Kini Aisyah sudah berada di dalam mobil bersama Fahri. Ya, mereka sudah meninggalkan toko kue sekitar sepuluh menit yang lalu. Aisyah hanya diam saja, dalam pikirannya masih tak menyangka jika Fahri dan Raihan saling mengenal karena urusan bisnis.
Beberapa menit yang lalu, di toko kue.
“Dia Fahri, calon suamiku,” ucap Aisyah memperkenalkan Fahri pada Raihan dan Salsa.
Fahri dengan ramah menjabat tangan Salsa sambil tersenyum saat Salsa menyebutkan namanya.
“Loh, Fahri Purnama, kan?” tanya Raihan dengan suara yang begitu antusias.
“Eh, Pak Raihan. Iya, kita bertemu lagi.” Jawab Fahri kemudian berjabat tangan dengan Raihan.
Aisyah menautkan alisnya karena bingung. Ia menatap Fahri dan Raihan secara bergantian. Raihan yang melihat ekspresi konyol dari sahabatnya itu, langsung mengusap wajah Aisyah dengan telapak tangannya begitu gemas.
“Gak usah kaget. Dia teman bisnis aku.”
Aisyah yang kesal wajahnya di perlakukan seperti itu hanya bisa mendengkus kesal. Ia pun mengajak Fahri duduk di sampingnya, karena Salsa memindahkan posisi duduknya.
“Jadi kalian adalah teman bisnis?”
Fahri dan Raihan pun kompak mengangguk. Aisyah hanya membulatkan bibirnya yang tipis. Dunia begitu sempit ternyata.
Terdengar embusan napas yang keluar dari mulut Aisyah. Fahri yang sedang menyetir hanya melirik sekilas. Ia sendiri tidak tahu mau memulai percakapan bagaimana dan lebih memilih untuk diam.
☘☘☘
Mobil Fahri berhenti di depan gedung berwarna cokelat tua, ia pun memarkirkan mobilnya di pinggir jalan.
“Ayok turun, kita sudah sampai,” ajak Fahri yang tengah membuka sabuk pengaman, kemudian lebih dulu keluar dari mobil.
Aisyah juga hendak membuka sabuk pengamannya, tetapi kali ini ia merasa kesulitan. Dengan keras ia mencoba membukanya, tetap saja tidak mau terlepas. Embusan napas kesal pun meluncur dari mulutnya.
“Kenapa sulit sekali!” kesalnya.
Fahri yang sudah berada di luar mobil pun merasa bingung melihat Aisyah yang begitu lama keluar. Ia pun kembali menghampiri dan mengetuk kaca jendela Aisyah.