Curhat Cinta Istana

Shabrina Farha Nisa
Chapter #4

Tekanan Teman Sebaya

Berani Bilang 'Tidak' Itu Keren!

(Suara jingle podcast yang sama, lembut, inspiratif, tetapi kali ini ada sedikit nada upbeat yang memberi semangat, lalu fade out)

Reza: Halo teman-teman Istana Hati! Kembali lagi bersama saya, Reza Satria…

Nisa: …dan saya, Nisa Farha. Terima kasih sudah setia mendengarkan Curhat Cinta Istana. Di episode lalu kita sudah ngobrolin soal bagaimana media sosial bisa bikin cemburu dan insecure ya. Semoga sudah mulai lebih bijak nih menyikapinya.

Reza: Iya, jangan sampai jempol lebih cepat dari pikiran ya, hehe. Nah, Bu, selain tekanan dari dunia maya, ada lagi nih tekanan yang nggak kalah sering dialami anak muda kita di dunia nyata, terutama dalam hubungan. Tekanan dari… circle pertemanan atau bahkan dari pacar sendiri!

Nisa: Betul sekali, Pak. Peer pressure atau tekanan teman sebaya. Sesuatu yang bisa terasa sangat kuat di usia remaja, di mana penerimaan dari kelompok terasa begitu penting. Tapi, tekanan ini bisa berbahaya kalau sudah mendorong kita untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai kita, kenyamanan kita, atau bahkan kesiapan kita – terutama dalam hal keintiman fisik.

Reza: Wah, ini topik yang sensitif tapi krusial banget, Bu. Karena ini menyangkut soal batasan diri, soal menghargai diri sendiri, dan soal… consent atau persetujuan. Hal-hal yang jadi fondasi penting nggak cuma buat pacaran sehat, tapi juga buat pernikahan dan kehidupan bermasyarakat nantinya.

Nisa: Tepat. Memahami dan berani mempertahankan batasan diri sejak dini itu adalah bekal yang sangat berharga. Nah, ini ada curahan hati yang sangat menyentuh dari 'Rani', usianya baru 16 tahun, yang sedang bergulat dengan tekanan ini. Silakan, Pak, dibacakan.

(Suara Reza membaca surel dengan nada serius, tetapi lembut)

Reza (membaca): "Ibu Nisa dan Bapak Reza yang baik, saya bingung sekali. Saya punya pacar, 'Dani', sudah 5 bulan. Saya sayang sama dia, tapi akhir-akhir ini dia dan teman-teman dekat kami suka menyindir atau bahkan memaksa saya untuk 'melangkah lebih jauh' dalam hubungan kami, maksudnya hubungan intim. Saya merasa belum siap sama sekali, Bu, Pak. Rasanya tidak nyaman dan takut. Tapi Dani bilang kalau saya benar-benar sayang, saya pasti mau. Teman-teman juga bilang saya 'kolot' atau 'gak asik'. Saya jadi bingung, apa saya yang salah? Haruskah saya menuruti mereka biar diterima dan Dani nggak marah? Tolong bantu saya, Bu, Pak."

(Hening sejenak, terdengar Nisa menghela napas pelan)

Nisa: Rani… peluk erat untukmu, Nak. Terima kasih sudah berani sekali menuliskan kebingungan dan ketakutanmu ini kepada kami. Dengarkan Ibu baik-baik ya: Perasaan tidak nyaman, perasaan belum siap, dan rasa takut yang kamu rasakan itu SANGAT VALID. Sangat benar. Dan perasaan itu adalah alarm dari dalam dirimu yang harus kamu dengarkan dan hormati.

Reza: Betul sekali. Itu tubuhmu, Rani. Itu hatimu. Keputusan tentang apa yang ingin kamu lakukan dengannya, kapan kamu merasa siap secara fisik maupun mental, itu 100% HAK KAMU. Tidak ada seorang pun – pacarmu, teman-temanmu, siapapun – yang berhak memaksamu, menyindirmu, atau membuatmu merasa bersalah hanya karena kamu memilih untuk menjaga batasanmu.

Nisa: Camkan ini baik-baik ya, Nak: Cinta atau sayang itu BUKAN soal pembuktian dengan melakukan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman atau takut. Cinta sejati, hubungan yang sehat, itu dibangun di atas dasar saling menghargai, saling menjaga, dan saling menghormati batasan masing-masing. Kalau Dani bilang pembuktian sayang itu adalah dengan menuruti kemauannya meskipun kamu belum siap, maaf, itu bukan cinta namanya. Itu adalah manipulasi atau pemaksaan terselubung.

Lihat selengkapnya