Cursed on the Witching Hours

Roy Rolland
Chapter #14

Grace Hyun Must Die

Trey menghentikan mini van yang dikendarainya di depan pintu gerbang.

“Kau yakin mau tidur di rumah ini, man?” Trey menolehkan kepalanya ke arah Willem yang terlihat jelas tengah mengendalikan emosinya sendiri. “Rumah besar itu terlihat menakutkan dari sini, lho.”

“Tentu saja aku yakin.” Willem menutup kedua matanya dan menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. “Lebih baik kau langsung ke perpustakaan sekarang. Berada di tempat ini malam-malam sangat berbahaya bagimu.”

Trey melirik ke arah jam tangannya. “Sekarang baru pukul sepuluh malam. Masih lama sebelum the witching hours.”

“Apa kau lupa pada dua orang keparat yang berperan sebagai pelayan itu?” Willem mengingatkan.

Seketika itu juga sisa keberanian yang ada dalam diri Trey langsung lenyap begitu saja.

“Berhati-hatilah, man.” Sekali lagi Trey alias Trevor Singh berkata. “I mean it.”

“Aku tahu.” Willem menganggukan kepalanya. “Kalau ada apa-apa, aku percayakan Lydie kepadamu. Jagalah dia baik-baik, oke.”

"Jangan mengatakan sesuatu yang memberi kesan kalau kau akan mati malam ini."

"Look, tolong ucapkan saja agar aku merasa tenang, oke."

Okay-okay, aku janji.” Trey menganggukan kepalanya. “Sampai jumpa besok pagi.”

Willem keluar mobil. Menatap ke Trey yang mengendarai van-nya sampai hilang di balik pepohonan.

“Mr. Denier.” Willem merasakan tengkuknya merinding saat secara tiba-tiba mendengar suara Emma Harlowe memanggil dari arah belakangnya.

“Tolong jangan mengagetkanku lagi.” Willem tertawa gelisah. "Akhir-akhir ini aku gampang terkejut."

“Aku cemas menunggu kedatangan anda, Sir.” Emma berkata. “Anda harus sadar, kalau kawasan hutan sini sangat berbahaya pada malam hari.”

“Maaf, aku lupa waktu.”

“Tidak apa-apa, Sir.” Emma tersenyum. “Apa anda mau mandi dan makan malam sebelum tidur.”

“Hm, boleh juga.”

“Aku akan segera memasak air untuk anda.” Emma Harlowe langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju dapur.

“Terima kasih, Emma.”

Emma membalikkan tubuhnya.

“Sudah tugas saya untuk memenuhi kebutuhan anda Mr. Willem Denier.” Setelah menyunggingkan senyuman hambar Emma kembali berjalan.

Saat melihat senyuman Emma Harlowe, Willem merinding ketakutan.

*****

“Apa ada yang sudah berhasil kalian temukan.” Tanya Trey sambil membanting tubuhnya ke kursi.

Saat ini, ia tengah berada di perpustakaan bersama Lydie Denier dan Madison Hillard.

“Tolong periksa isi buku ini.” Lydie menggeser sedikitnya sepuluh buah buku berukuran tebal ke arah Trey.

“Kau pasti bercanda.” Trey mengambil salah satu buku dan dengan asal membuka halamannya. “Tulisannya kecil-kecil dan tidak ada gambar sama sekali.”

“Tentu saja ada gambarnya, misalnya…ini!” Lydie memperlihatkan gambar yang berhasil ia temukan.

“Ya, ini gambar mengenai cara mengorbankan perawan kepada iblis yang bernama…” Trey memicingkan matanya. “Bel…ze…bub…? Bagaimana cara membacanya?”

“Kau sudah mengatakannya dengan benar. Belzebub. Dia adalah iblis yang…”

“Miss Hillard, please…” Trey memotong sambil mengangkat tangannya. “Aku lebih suka tidak mengetahuinya.”

“Kau memalukan nama gothic metal, Trey.” Lydie tertawa. “Aku sama sekali tidak menyangka, kalau kau ini sangat penakut.”

“Oh, kau salah Lydie.” Trey berkata dengan nada rendah. “Aku sangat menyukai film horror, novel seram, hotel terbengkalai atau rumah sakit jiwa yang konon menyebarkan kutukan kematian. Terkadang aku bisa menciptakan musik yang bagus saat tengah berada di dalamnya. Aku hanya tidak suka kalau berhadapan dengan monster yang benar-benar bisa membunuhku, seperti segala sesuatu yang berkeliaran di kota terkutuk ini.”

“Aku pun tidak menyukainya kenyataan itu.” Madison Hillard berkata serius. “Kita harus secepatnya mengatasi persoalan ini. Kalau tidak, satu-persatu penduduk kota ini akan menjadi korban.”

“Aku tahu itu.” Lydie mendesah sambil mengucek matanya. “Aku takut kakakku adalah salah satunya.”

Lydie menguap.

“Apa kau mengantuk?” Madison berkata. “Kalau begitu aku akan membuat kopi sebentar. Kau suka kopi ‘kan, Lydie?”

Lydie mengangguk.

“Aku akan keluar sebentar dan membeli makanan.” Trey berkata sambil bangkit dari duduknya. “Kalau kita niat begadang, saat lewat tengah malam nanti pasti kita kelaparan, iyakan?”

“Pada jam segini yang masih buka hanyalah Wang’s.” Ujar Madison. “Apa kau tahu di mana letaknya?”

“Letaknya ada di depan bioskop, ‘kan?” Sahut Trey sambil mengenakan jaketnya. “Kebetulan sekali, aku sedang ingin mencicipi masakan Kanton.”

“Sebenarnya Wang’s itu restoran yang menyajikan masakan Henan.” Madison mengoreksi.

“Sama saja.”

“Tentu saja tidak, bodoh!” Tukas Lydie. “Bahkan bahasa mereka saja berbeda.”

“Ya, ya, oke.” Trey berjalan menuju pintu. “Makanan apa yang kalian inginkan?

“Bilang saja kami minta yang spesial hari ini.” Madison berkata. “Terima kasih Trey.”

“Hm, sama-sama.” Trey berkata sebelum menghilang di balik pintu.

“Lebih baik aku mulai masak air sekarang.” Madison bangkit dari duduknya. “Kau tidak apa-apa ‘kan kalau kutinggal? Gambar-gambar itu bisa sangat menakutkan untuk dilihat kala sendirian.”

“Aku baik-baik saja.” Lydie tersenyum. “Terima kasih Maddie.”

Sepeninggal Madison Hillard, Lydie kembali membenamkan dirinya pada buku yang tengah dibacanya. halaman demi halaman telah dibaca, namun gadis remaja itu sama sekali tidak bisa menemukan apa pun yang bisa dijadikan petunjuk atau membantu penyelidikan mereka.

“Aaaahhh…, pusing!” Keluh Lydie sambil memijit kepalanya sendiri. Kemudian ia merebahkan kepalanya yang terasa berat di atas meja. “Apa yang harus kulakukan sekarang? Kenapa sih aku harus dilahirkan dalam kondisi keluarga seperti ini. Aduuhhh…!”

Lydie hanya diam selama beberapa saat, namun pada akhirnya tekad gadis itu memaksanya untuk kembali mengangkat kepala dan meraih sebuah buku dan membacanya.

Aku tidak boleh putus asa.

Lydie memantapkan hatinya.

Lihat selengkapnya