Gadis cantik berambut panjang cokelat gelap, menatap dirinya di depan cermin. Menepuk-nepuk seluruh wajahnya dengan busa lembut, yang telah dibubuhi serbuk halus yang begitu lembut dan wangi. Kemudian memoles bibirnya dengan lip cream berwarna merah jambu. Tampak puas dengan hasil riasan naturalnya, ia pun segera beranjak dari tempat itu dan keluar dari kamarnya yang bernuansa ungu.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, kali ini ia bangun kesiangan lagi, karena semalam begadang akibat menonton drama kesukaannya dengan sistem maraton. Ya, hal itu juga menjadi kegemarannya saat malam hari, kala dirinya susah untuk memejamkan mata.
Menuruni anak tangga sambil bersenandung kecil dan ketika sampai di anak tangga paling bawah, sorot matanya menyapu seluruh ruangan. Mencari sosok yang biasanya selalu menjadi pemandangannya setiap pagi. Pandangannya menangkap sosok yang paling ia cintai di dunia ini, sosok yang telah membuatnya hadir ke dunia dan selalu mengenalkannya pada hal-hal yang baru.
Kedua sudut bibirnya pun terangkat. Dengan mengendap-endap ia menghampiri sosok itu yang tak lain adalah Fatimah, sosok yang selalu ia panggil dengan sebutan Bunda yang tengah sibuk menata bunga pada vasnya.
“Pagi menjelang siang, Bunda,” sapa gadis itu dengan ceria memeluk Fatimah dari belakang, hal itu membuat Fatimah terkejut.
“Kamu ini, ya. Ngagetin Bunda aja!” ucap Fatimah yang langsung menyentil hidung anak kesayangannya dengan gemas.
Gadis cantik yang bernama Aisyah itu hanya terkekeh tanpa dosa, sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Kemudian manik cokelatnya kembali menyapu ruang tamu, yang biasanya menjadi tempat kesukaan sang ayah membaca koran sambil menyeruput kopi hitam buatan sang bunda. Namun, kali ini ia tak mendapatkan pemandangan itu.
“Ayah ke mana, Bun? Tumben gak baca koran?”
“Ini sudah jam berapa? Ayah kamu kan selalu baca koran di pagi hari. Makanya jangan bangun kesiangan, anak gadis kok bangunnya siang, gimana nanti kamu jadi seorang istri, Ayah kamu lagi ada temu janji dengan teman lamanya,” jelas Fatimah panjang lebar tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga-bunga yang sedang ia rangkai.
Aisyah hanya memutar bola matanya dengan malas, sudah ke sekian kalinya Fatimah selalu menyinggung perihal menjadi seorang istri. Hal itu mengingatkannya pada seseorang. Dalam hati Aisyah dirinya hanya ingin menjadi seorang istri untuk laki-laki pujaan hatinya, yaitu Raihan.
Aisyah melirik jam yang melingkar cantik pada pergelangan tangannya. Sadar dengan keterlambatannya, membuat Aisyah berdecap.
“Bun, Aisyah pergi ke toko, ya. Bye Bunda.” Sambil mencium kedua pipi Fatimah dan melengos pergi begitu saja.
“Gak sarapan dulu?”
“Gak, Bun, di toko aja!”
Aisyah pun menghilang dari balik pintu, Fatimah hanya tersenyum sambil menggeleng, melihat tingkah anak semata wayangnya itu.
☘☘☘
Aisyah sedang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, melewati jalanan yang terbilang ramai sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Sesekali kepala dan jari-jari lentiknya bergerak berirama, mengikuti alunan musik tersebut.
Hanya dua puluh menit perjalanan, tibalah Aisyah di sebuah bangunan berlantai dua yang dicat dengan warna ungu pastel, dekorasi lucu dan menggemaskan menghiasi bangunan tersebut, tertera jelas papan nama dengan tulisan ‘Sweety Cake Store’. Ia pun melangkah menuju gedung tersebut setelah memarkirkan mobil kesayangannya.
Ketika Aisyah sampai di depan pintu dan akan membukanya, bersamaan dengan seorang pria bertubuh tegap dan tinggi, yang juga hendak masuk ke toko tersebut. Tabrakan pun tak bisa dihindari.