya.” Ucap Aruna sembari membungkuk dengan payungnya yang ikut turun menghalangi pandangan Wistara, lanjut Aruna menarik tubuhnya, terjadi keheningan di antara mereka di bawh guyuran hujan, dan ingatkan lagi kini hanya mereka berdua yang berada di jalanan sementara yang lain sudah pergi untuk berteduh.
Aruna celingak-celinguk merasa canggung, lalu melirik sekitar merasa terkejut karena sudah tak ada orang selain mereka. “Saya pikir kita harus berteduh juga, hanya ada kita di sini sekarang,” ucapnya masih melihat sekeliling, Wistara hanya mengangguk lalu menuntun Aruna untuk ikut bersamanya yang membuat Aruna terkejut. Tak butuh waktu lama berjalan, mereka sampai di depan mobil yang sudah terparkir di tepi jalan, Wistara menuntunnya untuk masuk ke dalam mobilnya sementara Aruna diam saja dan giliran dirinya masuk di jok kemudi. Hening di antara kedua bahkan setelah dosen itu menginjak pedal gas mobil.