Cursed on the Witching Hours

Roy Rolland
Chapter #7

In the Land of Dream

"Takdir telah menyatukan kita. Kita adalah pasangan. Dilahirkan untuk saling menemani. Dengan demikian, Pangeran telah menjadi satu-satunya orang di hati Dinda dan begitu juga Dinda di hati Pangeran.” Isabelle berkata sambil tersenyum. 

"Tapi ...." Willem sulit menemukan kata-kata.

“P-pangeran ragu? Begitu rupanya .…” Dengan tatapan sendu, Isabelle mengalihkan pandangannya. “Rupanya Dinda tidak cukup baik untuk menjadi pasangan Pangeran.”

“Bukan itu maksudku, jangan salah paham.” Tukas Willem dengan gugup.

Kenapa sih aku harus ambil pusing. Bukankah ini hanya mimpi. Mimpi tidak nyata dan hanya bunga tidur. Bukankah lebih baik kalau aku menikmatinya saja.

“Eh …,maksudku adalah, aku hanyalah orang biasa. Aku sama sekali tidak istimewa.” Willem menjadi salah tingkah. "Tapi selama ini, kau selalu bersikap, seakan aku ini adalah orang yang luar biasa. Aku tidak merasa seperti itu. Aku tidak merasa pantas untuk bersanding dengan gadis secantik dan seanggun dirimu."

Dengan manis, Isabelle tertawa kecil.

"Sikap yang pangeran tunjukan telah membuktikan kalau pangeran adalah pemuda yang baik." Isabella berkata dengan suaranya yang enak didengar. "Ketampanan Pangeran tidaklah berasal dari fisik belaka, melainkan juga terpancar dari hati. Itulah yang telah membuat Pangeran telah mencuri hati Dinda."

Isabelle bangkit dari singgasananya.

"Setelah mendengar pengakuan Dinda, apakah Pangeran sudi menerima Dinda?" Isabelle menunduk memberi hormat dengan anggun.

"Jangan seperti ini. Ini sungguh tidak pantas. Baiklah, kalau kau memang tidak berkeberatan."

"Sungguh?"

Sebagai jawaban, Willem menganggukkan kepalanya.

“Kalau begitu .…” Isabelle mengulurkan tangannya. “Sudikah kiranya Pangeran menemani Dinda.”

“Dengan senang hati.” Willem mengalihkan perhatiannya pada Tubby yang turun dari bahunya. “Tubby, kau mau kemana?”

“Aku tidak mau mangganggu.” Ujar Tubby. “Aku akan menunggu Master di sini.”

“Baiklah kalau begitu.” Willem menganggukan kepalanya.

Dengan jantung berdebar, Willem meraih tangan Isabelle dan kemudian menggenggamnya dengan erat.

Ini memang pasti mimpi. Di dunia nyata, Isabelle bekerja menjadi pelayan di rumah keluarga Craft. Mustahil dia punya telapak tangan sehalus ini.

Keduanya kemudian berjalan. Menyusuri pinggiran hutan yang tertata dengan indah. Sesekali pula, Willem melihat sekumpulan peri yang menunduk memberi hormat sebelum kembali terbang ke arah kediaman mereka yang terletak jauh di kedalaman hutan.

Isabelle mengajak Willem menyusuri sebuah jalan kecil yang terbuat dari bata yang berwarna keemasan. Penasaran, Willem bertumpu pada lutut kirinya dan memeriksa bata yang menjadi alasnya berjalan.

“Bata ini adalah batangan emas?” Willem bersiul pelan. “Sungguh ajaib.”

“Negeri ini adalah negeri yang kaya, iyakan?”

“Walau begitu, negeri ini adalah negeri mimpi.” Willem kembali menegaskan. “Berarti negeri ini tidak nyata, iyakan? Semua hal yang ada di sini, seperti Tubby, Bailey bahkan dirimu hanyalah hasil dari imajinasiku sendiri.”

“Jangan terlalu dipikirkan, Pangeran.” Isabelle tersenyum. “Bagaimana kalau sekarang kita kembali berjalan.”

