Fahri baru saja menyelesaikan meeting dengan beberapa klien pentingnya. Dilirik jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan jam dua belas siang. Segera ia kembali ke ruangannya.
Begitu masuk, Fahri langsung melonggarkan dasinya dan membuka satu kancing atas kemejanya. Rasa lelah yang ia rasakan, pikirannya begitu terkuras habis. Namun ia selalu ingat untuk menyempatkan menghubungi Aisyah. Fahri pun memanggil Fira melalui telepon penghubung.
“Fira, bawa ponselku ke mari.”
Tak berlama-lama Fira pun masuk karena mejanya berada tepat di depan ruangan Fahri.
“Ini, Pak ponselnya,” sambil menyerahkan benda tersebut.
Fahri pun menerimanya dan langsung mengecek ponselnya. Cukup terkejut dengan puluhan panggilan tak terjawab dari Salsa. Ia pun menanyakannya pada Fira.
“Kamu tidak mengangkat telepon dari teman istriku?”
Fira tampak bingung, ia sama sekali tidak mengetahui jika ponsel bosnya itu menerima panggilan. Getarannya saja tidak terasa apa lagi nada dering ponsel tersebut. Ia hanya di tugaskan untuk memegang ponsel bosnya itu kala sedang ada meeting.
Jadi, jika ada panggilan masuk, Fira yang menjawabnya lebih dulu dan jika penting ia akan dengan sopan memberitahukan pada bosnya itu. Mana berani dirinya mengutak-atik ponsel atasannya.
“Maaf, Pak. Tapi saya benar-benar tidak menerima panggilan karena memang tak ada yang menelpon,” jawab Fira seraya menunduk dengan sopan.
“Tidak ada panggilan? Ini ada 63 panggilan tak terjawab, Fira. Kamu lihat sendiri ini!” Fahri pun dengan kesal melempar ponselnya ke atas meja. Dengan tangan bergetar Fira meraihnya.
Benar saja. Banyak panggilan masuk yang tak terjawab. Fira membulatkan matanya dengan sempurna. Tentu saja itu pastinya sangat penting. Apa lagi yang menghubungi adalah sahabat istri atasannya.
Terkutuklah kau Fira yang bodoh, batin Fira merutuki kesalahannya. Ia sangat tahu bagaimana jika bosnya itu sedang marah.
Namun ia tak sengaja melihat notif silent pada ponsel bosnya. Ia pun menahan tawa, ingin sekali rasanya memaki atasannya itu. Kalau saja tidak ingat siapa bos yang memberinya gaji selama ini. Fira pun mengatur napasnya. Dengan pelan ia menaruh kembali ponsel itu dan berdehem. Membuat Fahri menoleh ke arahnya.
“Maaf, Pak. Sepertinya ponsel Bapak dalam keadaan silent, makanya saya tidak tau kalau ada panggilan masuk,” ucap Fira dengan hati-hati.
Fahri kembali mengecek ponselnya dan ternyata memang benar. Ia lupa mengubah pengaturan nada dering di ponselnya. Fahri pun menahan tawanya.
“Sudahlah, Maaf. Kamu boleh kembali.”
Tentu saja kalimat itu diucapkan dengan pembawaan yang tetap terlihat wibawa. Membuat Fira menahan tawanya. Dengan segera ia keluar dari ruangan tersebut sambil menggeleng.
Sementara Fahri menepuk jidatnya karena merasa bodoh. Namun setelahnya ia kembali mencari nomor Salsa. Takut ada hal yang penting mengenai istrinya. Sambungan telepon pun terhubung.
“Kenapa, Sa? Aku baru selesai meeting.”