Curhat Cinta Istana

Shabrina Farha Nisa
Chapter #28

Banyak Waktu Luang

Episode 6.1: Pensiun Bersama - Babak Baru, Visi Sama atau Beda?

(Suara jingle podcast bab 6 yang tenang, bijak, dan memberi inspirasi untuk masa depan, mulai terdengar, lalu menguat dan fade out)

Nisa: Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Selamat datang kembali di Curhat Cinta Istana, teman-teman Istana Hati. Saya, Nisa Farha…

Reza: …dan saya, Reza Satria! Di episode lalu kita sudah membahas fase ‘sarang kosong’ ya, Bu. Bagaimana menemukan kembali diri dan pasangan setelah anak-anak dewasa. Nah, hari ini kita akan melangkah ke gerbang kehidupan berikutnya yang juga seringkali dinanti-nanti, tapi juga bisa menyimpan ‘kejutan’ jika tidak dipersiapkan dengan baik.

Nisa: Betul sekali, Pak. Masa purna tugas atau pensiun. Momen di mana rutinitas kerja yang mungkin sudah dijalani selama puluhan tahun tiba-tiba berhenti. Banyak yang membayangkannya sebagai masa-masa emas untuk bersantai, menikmati hidup, melakukan hal-hal yang dulu tertunda. Tapi… bagaimana jika bayangan ‘masa emas’ antara suami dan istri ternyata berbeda?

Reza: Nah, ini dia! Yang satu membayangkan hari-hari tenang di rumah, berkebun dan baca koran. Yang satu lagi membayangkan keliling dunia atau aktif di kegiatan sosial. Tiba-tiba punya waktu 24 jam sehari bersama pasangan setelah puluhan tahun punya rutinitas masing-masing, itu bisa jadi anugerah, tapi bisa juga jadi… sumber konflik baru kalau ekspektasinya nggak ketemu!

Nisa: Karena itu, perencanaan masa pensiun itu bukan hanya soal finansial, tapi juga soal menyelaraskan visi dan gaya hidup sebagai pasangan. Dan ini sangat relevan dengan curahan hati dari pasangan 'Endang dan Joko', usia awal 60-an, yang sebentar lagi akan memasuki masa pensiun bersamaan. Mari kita simak kegalauan antisipatif mereka. Silakan, Bu Endang… eh, saya lagi yang baca ya. Hehe.

(Suara Nisa membaca surel dengan nada hangat dan sedikit geli)

Nisa (membaca): "Bu Nisa, Pak Reza, salam hormat. Saya (Endang) dan suami saya (Joko) sama-sama akan pensiun dari pekerjaan kami masing-masing akhir tahun ini. Kami tentu senang akhirnya punya banyak waktu luang setelah puluhan tahun bekerja keras. Tapi belakangan ini, setiap kali kami mulai mengobrol santai tentang rencana masa pensiun nanti, kok rasanya visi kami berbeda sekali ya? Joko membayangkan hari-hari tenang di rumah, fokus berkebun di halaman belakang, baca koran pagi-pagi, sesekali main catur dengan teman-teman kompleks. Pokoknya santai total katanya. Sementara saya, terus terang, justru membayangkan sebaliknya! Saya ingin tetap aktif, mungkin ikut kegiatan sosial di lingkungan, traveling ke tempat-tempat yang dulu cuma bisa saya lihat di majalah, atau mungkin ikut kursus melukis yang dari dulu saya impikan tapi nggak sempat karena sibuk kerja dan urus anak. Saya jadi khawatir, Bu, Pak. Jangan-jangan masa pensiun yang kami bayangkan indah ini malah jadi sumber pertengkaran baru karena beda keinginan? Kami belum pernah benar-benar merencanakan ini secara detail sebelumnya, hanya angan-angan saja."

(Hening sejenak)

Reza: Endang, Joko… terima kasih sudah berbagi ‘peta’ masa depan yang ternyata punya dua arah berbeda ini ya! Hehe. Ini penting sekali untuk disadari SEBELUM benar-benar masuk ke masa pensiun. Justru bagus sekali kalian mulai membicarakannya sekarang, daripada nanti kaget di hari pertama pensiun dan langsung ‘perang’ visi. Sangat umum lho pasangan punya bayangan berbeda tentang masa pensiun, karena mungkin selama puluhan tahun fokusnya lebih ke pekerjaan dan membesarkan anak, belum sempat benar-benar memikirkan, “Setelah ini, ‘kita’ mau jadi seperti apa ya?”

Nisa: Betul. Jadi, jangan lihat perbedaan visi ini sebagai masalah besar yang mengancam, tapi lihatlah ini sebagai titik awal diskusi yang sangat penting dan menarik! Anggap ini kesempatan emas untuk merancang 'babak ketiga' kehidupan kalian BERDUA, dengan cara yang menghargai keinginan dan kebutuhan masing-masing sebagai individu yang sudah bekerja keras sepanjang hidup. Kuncinya sama seperti di fase-fase sebelumnya: komunikasi terbuka, saling memahami, dan mencari kompromi.

Reza: Bagaimana cara memulainya? Coba lakukan latihan kecil ini:

Lihat selengkapnya