Episode 2.3: "Gempa" Pertama - Belajar Bertengkar Sehat tanpa Merusak
(Suara jingle podcast Bab 2 yang sama, hangat dan optimis, mungkin dengan sedikit intro musik yang lebih intens, tetapi cepat kembali tenang, lalu fade out)
Reza: Selamat datang kembali di Curhat Cinta Istana! Tempat kita ngobrolin cinta, dari yang manis-manis sampai yang… agak bikin panas dingin! Hehe. Saya, Reza Satria…
Nisa: …dan saya, Nisa Farha. Di episode lalu kita sudah membahas seni menavigasi hubungan dengan mertua ya, Pak. Kuncinya ada di komunikasi yang baik dengan pasangan sebagai tim solid. Nah, hari ini kita akan bahas ‘medan pertempuran’ lain yang pasti dihadapi semua pasangan, cepat atau lambat.
Reza: Apa tuh, Bu? Medan pertempuran bantal guling? Hehe.
Nisa: (Tersenyum kecil) Bukan, Pak. Tapi momen ketika terjadi pertengkaran hebat pertama dalam pernikahan. Momen di mana rasanya semua indah tiba-tiba retak, suara meninggi, kata-kata tajam keluar, dan setelahnya ada keheningan canggung yang menakutkan. Banyak pasangan baru yang panik saat mengalami ini, bertanya-tanya, “Apakah pernikahan kami akan begini terus? Apakah kami tidak cocok?”
Reza: Betul. Rasanya kayak ada gempa bumi kecil yang mengguncang rumah tangga yang baru dibangun ya. Bikin khawatir dan takut. Padahal, konflik itu sendiri sebenarnya bukan tanda hubungan yang buruk lho, teman-teman. Yang jadi penentu adalah: bagaimana cara kita melewati badai konflik itu? Apakah saling menghancurkan, atau justru belajar berlayar bersama dengan lebih baik setelahnya?
Nisa: Tepat sekali. Belajar ‘bertengkar secara sehat’ atau fighting fair itu adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, tapi sayangnya tidak diajarkan di sekolah manapun. Ini adalah skill yang perlu diasah bersama-sama oleh pasangan. Nah, keresahan ini dialami oleh sahabat kita, 'Fajar', 26 tahun, yang baru setahun menikah. Silakan, Pak, dibacakan curhatannya.
(Suara Reza membaca surel dengan nada serius dan penuh empati)
Reza (membaca): "Pak Reza dan Bu Nisa, saya butuh pencerahan. Minggu lalu saya dan istri saya, 'Gina', mengalami pertengkaran hebat pertama kami. Pemicunya sebenarnya sepele, soal rencana liburan akhir tahun, tapi entah kenapa jadi merembet ke mana-mana, sampai ke masalah uang dan keluarga masing-masing. Kami saling teriak, mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakitkan, bahkan mengungkit kesalahan kecil di masa lalu yang nggak ada hubungannya. Jujur, ada kata-kata saya yang saya sesali. Akhirnya kami saling diam selama dua hari. Sekarang sih sudah baikan sedikit, tapi saya khawatir sekali, Pak, Bu. Rasanya kok menakutkan ya pernikahan kalau begini? Apakah kami akan terus saling menyakiti saat berbeda pendapat? Bagaimana sih caranya 'bertengkar' yang benar tanpa merusak hubungan kami?"
(Hening sejenak)
Nisa: Fajar… terima kasih sudah berbagi pengalaman yang pasti terasa sangat tidak nyaman dan menakutkan ini ya. Wajar sekali kalau kamu merasa khawatir. ‘Gempa’ pertama itu seringkali meninggalkan getaran rasa takut dan ragu. Tapi, kabar baiknya, Fajar, adalah: konflik itu sendiri tidak bisa dan tidak perlu dihindari dalam pernikahan. Dua kepala dengan latar belakang, keinginan, dan cara pandang berbeda, pasti sesekali akan bergesekan. Yang perlu diubah bukan konfliknya, tapi cara kalian berdua menanggapinya.
Reza: Setuju. Anggap saja konflik itu seperti hujan badai. Pasti akan datang sesekali. Yang penting bukan bagaimana cara menghentikan hujannya, tapi bagaimana cara kita membangun rumah yang kokoh dengan atap yang kuat dan saluran air yang baik agar rumahnya tidak rusak diterjang badai. Kami sendiri juga… wah, belajar soal ini butuh proses panjang, Bu. Tidak otomatis langsung jago bertengkar sehat!
Nisa: (Mengangguk) Yang pertama dan paling fundamental, Fajar dan Gina, dan semua pasangan: Ingatlah selalu tujuan utama berdebat atau berargumen dengan pasangan. Tujuannya BUKAN untuk MENANG, bukan untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah. Tujuannya adalah untuk SALING MEMAHAMI sudut pandang masing-masing dan MENCARI SOLUSI BERSAMA. Kalau tujuannya sudah ‘aku harus menang’, pasti yang keluar adalah serangan, pembelaan diri, dan saling menyakiti.