Kini acara sakral Aisyah dan Fahri telah berakhir. Rumah yang tadinya begitu ramai dengan orang-orang yang silih berganti berdatangan, kini hanya tersisa dari pihak keluarga saja. Rasa lelah itu pasti, tetapi hari bahagia ini telah membayar rasa lelah mereka.
Di sinilah Fahri dan Aisyah, berada di dalam kamar yang bercat ungu, yang telah disulap menjadi kamar pengantin bernuansa putih bersih dengan hiasan bunga mawar putih di setiap sudut ruangan. Kelopak mawar merah bertaburan di lantai, membuat langkah tak tega menginjaknya. Begitu pun di atas tempat tidur, juga terdapat hiasan kelopak mawar merah berbentuk hati.
Aisyah begitu kagum dengan dekorasi tersebut. Padahal saat ia masih dirias, kamar ini belum terdapat taburan kelopak mawar merah yang seindah ini.
“Kapan mereka menaburkan ini?”
“Mungkin saat acara berlangsung.”
Aisyah pun melangkah mendaratkan tubuhnya di kursi meja rias. Sedangkan Fahri duduk di sisi tempat tidur. Suasana kembali canggung, mereka sama-sama merasakan gerah. Namun, kini Aisyah harus berbagi kamar mandi dengan Fahri. Tak hanya kamar mandi, mungkin tempat tidur juga harus. Memikirkan hal itu membuat Aisyah malu sendiri, ia langsung menggeleng kemudian mengembuskan napas.
“Mas, kalau Mas ingin mandi, silakan deluan saja,” tawar Aisyah dengan sedikit canggung.
“Oh ya, bajunya mau Aisyah siapin juga gak?” imbuhnya lagi.
“Boleh, makasih kalau gitu, maaf merepotkan.”
Aisyah menggeleng cepat. “Gak kok, Mas.” Kemudian tersenyum.
Fahri pun melepas jasnya dan menyisakan kemeja putih di tubuhnya, kemudian ia melangkah masuk ke kamar mandi. Aisyah mengembuskan napas lega, kemudian berjalan ke tempat di mana koper Fahri ditaruh. Ia mengambil pakaian santai untuk Fahri dan meletakkannya di atas tempat tidur.
Baru saja ia melangkah hendak ke meja rias, suara ponsel terdengar begitu nyaring. Itu bukan suara ponsel milik Aisyah, melainkan suara ponsel milik Fahri yang tergeletak di atas nakas. Aisyah pun meraihnya, dan terlihat nomor asing tertera pada layar ponsel tersebut.
“Siapa tau ini penting.”
Aisyah melangkah ke kamar mandi kemudian mengetuk pintunya. Dengan sedikit mengeraskan suaranya Aisyah berkata, “Mas, ada telpon, tapi gak tau dari siapa.”
“Angkat aja gak apa,” teriak Fahri dari dalam.
Karena mendapat izin dari yang punya, Aisyah langsung saja menggeser ikon berwarna hijau, kemudian mendekatkan benda tersebut ke telinganya.
“Halo, Sayang.”
Mata Aisyah membulat sempurna. Kemudian ia kembali menatap layar ponsel milik Fahri. Tak mau bicara, Aisyah kembali mendekatkan benda itu ke telinganya.
“Sayang, ini aku.”
Dengan jantung yang bergemuruh, tanpa mau membalas panggilan tersebut Aisyah langsung mematikannya. Tangannya memegang erat ponsel milik Fahri dengan begitu geram.
“Apa-apaan ini!”