John Beauregard mengambil sebuah amplop lusuh dan tipis dari dalam tasnya.
“Apa isinya?” Tanya Willem sambil membuka amplop itu.
“Intinya sebuah peringatan agar ibumu dan keluarganya menjauhi tempat ini.” Dengan suara bernada rendah John Beauregard berkata. “Dia juga memperingatkan untuk jangan menjual rumah dan tanah di bukit ini kepada siapa pun. Biarkan tanah dan bangunan ini tetap terbengkalai seperti sekarang.”
“Untuk apa kakekku mengatakan itu?” Tanya Willem sambil menutup kembali amplop itu. Mendadak ia kehilangan minat untuk membaca isi surat itu.
“Entahlah.” John menggelengkan kepalanya. “Aku hanya menjalankan tugasku untuk mengurus harta milik Anda agar tetap menjadi milik Anda. Mengenai apa yang akan Anda lakukan pada tanah dan bangunan ini, kuserahkan sepenuhnya padamu. Tapi, aku serius ketika mengatakan, harta kalian sudah lebih dari cukup. Kalau kalian mengharapkan mendapat uang dari hasil menjual bukit dan bangunan ini, hasilnya tidak seberapa. Jadi saranku, jalankan saja wasiat kakekmu.”
“Apa Anda menyarankanku untuk menelantarkan tempat ini?”
“Itu semua berada di tangan Anda Mr. Willem Denier.” John Beauregard bangkit dari duduknya. “Sekarang hari sudah sore, bagaimana kalau kita kembali ke kota dan menginap di hotel malam ini. Aku sudah memesan sebuah kamar yang cukup…”
“Eh…, Mr. Beauregard. Kalau boleh, aku memilih untuk bermalam di sini?”
“Apa?” John mengerutkan dahinya. Kemudian ia melirik ke kiri dan ke kanan sebelum melanjutkan ucapannya dengan berbisik. “Mr. Willem, apa tidak salah? Aku tidak suka mengatakan ini, tapi …, di kota aku diperingati oleh semua orang yang tahu apa tujuan kedatanganku ke rumah ini. Mereka semua mengatakan kalau rumah ini telah dikutuk oleh Isabelle Herlocker.”
“Apa maksud Anda?”
“Dengar, sebelum kematiannya, Isabelle Herlocker mengutuk rumah dan keluarga Craft agar selalu di timpa kemalangan.” Ujar John Beauregard dengan tatapan waspada. “Kemalangan di sini, bukanlah kemalangan duniawi. Tetapi, jiwa keluarga Craft akan diseret ke neraka. Anda berdua adalah keturunan terakhir keluarga Craft. Apa Anda .…”
“Mr. Beauregard, apa Anda dengar ucapan Anda sendiri? Tidakkah itu sangat melantur dan ngawur?”
John Beauregard menyeret Willem Denier ke sudut ruangan. Kemudian ia melanjutkan ucapannya dengan suara jauh lebih rendah.
“Dengar, dalam surat kakek Anda telah ditegaskan kalau rumah dan tanah di bukit ini harus dibiarkan terbengkalai.”
“Teruskan.” Willem mengangguk.
“Lalu apa gunanya Fritz dan Emma Harlowe ada di sini.” Tukas John. “Semua harta peninggalan keluarga Craft telah dibawa ibu Anda ke Vancouver. Siapa yang membayar upah Fritz dan Emma Harlowe? Siapa pula yang mempekerjakannya?”
Willem terdiam saat mendengarnya.
“Selain itu, orang-orang di kota mengatakan kalau Fritz itu…”
Secara tiba-tiba pintu terbuka. Sehingga angin kencang dan air hujan yang deras masuk ke dalam.
“Mr. Beauregard matahari sudah hampir terbenam, apa Anda bersedia untuk menginap di rumah ini?” Tanya seorang pria tua bertubuh tinggi dan tegap. Tingginya nyaris 1,9 meter dan tubuhnya terlihat memiliki otot-otot kering yang menonjol. Pria itu mengenakan sebuah jas hujan berwarna hijau tua dan tangannya memegang sekop. Rupanya pria tua ini adalah Fritz sang penjaga rumah. "Saya memang hanya mampu menjamu Anda sekedarnya, tetapi saya berani menjamin, rumah ini akan sangat nyaman untuk dipakai menginap."
“Eh…, tidak…” Secara tiba-tiba, John terdengar sangat gugup. “Aku sudah pesan kamar hotel di pusat kota.”
