Untung saja aku terbangun sebelum sempat menyembah si keparat itu. Ujar Willem dalam hatinya. Kalau aku sempat bersujud dan memberi hormat, bukankah itu sama saja aku telah menyembah iblis dan setan?
Willem kembali merinding saat mengingat mimpinya semalam. Wujud Guhaguul sangat mengerikan dan juga ....
“Will, ada apa?” Suara Lydie membuyarkan lamunan Willem. “Kau membuatku cemas. Ada sesuatu di rumah itu, iyakan?”
Selama beberapa saat, Willem menatap adiknya. Kemudian dengan gerak perlahan ia menganggukan kepalanya. Matanya menatap kosong ke jalanan lurus yang ada di hadapannya.
“Sudah kuduga!” Seru Trey yang duduk di bagian belakang mobil. “Itu ada hubungannya dengan mimpiku semalam, iyakan?!”
“Trey.” Lydie mendesah. “Tolong jangan mulai lagi.”
“Tapi Dee, itu benar.” Tukas Trey. “Iyakan, Will?!”
Sekali lagi Willem mengangguk.
“Jadi, kalian berdua telah bermimpi buruk selama berada di dalam rumah itu?” Tanya Lydie dengan kening berkerut..
“Trey mungkin bermimpi buruk.” Dengan suara pelan Willem berkata. “Tapi yang kualami adalah perpaduan antara mimpi indah yang memabukkan, namun juga sangat mengerikan. Menurutku…”
Willem kembali mendesah.
“Setiap malam, ada sesuatu yang merasukiku sehingga aku ingin kembali ke rumah itu. Kala itu, aku ingin sekali bermimpi agar bertemu lagi dengan Isabelle.” Suara Willem yang gemetar terdengar lirih. “Maaf Trey, yang semalam bukanlah diriku yang sesungguhnya. Kalau dipikir-pikir, aku juga ingin menyusulmu keluar dari rumah itu dan pergi sejauh mungkin.”
“T-tunggu.” Lydia terlihat bingung. “Isabelle itu siapa?”
“Isabelle Herlocker adalah seorang penyihir yang pernah hidup dan tinggal di kota ini seratus tahun yang silam.” Willem menjelaskan. “Pada masa itu, dia memikat moyang kita agar bisa memberinya keturunan untuk dipersembahkan pada Guhaguul.”
“Siapa pula itu Guhaguul?” Trey ikut nimbrung.
“Semacam setan atau berhala yang dipuja oleh penyihir di kawasan ini.” Willem menjelaskan. “Aku mendapat firasat kalau Isabelle Herlocker ingin kembali bangkit dari kematian.”
“Bagaimana caranya?” Trey semakin penasaran.
“Mana aku tahu!” Tukas Will sambil mengeratkan pegangan tangannya pada setir. “yang pasti saat malam menjelang, dia akan kembali merasukiku dan membuatku ingin kembali bermimpi.”
“Kalau begitu, apalagi yang kita tunggu?!” Tukas Trey. “Ayo kita pulang ke Vancouver sekarang juga!”
“Benar apa yang dikatakan, Trey.” Tukas Lydie. “Bagaimana kalau kita langsung menuju luar kota dan…”
“Kita tidak bisa melakukannya.” Potong Will.
“Tapi kenapa?” Lydie kembali bertanya. “Bukankah kita bisa saja .…”
“Keluarga kita telah dikutuk, Lydie!” Potong Willem dengan suara keras. “Kemana pun kita pergi, kutukan itu akan selalu mengikuti kita.”
Willem diam sejenak dan mengambil napas.
“Itulah sebabnya, Mom dan Dad mengalami kecelakaan pesawat.” Suara Will yang lirih terdengar penuh amarah. "Kutukan itu telah membuat orang tua kita terbunuh dengan tidak wajar."
“Apa kau yakin?” Tanya Lydie.
“Orang tua kita tewas pada malam halloween.” Willem mendesah. “Setiap orang dari keturunan Bartholomew Craft dikutuk tewas secara mengenaskan pada tanggal 31 Oktober. Itu memang faktanya. Aku telah menyelidikinya. Kutukan itu sama sekali bukan omong kosong."
Willem menengokkan wajahnya ke arah Trey.
“Kau bisa pergi meninggalkan kota ini, Trey.” Ujar Willem. “Ini sama sekali bukan urusanmu.”
“Dude, aku tidak mungkin melakukannya.”
“Kenapa?” Willem mengerutkan keningnya. “Bukankah kemarin kau sangat ketakutan?”
“Aku tidak mungkin meninggalkan Lydie.” Jawab Trey sambil memandang wajah Lydie lewat kaca spion. “Aku sangat mencintainya. Aku tidak mungkin merasa tenang kala aku tahu dia dalam bahaya.”
“Trey, kau tidak perlu melakukannya. Lydie membuka sabuk pengamannya dan membalikkan tubuhnya. “Aku tidak suka kalau kau mengorbankan dirimu seperti ini.”
“Aku sangat mencintaimu.” Trey mengecup dahi Lydie. “Omong-omong, kenapa kau berhenti, Will?”
Jantung Trey mendadak berdegup kencang, karena ia baru sadar, kalau dia baru saja mencium Lydie di depan kakaknya.
“M-maaf, aku tidak sadar.” Gumam Trey dengan suara pelan. “Tapi aku benar-benar menciumnya karena rasa cintaku terhadapnya. Tolong jangan panggil polisi.”
“Itu terserah kalian saja.” Tukas Willem. “Apa kau pikir aku akan terus menjalankan mobil ini setelah melihat posisi Lydie seperti itu?”
“Seperti apa?” Lydie yang masih menghadap ke arah Trey mengerutkan keningnya.
“Posisimu itu berbahaya, bodoh!” Tukas Willem dengan sebal. “Duduklah yang benar dan kenakan sabuk pengaman.”
“Oh.” Lydie yang baru menyadari kesalahannya merasa malu sendiri.
Willem menunggu sampai adiknya memsang sabuk pengaman sebelum kembali menjalankan mobil.
“Jadi kita mau kemana sebenarnya?” Tanya Trey. ”Makan burger? Aku sudah lapar.”
“Kita ke gereja dulu.” Jawab Willem sambil mengarahkan mobilnya keluar dari hutan dan menuju ke kota. “Aku harus membicarakan persoalan ini dengan seseorang.”
“Setelah itu makan burger?” Sahut Trey.
“Belum.” Ujar Will. “Setelah itu, kita pergi ke perpustakaan dan berbicara dengan temanku.”
“Setelah itu makan burger?” Trey kembali bertanya.
“Ya, kita makan burger.” Willem akhirnya menyerah. “Sambil makan, kita menghubungi Mr. Beauregard.”
“Maksudmu pengacara kita?” Lydie menunggu Willem menganggukan kepalanya sebelum melanjutkan ucapannya. “Memang, apa yang ingin kau tanyakan?”
“Banyak hal.” Sambil mengganti persneling Willem berkata. “Nanti aku akan menjelaskan semuanya.”