Curhat Cinta Istana

Shabrina Farha Nisa
Chapter #27

Wajar jika Ada Rasa....

Episode 5.4: Sarang Kosong, Hati Tak Ikut Kosong - Menemukan Kembali “Kita” setelah Anak Dewasa

(Suara jingle podcast bab 5 yang sama, tenang, dewasa, dan reflektif, mungkin dengan sentuhan musik yang sedikit melankolis di awal namun perlahan menjadi lebih optimis, lalu fade out)

Nisa: Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Selamat datang kembali, teman-teman Istana Hati, di ruang obrolan kita. Saya, Nisa Farha…

Reza: …dan saya, Reza Satria! Di episode lalu kita sudah ngobrolin soal beratnya beban generasi sandwich ya, Bu. Menjaga kewarasan saat terjepit di antara anak dan orang tua. Semoga obrolan kita memberi sedikit kekuatan. Nah, hari ini kita akan loncat ke fase kehidupan berikutnya yang juga penuh gejolak emosi, tapi dengan nuansa yang berbeda.

Nisa: Betul, Pak. Momen ketika tugas utama kita sebagai orang tua dalam membesarkan anak-anak seolah sudah ‘selesai’. Momen ketika si bungsu akhirnya mengepakkan sayapnya, terbang meninggalkan ‘sarang’ untuk kuliah, bekerja, atau menikah. Momen yang sering disebut Empty Nest Syndrome atau Sindrom Sarang Kosong.

Reza: Ah, fase yang campur aduk ya rasanya. Di satu sisi kita bangga luar biasa melihat anak kita mandiri, siap menaklukkan dunia. Tapi di sisi lain… rumah tiba-tiba terasa sepi, rutinitas berubah drastis, dan muncul pertanyaan besar di benak pasangan yang ditinggal: “Terus… kita ngapain sekarang?” Ada perasaan hampa, kehilangan arah, atau bahkan bingung bagaimana berinteraksi lagi sebagai pasangan setelah puluhan tahun fokus utama tertuju pada anak-anak.

Nisa: Perasaan ini sangat nyata dan dialami oleh banyak sekali orang tua. Dan ini akan kita bahas lebih dalam, terinspirasi dari curahan hati pasangan ‘Ratna dan Heru’, usia 50-an, yang baru saja melepas anak bungsu mereka. Silakan, Pak Reza.

(Suara Reza membaca surel dengan nada lembut dan penuh pemahaman)

Reza (membaca): "Bu Nisa dan Pak Reza, anak bungsu kami baru saja berangkat kuliah ke luar negeri bulan lalu. Rasanya rumah jadi sepi sekali. Kami berdua tentu sangat bangga dan bahagia untuknya, tapi sejujurnya, kami berdua merasa agak 'hilang arah' sekarang. Selama hampir 25 tahun terakhir, hidup kami, obrolan kami, fokus kami, rasanya selalu berputar di sekitar jadwal sekolah, les, masalah pertemanan, atau masa depan anak-anak. Sekarang, tiba-tiba kami punya banyak sekali waktu luang berdua di rumah, tapi kami bingung mau melakukan apa atau bicara apa selain soal kabar anak nun jauh di sana. Saya (Ratna) merasa sedih dan hampa hampir setiap hari, rasanya ada bagian besar dari hidup saya yang hilang. Sementara suami saya (Heru) kelihatannya sih baik-baik saja, tapi dia jadi lebih banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan di kantor sampai malam atau tenggelam dalam hobinya sendiri di akhir pekan. Kami jadi jarang ngobrol atau melakukan kegiatan bersama. Bagaimana ya caranya kami mengisi 'kekosongan' ini dan menemukan kembali koneksi kami sebagai pasangan, bukan hanya sebagai 'Ayah dan Ibu'?"

(Hening sejenak)

Nisa: Ratna, Heru… terima kasih sudah berbagi perasaan yang begitu jujur dan mewakili banyak pasangan di fase ini ya. Perasaan sedih, hampa, bingung, merasa kehilangan arah setelah anak terakhir meninggalkan rumah itu SANGAT WAJAR. Ini adalah transisi kehidupan yang besar. Sama besarnya seperti saat pertama kali menjadi orang tua dulu. Setelah bertahun-tahun mendedikasikan sebagian besar waktu, energi, dan identitas kita pada peran sebagai orang tua aktif, wajar jika ada rasa duka saat peran itu berubah drastis. Izinkan diri kalian berdua untuk merasakan dan mengakui perasaan itu dulu ya. Jangan merasa aneh atau bersalah karena merasa sedih.

Reza: Betul. Tapi, setelah memberi ruang untuk rasa duka itu, penting sekali untuk mulai menggeser perspektif. Lihatlah fase ini bukan hanya sebagai ‘kehilangan’, tapi juga sebagai PELUANG EMAS. Peluang untuk apa?

  1. Peluang untuk menemukan kembali diri kalian sebagai individu, dengan minat dan keinginan yang mungkin sempat terpendam selama sibuk mengurus anak.
  2. Dan yang tidak kalah penting, peluang emas untuk menemukan kembali dan memperkuat identitas kalian sebagai PASANGAN KEKASIH, bukan hanya sebagai rekan orang tua atau manajer rumah tangga. Ini bisa jadi ‘bulan madu kedua’ kalau kalian menyikapinya dengan benar!

Lihat selengkapnya