“Sayang sekali.” Bibir tipis Fritz tersenyum di balik kumis dan jenggot putihnya yang lebat. Kemudian matanya beralih pada Willem. “Bagaimana dengan Anda, Mr. Denier. Apa Anda mau menginap? Rumah ini pasti akan merasa senang ada keturunan keluarga Craft yang terhormat kembali tinggal di dalamnya.”
Willem merasakan ada nada kemarahan saat Fritz menyebut nama keluarga Craft. Namun pemuda itu memilih untuk tidak memedulikannya.
“Sebenarnya, Mr. Willem akan ikut denganku ke…” John berkata dengan nada gelisah.
“Dengan senang hati aku menginap di sini.” Willem memotong ucapan John.
“Itu bagus sekali.” Fritz menyeringai dan memamerkan gigi-gigi panjangnya yang terlihat kekuningan. “Aku akan segera merapikan kamar utama. Silahkan Mr. Denier bersantai dulu di sini.”
“Terima kasih.” Balas Willem.
John Beauregard menunggu hingga Fritz berlalu dari tempatnya sebelum ia berkata pada Willem dengan nada suara panik dan cemas.
“Apa Anda sudah gila!” Tukasnya. “Tidakkah Anda mendengar ucapanku selama satu jam terakhir ini?”
“Mr. Beauregard, mungkin Anda sudah dihantui rasa takut karena semua cerita itu. Kumohon tenang.” Dengan santai Willem berkata. “Lagipula kalau ada apa-apa, aku bisa melarikan diri dengan mobilku ke kota. Jaraknya hanya tiga puluh menit dari sini, ‘kan?”
“Tapi…”
“Mr. Beauregard, usiaku sudah 24 tahun. Aku sudah cukup dewasa untuk membuat keputusanku sendiri.” Willem berkata dengan nada tegas. “Rumah ini adalah peninggalan keluarga ibuku yang tidak pernah kuketahui sebelumnya. Siapa tahu, dengan tinggal di sini, aku bisa mengenal siapa ibuku dan keluarganya.”
John Beauregard mendesah.
“Tidak ada ucapanku yang bisa mengurungkan niat Anda, ya?”
“Aku sudah memutuskan.” Willem mengangguk. “Maaf.”
“Kalau begitu, tolong antar aku ke mobilku.” Ujar John Beauregard sambil berjalan menuju pintu.
“Anda tidak mau menunggu Fritz?”
“Justru aku sengaja menghindarinya.” John tersenyum. Di tengah langkahnya, pengacara bertubuh gemuk itu berhenti. “Oh, tolong tenangkan jiwaku ini dengan menerima pemberian kecil ini.”
John Beauregard membuka tas-nya dan menyerahkan sebuah benda.
“Pistol?” Willem mengerutkan keningnya. “Untuk apa Anda memberiku benda berbahaya semacam ini?”
“Anda akan tinggal sendirian di dalam rumah tua yang besar di tengah hutan dengan hanya di temani oleh pria yang tidak pernah kau kenal sebelumnya.” John Beauregard menjawab dengan nada rendah. “Percayalah Anda akan sangat membutuhkannya.”
“Tapi, aku tidak tahu cara menggunakannya.”
“Biar kuberi kursus kilat.” John maju dan mengambil alih pistol dari tangan Willem. “Pistol ini bernama Glock-17. Asalnya dari Austria dengan ukuran peluru 9 mm dengan kapasitas peluru di magasin 20 buah. Keakuratannya berjarak antara 20 hingga 25 meter dari sasaran. Jadi, janganlah melepaskan tembakan sampai sasaran Anda berada dalam jarak tembak. Mengerti?”
“Aku mengerti.”
“Bagus.” John mengembalikan pistol kembali pada Willem dan kemudian ia membuka pintu. “Berhati-hatilah dan jangan ragu menghubungiku kalau Anda mendapat masalah.”
“Terima kasih, Mr. Beauregard.” Willem menganggukan kepalanya pada John yang tengah membuka payungnya.
Pemuda itu terus memperhatikan John Beauregard hingga pengacara itu masuk ke mobilnya dan mengarahkannya keluar pekarangan rumah keluarga Craft yang suram.
“Mr. Denier, kamar Anda sudah saya bersihkan.” Tiba-tiba terdengar suara Fritz yang serak dari arah belakangnya. “Anda bisa beristirahat di dalam sambil menunggu makan malam.”
“Terima kasih, Fritz.” Willem baru berjalan beberapa langkah sebelum ia menghentikan langkahnya. “Bodohnya aku, di mana kamarku?”