Curhat Cinta Istana

Shabrina Farha Nisa
Chapter #3

Cemburu Buta karena Medsos

Ilusi di Genggaman, Realita di Hati

(Suara jingle podcast yang sama, lembut, inspiratif, sedikit ceria khas anak muda, lalu fade out)

Nisa: Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Kembali lagi di Istana Hati kita semua, teman-teman. Saya, Nisa Farha…

Reza: …dan saya, Reza Satria! Senang sekali bisa kembali menemani Anda semua. Gimana, sudah dicoba Tantangan Cinta Istana dari episode lalu? Menulis satu kebaikan diri setiap hari? Semoga mulai terasa ya manfaatnya untuk membangun fondasi diri yang kokoh.

Nisa: Amin. Karena seperti yang kita bahas, fondasi diri yang kuat itu penting sekali sebelum kita membangun hubungan. Nah, hari ini kita akan membahas salah satu ‘angin kencang’ yang sering banget menggoyang fondasi hubungan anak muda zaman sekarang, bahkan kadang bisa jadi badai kalau tidak hati-hati. Apa itu, Pak?

Reza: (Nadanya sedikit dramatis) Jeng jeng jeng… Media Sosial! Lebih tepatnya, drama percintaan yang dipicu oleh dunia maya. Cemburu karena lihat ‘like’ atau komen, insecure karena lihat postingan #RelationshipGoals orang lain yang (kelihatannya) sempurna… Wah, pusing, Bu!

Nisa: (Tersenyum maklum) Betul sekali. Media sosial ini seperti pisau bermata dua ya. Di satu sisi bisa mendekatkan yang jauh, memberi informasi. Tetapi di sisi lain, bisa jadi panggung perbandingan tanpa henti, sumber kecemasan, dan pemicu konflik dalam hubungan kalau kita tidak bijak menggunakannya. Ini sangat relevan dengan isu kesehatan mental generasi muda kita yang perlu kita perhatikan bersama.

Reza: Nah, pas banget nih, Bu. Ada curahan hati masuk dari adik kita, ‘Sarah’, 17 tahun, yang sedang terjebak dalam pusaran ini. Mari kita dengarkan bersama ya…

Reza (membaca): "Selamat siang, Ibu Nisa dan Bapak Reza. Saya penggemar podcast ini. Saya mau curhat, Bu, Pak. Saya pacaran sama cowok saya sudah hampir setahun, namanya 'Rian'. Awalnya baik-baik saja, tetapi akhir-akhir ini saya sering banget merasa cemburu dan insecure kalau lihat media sosialnya. Dia suka 'like' foto cewek lain, atau balas komentar teman-teman ceweknya dengan akrab. Saya tahu mungkin itu biasa, tetapi hati saya panas, Bu, Pak. Apalagi kalau lihat postingan pasangan lain yang kelihatan mesra banget, saya jadi banding-bandingin sama hubungan saya yang rasanya biasa saja. Saya jadi sering marah-marah ke Rian, nuduh yang nggak-nggak, padahal dia bilang nggak ada apa-apa. Saya takut hubungan kami rusak karena kecemburuan saya ini, tetapi saya juga nggak bisa menahan perasaan ini. Saya harus gimana ya, Bu, Pak?"

(Hening sejenak setelah surel dibacakan)

Nisa: Hmm... Sarah, terima kasih banyak sudah berbagi keresahan hatimu ya. Peluk virtual dari kami. Ibu bisa merasakan sekali betapa tidak nyamannya perasaanmu itu – panas, cemas, bingung. Di usia remaja, perasaan seperti ini memang seringkali terasa begitu meluap-luap dan sulit dikendalikan, apalagi saat dunia maya seolah terus menerus menyodorkan ‘bukti’ untuk memvalidasi kecemasan kita.

Reza: Betul. Zaman saya dulu pacaran sama Ibu ini, belum ada Instagram, TikTok… paling banter Friendster, itu pun jarang dibuka, hehe. Cemburunya paling kalau lihat dia ngobrol serius sambil ketawa-ketawa sama teman cowoknya di kantin kampus. Itu saja sudah bikin panas dingin! Apalagi sekarang ya, semua interaksi seolah terekam jejak digitalnya. Tekanannya pasti berkali-kali lipat.

Nisa: (Tersenyum pada Reza) Yang pertama dan paling penting perlu Sarah sadari, dan ini berlaku untuk kita semua: Media sosial itu adalah panggung pertunjukan, bukan cerminan realitas seutuhnya. Orang cenderung menampilkan versi terbaik, momen terindah, highlight reel kehidupan mereka. Pasangan yang terlihat mesra sekali di foto, belum tentu di balik layar mereka tidak pernah bertengkar atau menghadapi masalah. Jadi, langkah pertama yang paling krusial: Berhenti membandingkan ‘di balik layar’ hubunganmu dengan ‘etalase’ hubungan orang lain. Itu hanya akan menyiksa dirimu sendiri dan menciptakan ekspektasi yang tidak realistis pada hubunganmu dan pasanganmu.

Reza: Setuju banget! Fokus pada kebunmu sendiri, jangan sibuk melirik rumput tetangga yang mungkin hijaunya karena pakai filter, hehe. Nah, soal Rian yang ‘like’ atau balas komen teman ceweknya… ini bagian yang butuh keberanian tetapi penting, Sarah: Komunikasi langsung ke Rian. Tapi… komunikasinya jangan pakai ‘gas’ ya. Bukan dengan marah-marah atau menuduh, “Kamu genit ya?!” atau “Kamu pasti ada apa-apa kan sama dia?!”. Itu hanya akan membuatnya defensif.

Nisa: Benar. Coba gunakan ‘I-statement’ atau kalimat ‘Aku merasa…’. Pilih waktu yang tenang, sampaikan perasaanmu dengan jujur tapi lembut. Misalnya, “Sayang (atau panggilan sayang kalian), aku mau jujur deh. Kadang aku tuh merasa sedikit cemas atau insecure kalau lihat kamu akrab banget sama si A atau si B di komen medsos. Aku tahu mungkin nggak ada apa-apa dan aku percaya kamu, tapi perasaanku jadi nggak enak saja. Aku cuma mau cerita perasaanku saja sih.” Lihat reaksinya. Komunikasi yang terbuka dan tanpa menyalahkan seperti ini memberi kesempatan pada Rian untuk memahami perasaanmu dan mungkin menjelaskan perspektifnya.

Lihat selengkapnya