Episode 3.5: Juggling Kehidupan - Sibuk Boleh, Jauh Jangan!
(Suara musik pengenal bab 3 yang sama, tenang, dewasa, dan reflektif, mungkin dengan sedikit irama yang menggambarkan kesibukan, tetapi tetap harmonis, lalu meredup)
Reza: Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Selamat datang kembali di Curhat Cinta Istana, teman-teman. Masih bersama saya, Reza Satria…
Nisa: …dan saya, Nisa Farha. Pada episode lalu kita sudah membicarakan tantangan Generasi Pelapis ya, Pak. Bagaimana rasanya terjepit di antara mengurus anak dan merawat orang tua. Luar biasa memang perjuangan mereka. Nah, hari ini kita akan membahas 'perjuangan' lain yang juga sangat sesuai dengan pengalaman banyak pasangan modern, terutama yang keduanya bekerja dan memiliki anak.
Reza: Perjuangan apa lagi ini, Bu? Sepertinya hidup ini isinya perjuangan terus, ya? (tertawa kecil)
Nisa: (Tersenyum) Perjuangan menyeimbangkan semuanya! Sebuah kepiawaian tingkat tinggi dalam mengatur berbagai peran antara karier yang menuntut, tanggung jawab mengurus anak, mengelola rumah tangga, memiliki waktu untuk diri sendiri (jika sempat!), dan yang paling penting tetapi sering kali menjadi korban pertama: menjaga kedekatan dan waktu berkualitas dengan pasangan. Rasanya waktu 24 jam sehari itu tidak pernah cukup, ya?
Reza: Tepat sekali! Pulang kerja sudah lelah, disambut rentetan tugas rumah dan rengekan anak, tahu-tahu sudah malam, badan terasa penat, tinggal sisa tenaga untuk berbaring sambil menelusuri ponsel atau langsung tidur. Janganlah berkencan romantis, berbincang santai berdua saja kadang sudah menjadi hal langka. Akibatnya, pelan-pelan tetapi pasti, pasangan bisa merasa semakin jauh, meskipun setiap hari bertemu di rumah yang sama.
Nisa: Nah, perasaan lelah, kewalahan, dan khawatir mulai menjauh inilah yang dialami oleh sahabat kita, pasangan 'Mira & Danu', usia akhir 30-an dengan dua anak. Mari kita dengarkan curahan hati mereka yang mewakili banyak pasangan di luar sana.
(Suara Nisa membaca surel dengan nada penuh pemahaman dan empati)
Nisa (membaca): "Ibu Nisa, Bapak Reza, kami berdua adalah pengagum bagaimana kalian tampak dapat menyeimbangkan semuanya dengan begitu baik. Kami? Terus terang, rasanya gagal total. Saya (Mira) dan suami saya (Danu) sama-sama memiliki karier yang cukup menuntut dan kami sama-sama berkomitmen pada pekerjaan kami. Pulang kerja sering kali sudah sore atau malam dalam kondisi lelah. Sampai di rumah, langsung disambut urusan anak-anak (makan, mandi, pekerjaan rumah sekolah, cerita sekolah), lalu sedikit urusan rumah yang tidak ada habisnya. Tahu-tahu sudah pukul 9 atau 10 malam, anak-anak tidur, dan kami berdua tinggal memiliki sisa tenaga untuk bersih-bersih sedikit lalu tidur. Kami jarang sekali memiliki waktu berbincang berdua yang benar-benar berkualitas, apalagi berkencan seperti dahulu. Waktu berkualitas bersama anak-anak pun rasanya terburu-buru dan tidak maksimal karena sambil mengerjakan banyak hal sekaligus. Kami khawatir kami mulai menjauh sebagai pasangan, dan juga merasa bersalah karena tidak dapat 'hadir' sepenuhnya sebagai orang tua. Kami lelah sekali rasanya, fisik dan mental. Adakah saran bagaimana kami dapat mulai memperbaiki ritme hidup yang terasa kacau ini?"
(Hening sejenak)
Reza: Mira, Danu… aduh, ini seperti mendengar ‘lagu kebangsaan’ banyak pasangan di generasi kita, ya? Merasa seperti hamster yang terus berlari di dalam roda, capai, berputar terus, tetapi tidak merasa benar-benar sampai ke tujuan yang diinginkan: yaitu kebahagiaan dan kedekatan yang mendalam dengan keluarga. Rasa lelah fisik dan mental itu sangat nyata dan tidak dapat diabaikan. Terima kasih sudah berani menyuarakannya dan mencari solusi.
Nisa: Tepat sekali. Yang pertama perlu kalian sadari, Mira dan Danu, kalian tidak sendirian dalam merasakan ini. Tuntutan hidup modern, terutama di kota besar, memang sering kali terasa begitu menyesakkan. Standar kesuksesan karier tinggi, standar pengasuhan anak juga semakin kompleks. Akan tetapi, bukan berarti kita harus pasrah saja pada keadaan dan membiarkan hubungan kita dengan orang terkasih menjadi korban. Menemukan keseimbangan itu bukan sulap atau sihir, melainkan hasil dari PILIHAN SADAR, PENETAPAN PRIORITAS, dan BATASAN yang TEGAS.