Aisyah tengah sibuk berkutat dengan tepung dan teman-temannya. Tangannya begitu fasih memasukkan bahan dengan takaran imajinasi. Kali ini ia akan membuat cupcake dengan rasa bluberry. Tak hanya itu, Aisyah bahkan bisa membuat berbagai macam kue seperti, blackforest, tiramissu, cheese cake dan yang lainnya dengan berbagai rasa.
Semua adonan telah diaduk dengan rata, adonan berwarna ungu itu kemudian dituangkan ke dalam loyang yang sudah disiapkan. Senyum manis tak pernah hilang dari wajahnya ketika sedang membuat kue, bagi Aisyah hal inilah yang dapat membuat suasana hatinya kembali membaik. Dapat melupakan masalah hidupnya sejenak.
Merasa puas dengan hasil karyanya yang hanya tinggal menunggu keluar dari pemanggangan, Aisyah mendaratkan bokongnya di kursi yang memang tersedia di dapur tersebut. Baru saja Aisyah menopangkan kepalanya di atas meja, suara Salsa membuatnya kembali duduk dengan tegap.
“Syah, ini ponsel kamu bunyi terus di dalam tas.”
Aisyah pun meraih ponsel tersebut dari tangan Salsa.
“Thanks!”
Salsa hanya mengangguk lalu keluar dari dapur untuk kembali ke ruangannya.
“Bunda,” gumamnya pelan.
Aisyah menelepon kembali panggilan Fatimah yang tak sempat ia jawab.
“Halo, Bun. Ada apa tadi telepon? Aisyah lagi bikin kue,” sahut Aisyah ketika sambungan teleponnya terhubung.
“Bunda mau kasih tahu kamu, hari ini pulang dari toko langsung pulang, ya. Ayah kamu mau bicara.”
“Tumben, memangnya ada hal apa, Bun?”
“Udah kamu nurut aja. Ok!”
“Ck! Iya, Bun. Aisyah langsung pulang, deh dari toko.”
“Anak pintar! Bunda tunggu, bye, muah.”
Aisyah pun mematikan ponselnya setelah membalas kecupan jauh pada Fatimah. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, menghirup udara begitu panjang lalu membuangnya dengan kasar. Pikirannya terfokus pada tujuan Abimana—Ayah Aisyah—ia tahu pasti Abimana mau membahas dan menanyakan masalah pernikahan.
Ya, ini sudah yang ke sekian kalinya. Aisyah sampai bosan mendengar Abimana terus menanyakannya ‘kapan mau menikah?’. Bukan tidak mau menikah, hanya saja Aisyah masih terpaku oleh sosok Raihan yang membuatnya begitu lama memendam perasaan.
Aisyah terlalu gengsi untuk menyatakan lebih dulu. Dan melihat perlakuan Raihan selama ini selalu baik padanya, Aisyah menganggap bahwa Raihan juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Mungkin hanya soal waktu pikir Aisyah.
Suara pengingat dari mesin pemanggang kue berbunyi membuyarkan lamunannya. Dengan segera Aisyah membukanya dan mengambil loyang berisi cupcake yang sudah matang. Aroma blueberry yang menggugah selera itu pun memenuhi indra penciumannya. Kini hanya tinggal menghiasnya dengan krim secantik mungkin.
Lupakan masalahmu Aisyah, membuat kue itu harus dalam keadaan baik, agar rasanya juga baik dan enak, batin Aisyah tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.
☘☘☘
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul lima sore, yang artinya toko kue mereka akan segera tutup. Semua karyawan tengah bersiap-siap membersihkan toko terlebih dahulu sebelum pulang.
Melihat keadaan toko yang sudah tak didatangi oleh pengunjung, Aisyah pun membalik papan pemberitahuan yang awalnya bertuliskan ‘OPEN’ kini menjadi ‘CLOSE’ yang tertempel pada pintu kaca. Kemudian ia kembali ke dalam ruangan khusus untuk mengambil tas selempangnya.
“Langsung pulang?”
Pertanyaan itu terlontar dari mulut Salsa yang baru saja mengemasi barang-barangnya.