Isabelle dan Willem masuk semakin dalam ke dalam hutan yang rimbun. Namun, dengan ajaibnya, setiap pohon dan binatang di dalamnya mengeluarkan cahayanya sendiri yang berpendar menerangi hutan yang tidak terpapar cahaya purnama.

Di tengah perjalanan, Willem melihat seekor binatang seukuran ibu jari melintas di hadapannya dan kemudian memakan buah-buah berry yang jatuh di tanah.

“Aku tidak pernah melihat binatang ini sebelumnya.” Komentar Willem takjub.

Pemuda itu berjongkok di dekat seekor hewan bertubuh bulat dan berbulu lebat bagaikan perpaduan antara hamster dan biri-biri berukuran mungil. Sambil membujuk, Willlem meletakkan telapak tangannya ke bawah. Agar binatang bulat berbulu putih itu naik ke atas telapak tangannya.

“Spesies baru selalu tercipta setiap harinya. Dinda tidak tahu binatang jenis apa ini.” Ujar Isabelle. “Bagaimana kalau Pangeran yang memberi nama?”

“Aku…?” Willem tertawa. “Tidak, tidak, aku tidak merasa pantas.”

“Janganlah ragu, Pangeran.” Isabelle berkata dengan suaranya yang lembut. “Dinda adalah penguasa tempat ini. Pangeran Willem adalah pasangan Dinda. Jadi, janganlah Pangeran merasa ragu lagi.”

“Kalau begitu binatang ini akan kunamakan…” Willem tertawa sendiri dengan hasil pemikirannya. “Pilowol. Bagaimana menurutmu?”

“Pilowol?” Isabelle mengerutkan dahinya.

“Ya, dia berbentuk bulat dan lucu dengan bulu tebal.” Willem berkata sambil membelai binatang itu dengan jari telunjuknya. “Jadi aku menamakan Pilowol yang merupakan gabungan kata antara pillow[1] dengan wol.”

Saat mendengar itu Isabelle tertawa . Kepalan tangannya yang mungil menutupi mulutnya dengan sikap anggun.

“Hei, kenapa kau tertawa.” 

“Tidak…., hanya saja…,” Isabelle berkata di sela gelaknya. “Nama itu lucu sekali. Entah dari mana Pangeran mendapat ide untuk nama selucu itu.”

“Nama itu terlintas begitu saja di dalam kepalaku.” Jawab Willem apa adanya.

“Pangeran sangat pintar.” Isabelle membelai pipi Willem dengan lembut sebelum ia memberi tanda agar Willem kembali mengikutinya. “Apa pangeran tahu?”

“Apa itu?”

“Tempat yang mau Dinda tunjukkan pada Pangeran, sebenarnya adalah tempat rahasia Dinda.”

“Kenapa kau membutuhkan tempat rahasia?”

“Karena…,” Dengan wajah bersemu merah Isabelle melanjutkan ucapannya. “Sesungguhnya Dinda adalah gadis yang sederhana. Dinda tidak suka keramaian dan Dinda ingin mempunyai waktu sendiri untuk sekedar membaca atau menikmati malam yang cerah.”

“Itu menyenangkan sekali.” Komentar Willem.

“Di dunia ini, bulan selalu purnama dan bersinar terang .” Isabelle memetik sebuah bunga dan kemudian menyelipkannya di telinganya. “Apa Pangeran tahu? Seluruh tumbuhan, tanah dan bebatuan di sini terlihat seperti mengeluarkan cahayanya sendiri karena menyerap cahaya purnama.”

“Apa penyebabnya? Apakah cahaya purnama di dunia ini berbeda dengan di dunia nyata?”

Isabelle tersenyum manis sebelum menjawab.

“Itu benar sekali.” Isabelle kemudian mengajak Willem keluar dari hutan. “Akibat cahaya purnamalah, dunia ini bisa memiliki alam seindah ini."

Kemudian, sambil menyunggingkan senyum misterius, Isabelle melebarkan kedua tangannya.

"Pangeran Willem, tempat ini adalah rahasia Dinda. Sekarang Dinda membaginya dengan Pangeran. Apa Pangeran menyukainya?”

Lihat selengkapnya