Cupcake's Love

Riqha Mey
Chapter #22

22. Kejutan untuk Aisyah

Kini sudah tiga bulan lamanya usia pernikahan Aisyah dan Fahri. Bersyukur mereka selalu hidup rukun dan bahagia. Meski terkadang masih sering terjadi perdebatan kecil di antaranya. Hal itu tak membuat keduanya goyah, Fahri yang mengerti Asiyah lebih sering mengalah. Tak ada lagi keraguan di antara mereka.

Saat ini Aisyah sedang sibuk mengolah bahan kue, salah satu kegiatannya yang paling digemari. Membuat kue itu sama halnya seperti membangun sebuah hubungan, melalui proses yang membuatnya menjadi satu. Begitu banyak rasa.

Sesekali ia meminta pada salah satu karyawannya untuk membantu, karena hari ini ia sendirian mengurus toko kue. Salsa yang dikabarkan sedang ada urusan mendadak dengan keluarganya dan Raihan yang diketahui sedang pergi keluar kota karena urusan bisnis. Bagi Aisyah hari ini seakan semua orang meninggalkannya. Karena Fahri pun tadi pagi mendadak cuek hingga melewatkan sarapan yang ia buat. Kesal? Itu sudah pasti. Namun kali ini ia masih punya batas kesabaran.

Dering telepon pun terdengar nyaring, membuyarkan pikiran Aisyah yang sedang serius dengan kegiatannya. Segera ia meraih ponsel tersebut setelah mencuci dan mengeringkan tangan.

“Mas Fahri?” Aisyah pun menggeser ikon hijau tersebut dan mendekatkan ke telinganya.

“Asalamualaikum, Mas. Ada apa?”

“Wa alaikumsalam. Mas lembur malam ini, mungkin gak akan sempat makan malam di rumah.”

Terdengar embusan napas Aisyah. “Ya sudah, mau di anterin makanan gak?”

“Gak usah, nanti juga sekalian makan di luar sama klien, kok.”

“Cewek atau cowok?” tanya Aisyah penasaran sambil mengerutkan kening. Entah kenapa ia begitu sensitif hari ini, mungkin akibat kekesalan yang ditahannya.

“Cewek, karena dia asisten dari klien aku, kebetulan bosnya sedang ada urusan lain. Jadi dia yang menggantikan bertemu denganku.”

Aisyah memutar bola matanya malas dan mendengkus kesal. “Ya sudah.”

Hanya kata itu yang bisa dikatakannya, terdengar pula embusan napas Fahri dari seberang telepon.

“Kamu marah?”

“Gak, kok.”

“Yakin?”

Nanya mulu gak peka banget! Batin Aisyah meronta.

“Iya, Mas. Ya sudah, Aisyah mau kembali bikin kue. Lagi banyak pesanan. Jangan macem-macem ya, Mas. Asalamualaikum.”

“Wa alaikumsalam.”

Telepon pun terputus, Aisyah tak menyangka Fahri dengan mudahnya mengiyakan. Setidaknya berbasa-basi sedikit atau apalah, menanyakan keadaan saja tidak. Bahkan Aisyah yakin Fahri tahu kalau dirinya sempat merajuk, tetapi tak ada bujukan apa pun yang dilakukan seperti biasa.

“Kenapa Mas Fahri jadi menyebalkan seperti ini!” gerutunya dengan kesal.

“Mood-ku membuat kue hilang seketika!”

Aisyah hanya mendengkus kesal. Ia pun memilih mengistirahatkan tubuh lebih dulu. Sepertinya hari ini ia akan kehabisan kesabaran. Namun sebisa mungkin ia tetap untuk tenang.

Karena bagi Aisyah, jika membuat kue dalam keadaan hati tidak baik. Maka kue yang dihasilkan pun akan kurang baik pula. Ia tak ingin mengambil risiko seperti itu, karena kualitaslah yang ia utamakan.

Lihat selengkapnya