Episode 4.3: Memaafkan Itu Melegakan - demi Kedamaian Hati Sendiri
(Suara jingle podcast bab 4 yang sama, tenang, introspektif, dengan melodi yang memberi nuansa kelegaan dan kedamaian, lalu fade out)
Nisa: Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Selamat datang kembali di Curhat Cinta Istana, teman-teman. Ruang kita untuk merenung, menyembuhkan, dan melepaskan beban. Saya, Nisa Farha…
Reza: …dan saya, Reza Satria! Di episode lalu kita sudah bicara soal seni yang sulit, tapi perlu: mengikhlaskan dan melepaskan apa yang memang harus pergi ya, Bu. Belajar move on demi kedamaian hati.
Nisa: Betul, Pak. Dan hari ini kita akan membahas ‘saudara kandung’ dari mengikhlaskan, yaitu memaafkan. Sebuah kata yang punya kekuatan luar biasa untuk memutus rantai kepahitan dan membebaskan hati kita dari penjara masa lalu. Tapi, seringkali juga menjadi salah satu hal tersulit untuk dilakukan, terutama jika luka yang ditorehkan begitu dalam.
Reza: Iya, memaafkan orang yang sudah menyakiti kita, mengkhianati kepercayaan kita, atau bahkan memaafkan diri kita sendiri atas kesalahan atau penyesalan di masa lalu. Rasanya kadang tidak adil ya? Kenapa kita yang harus repot-repot memaafkan padahal kita yang jadi korban? Atau bagaimana bisa memaafkan kalau rasa sakitnya masih terasa begitu nyata?
Nisa: Pertanyaan-pertanyaan itu sangat wajar muncul. Dan penting sekali untuk kita pahami bersama apa sih sebenarnya makna memaafkan itu? Apakah sama dengan melupakan? Apakah berarti kita membenarkan perbuatan salah? Jawabannya: tidak. Memaafkan itu jauh lebih dalam dan, percayalah, manfaat terbesarnya justru untuk diri kita sendiri. Mari kita bahas ini lebih lanjut, dengan belajar dari curahan hati sahabat kita, 'Hesti', 40 tahun. Silakan, Pak.
(Suara Reza membaca surel dengan nada serius dan penuh pengertian)
Reza (membaca): "Pak Reza, Bu Nisa, saya butuh saran soal memaafkan. Beberapa tahun lalu, suami saya melakukan kesalahan besar terkait keuangan keluarga yang membuat kami sempat terpuruk cukup parah. Singkat cerita, dia sudah mengakui kesalahannya, meminta maaf dengan sangat tulus berkali-kali, dan sejak itu dia benar-benar berubah drastis menjadi jauh lebih bertanggung jawab dan hati-hati soal uang. Kami memutuskan untuk melanjutkan pernikahan kami dan mencoba membangun kembali semuanya. Masalahnya ada di saya, Pak, Bu. Sampai sekarang, meskipun secara lisan saya sudah bilang 'iya, saya maafkan', tapi nyatanya setiap kali kami bertengkar soal hal lain (yang tidak ada hubungannya dengan uang), atau saat saya merasa sedikit tidak aman secara finansial, saya tanpa sadar sering sekali mengungkit-ungkit kesalahan fatalnya di masa lalu itu. Saya tahu ini tidak sehat untuk hubungan kami, saya tahu ini menyakiti suami saya yang sudah berusaha keras memperbaiki diri. Tapi rasanya sulit sekali untuk benar-benar melepaskan rasa sakit, kecewa, dan kemarahan dari masa lalu itu. Bagaimana ya caranya agar saya bisa benar-benar memaafkan dari hati dan berhenti menjadikan masa lalu sebagai senjata?"
(Hening sejenak)
Nisa: Hesti… terima kasih sudah begitu jujur dan berani mengakui pergulatan batinmu ini ya. Sangat, sangat bisa dipahami mengapa sulit sekali melepaskan luka yang begitu dalam, apalagi jika menyangkut rasa aman dasar seperti kepercayaan dan keamanan finansial keluarga. Itu adalah luka pada fondasi. Dan pola mengungkit kesalahan lama saat sedang marah atau merasa terancam itu seringkali menjadi mekanisme pertahanan diri yang muncul tanpa kita sadari, mungkin sebagai cara untuk merasa ‘lebih unggul’ atau ‘memegang kendali’ sesaat dalam pertengkaran.
Reza: Tapi seperti yang Hesti sadari sendiri, mekanisme pertahanan ini justru bersifat destruktif dalam jangka panjang. Itu seperti terus menerus menuang garam di luka lama – lukanya tidak akan pernah benar-benar sembuh. Itu meracuni keintiman yang sedang berusaha dibangun kembali, membuat suami merasa usahanya sia-sia, dan yang paling penting, itu membuat hati Hesti sendiri terus menerus terbebani oleh kemarahan dan kepahitan masa lalu.
Nisa: Nah, mari kita luruskan dulu persepsi tentang memaafkan. Hesti, dan teman-teman semua: