Sepanjang perjalanan Fahri terus memikirkan Aisyah. Ia pun membawa mobil dengan kecepatan dia atas rata-rata. Sambil sesekali memijat pelipisnya.
“Aku mohon, Aisyah. Percayalah padaku.”
Kini sampailah ia di rumah keluarga Aisyah. Memarkir mobilnya di halaman, kemudian dengan langkah pasti ia menuju pintu masuk rumah Aisyah. Ia tidak sabar untuk segera bertemu.
“Asalamualaikum,” ucapnya ketika memasuki ruang tamu.
Matanya langsung menyapu seluruh ruangan. Berharap seseorang yang sangat ia ingin temui ada di sana. Namun nihil, Fahri justru mendapat tamparan keras dari Doni.
“Apa-apaan kamu, Fahri!” teriak Doni setelah melayangkan tangannya pada rahang Fahri.
Fahri yang tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya terdorong sambil memegangi pipinya yang cukup terasa panas. Fanny yang melihat kejadian itu langsung menghampiri Fahri.
“Kamu gak apa, Nak?” ucapnya sambil mengelus pipi putranya. Ia sebenarnya juga merasa kecewa, tetapi juga tak tega melihat anaknya seperti ini.
“Kamu apa-apaan, Mas! Kan bisa dibicarakan baik-baik dulu.” Kini Fanny beralih menatap Doni.
“Anak seperti dia mana bisa diajak bicara baik-baik. Sudah seperti ini mau apa lagi? Kelewatan kamu, Fahri! Bikin malu keluarga saja!” bentak Doni yang sudah diselimuti amarah yang memuncak.
“Pah, Papah dengarkan dulu, dong penjelasan aku. Aku gak salah, Pah!” bela Fahri.
“Gak salah kamu bilang?! Kamu menghamili perempuan yang bukan istri kamu, masih berani bilang gak salah? Hah!”
Fanny pun beralih menghampiri Doni. Ia mengusap-usap punggung dan dada suaminya itu untuk menenangkan.
Sedangkan Fatimah dan Abimana masih melihat dengan duduk di sofa. Fatimah merasakan sedikit kecewa dengan apa yang terjadi. Tak disangka akan ada hal seperti ini menimpa rumah tangga putri kesayangannya yang bahkan baru hitungan hari.
Terlihat sangat jelas napas Doni yang memburu. Dadanya naik turun. Kemarahannya kini tak bisa lagi dibendung. Fanny sekuat hati menenangkan suaminya itu dengan mengajaknya duduk kembali di sofa bersama Abimana dan Fatimah.
Fahri kini hanya terdiam. Nyalinya begitu ciut menghadapi kemarahan Doni. Ia pun tetap dalam posisi berdiri di hadapan para orang tua dengan kepala yang tertunduk.
“Tenanglah, Don. Masalah ini gak akan bisa selesai kalau dengan emosi. Aku tau kamu sangat kecewa, begitu pun dengan kami semua yang ada di sini. Benar kata Fanny, kita bicarakan baik-baik saja dulu,” ucap Abimana menengahi pertengkaran yang terjadi.
Doni yang masih diliputi rasa kecewa berkali-kali mengatur napasnya. Embusan napas berat selalu ia lakukan.
“Baiklah. Aku hanya tidak menyangka saja kelakuan anak ini sungguh memalukan!”
Fatimah dan Fanny terlihat bernapas dengan lega. Mereka pun beralih menatap Fahri yang masih setia berdiri.
“Bicaralah apa yang ingin kamu bicarakan, kami memberikan kesempatan padamu untuk bicara,” pinta Abimana pada Fahri.
Fahri pun menghela napasnya sebelum hendak bicara.
“Fahri tidak pernah menghamili siapa pun. Memang dia mantan Fahri, tapi Fahri yakin jika dia bukan mengandung anak dari Fahri. Percayalah, Mah, Pah, Ayah, Bunda. Fahri hanya mencintai Aisyah sekarang. Fahri gak mau kehilangan Aisyah.” Fahri mengucapkannya dengan sungguh-sungguh.
“Bagaimana kamu bisa yakin kalau itu bukan anakmu?” tanya Abimana.