“Apa kamu bisa membantuku?” tanya Fahri pada pria di hadapannya, setelah menceritakan semuanya.
“Bisa, tapi hasilnya tak bisa secepat harapanmu, paling tidak harus menunggu selama empat belas hari.”
Fahri pun mengembuskan napasnya. Ya, Fahri sedang berada di sebuah kafe bertemu dengan sahabatnya yang bekerja sebagai dokter spesialis kandungan. Ia memberikan surat kehamilan Laura pada pria yang biasa dipanggil Galih itu.
“Kalau gitu besok lakukan pemeriksaannya, lebih cepat lebih baik,” ucap Fahri.
“Baiklah, kamu atur saja. Jika sudah siap bawa saja dia ke rumah sakit tempatku bertugas.”
Fahri pun mengangguk. Mereka pun kembali menyantap makan siang bersama. Ya, Fahri memang sengaja menghubungi sahabatnya itu, berdiskusi dan meminta bantuan. Untung saja Galih mengatakan jika tes DNA bisa dilakukan saat masih mengandung. Walau menunggu hasilnya cukup lama, tetapi setidaknya ada jalan cepat dan tak harus menunggu sampai bayi itu lahir.
Tak lama mereka mengakhiri pertemuannya. Galih pamit terlebih dahulu karena ditelepon oleh asistennya bahwa ada pasien yang harus ditangani. Begitu pun dengan Fahri, ia juga kembali ke kantor dengan perasaan cukup lega. Sekarang ia hanya bisa berharap kebenaran akan terungkap.
☘☘☘
Dua hari kemudian, Fahri sudah siap dengan rencananya. Ia sengaja memperlakukan Laura dengan baik demi memperlancar semua yang sudah ia siapkan.
Siang ini kebetulan Laura datang ke kantor, ia masuk ke ruangan Fahri tanpa permisi. Sekretaris Fahri pun bingung kenapa atasannya itu mengizinkan, padahal sebelumnya Fahri melarang jika Laura datang ke kantor dan masuk ke ruangannya. Mereka semua tahu siapa istri dari Fahri dan juga mengetahui jika Laura adalah mantan kekasih.
“Sayang, akhirnya kamu sadar siapa yang pantas bersamamu, kan?” ucap Laura dengan manja, bahkan ia tak sungkan duduk di pangkuan Fahri.
“Tentu saja, maafkan aku kalau kemarin-kemarin aku tidak bersikap baik padamu,” jawab Fahri sambil merengkuh tubuh Laura.
Laura yang diperlakukan seperti itu oleh Fahri tentu saja merasa sangat senang. Bahkan ia tak curiga sama sekali.
Kali ini kamu harus bisa masuk perangkapku, Laura. Kamu memang licik, tapi sayang kamu masih kurang pintar jika ingin melawanku, batin Fahri yang menatap Laura dengan senyum palsu.
“Apa kamu tidak merindukanku, Sayang?” goda Laura dengan memainkan jemarinya di dada bidang Fahri. Ia membuka simpul dasi yang Fahri kenakan, dan membuka kancing kerahnya.
Fahri menelan ludahnya dengan susah payah, bukan karena tergoda. Ia justru menahan emosinya melihat kelakuan Laura yang terlihat begitu liar. Namun demi kelancaran rencananya, Fahri mencoba untuk tetap tenang.
“Jangan sekarang, kamu kan lagi hamil muda. Aku gak mau terjadi apa-apa dengan anak kita,” tolak Fahri dengan halus.
Terdengar embusan napas kekecewaan dari Laura. Andai saja dia tidak mengaku hamil, pasti ia sudah bisa bercinta lagi dengan Fahri. Kali ini ia harus menahan nafsunya. Laura pun memajukan bibirnya.
“Jangan ngambek gitu, dong. Ini semua demi kebaikan kamu juga, Sayang,” bujuk Fahri dengan manis. Namun dalam hati ia berkata, sungguh rasanya muak sekali dengan wanita ini.
“Baiklah. Emh, gimana sebagai gantinya kamu ajak aku jalan-jalan? Aku kangen jalan berdua sama kamu,” ucap Laura dengan manja.
Kebetulan sekali ini sangat sesuai dengan rencana Fahri. Fahri pun tersenyum.