“Aku menyembunyikan tanda-tanda bahwa aku sudah pulang dan menunggu Grace di dalam kamarnya.” Dr. Hyun kembali bercerita. “Setelah menunggu sekian lama, aku mendengar pintu terbuka dan suara langkah kaki naik tangga.”
Willem dan yang lain tekun mendengarkan dengan jantung berdebar.
“Saat Grace membuka pintu dan menyalakan lampu, dia terkejut melihat aku di dalam.” Dr. Hyun terlihat seperti tengah menahan tangis. “Tetapi, aku lebih terkejut darinya, karena, aku melihat baju dan tubuhnya berlumuran darah. Awalnya Grace tidak mau mengaku. Tetapi, ketika kudesak dan kupaksa, dia mengatakan kalau darah itu berasal dari Kerrie Kendall dan Lance Goodman. Rupanya Grace telah membunuh mereka dengan menggunakan ilmu sihir yang dipelajarinya setelah mengikat sumpah setia dengan Isabelle Herlocker.”
Dr. Hyun berhenti sejenak untuk mengambil napas..
“Aku pun menjerit, serta memarahinya sambil menangis.” Bibir sang dokter bergetar. “Aku mohon agar dia menyadari kesalahannya, bertobat dan menyerahkan dirinya pada yang berwajib. Tetapi Grace malah tertawa. Tawanya itu terdengar sangat mengerikan, hingga lebih menyerupai tawa iblis dari pada manusia. Seketika itu juga lampu berkedip sebelum mati sama sekali. Di tengah kedipan lampu, aku berani bersumpah, aku melihat wajah putriku terlihat sangat menakutkan. Saat itu aku berpikir, tidak mungkin monster ini adalah putriku Grace yang sangat aku kasihi. Dengan disulut emosi, aku pun menerjang Grace dan berusaha membekuk dan melumpuhkannya. Tapi Grace melemparku seperti aku ini hanyalah setumpuk daun kering yang beratnya tidak berarti. Sebelum pergi, Grace mengatakan, alasan dia tidak membunuhku saat itu adalah karena aku ayahnya, tetapi kalau lain kali kami kembali bertemu, dia tidak akan segan untuk menghabisiku.”
Sekali lagi, Dr. Hyun mengambil napas.
“Saat pergi, Grace tidak melewati pintu.” Dr. Hyun menangis dan juga tertawa. Sangat jelas sekali, kalau saat ini jiwanya tengah terguncang. “Dia keluar melewati jendela dan melayang turun ke bawah. M-maksudku, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kalau Grace benar-benar melayang. Dan kemudian, dengan kecepatan yang tidak masuk di akal, Grace berlari menuju hutan sambil tertawa. Tawanya itu sangat mengerikan. Bahkan hingga saat ini, suara tawanya itu masih terngiang di dalam kepala dan telingaku. Aku sampai merinding dibuatnya. Apa aku ini sudah gila? Katakan! Aku ini tidak gila, iyakan Jean. Ahahahahaha .…”
Dr. Hyun kembali menangis.
“Bagaimana, Miss Hewitt.” Tanya Jean Baptiste yang merasa prihatin akan kondisi temannya. “Apakah mungkin, Grace Hyun bisa diselamatkan?”
“Maaf.” Celia Hewitt menggelengkan kepalanya. “Dari cerita yang kudengar, dia sudah terlalu jauh dari kata manusia. Dia bahkan telah membunuh orang lain, yang berarti putri Dr. Hyun telah menjadi kaki-tangan iblis. Keselamatan baginya hanyalah lewat kematian. Dr. Hyun, kau harus kuat sekarang.”
“Maksudmu, aku harus membunuh Grace, putriku sendiri!” Seru Dr. Hyun. “Aku ini bukan orang barbar, keparat!”
“Apa kami boleh mewakilimu untuk membunuhnya?” Celia Hewitt kembali bertanya dengan datar. “Kita sedang bicara untuk menyelamatkan jiwa Grace, Dr. Hyun. Kau pasti tidak ingin jiwa Grace terbakar selamanya di dalam api neraka, iyakan?”
“Bagaimana mungkin kau berharap aku bisa mengerti?.” Ratap Dr. Hyun.
“Omong-omong, dimana Mr. Woodward?” Tanya Jean Baptiste. “Biasanya dia selalu ada di dalam ruang kerjanya.”
“Oh, beliau tengah menjemput seseorang.” Jawab Celia pendek.
“Siapa dia?” Tanya Willem.
“Dialah yang akan membantu kita membunuh Isabelle Herlocker dan para pengikutnya.” Celia Hewitt berkata sambil melihat smartphone-nya. “Seharusnya mereka akan tiba di sini sebentar lagi.”
“Aku pikir, kau yang akan membantu kami.” Lydie berkata dengan bingung.
“Aku hanyalah peneliti.” Ucap Celia. “Aku bisa mengumpulkan dan memberitahu banyak informasi dan data riset pada kalian. Sayang, membunuh dan berburu setan bukanlah bidangku.”
“Jadi, siapa yang kita tunggu?” Tanya Jean Baptiste. “Waktu kita kian menipis.”
“Julukannya The Pumpkinpatch.” Jawab Celia. “Dia adalah salah satu yang terbaik dibidangnya."
“The Pumpkinpatch?” Trey mengerutkan keningnya. “Kita menunggu seorang petani labu?”
“Bukan.” Celia tertawa. “Saat melihatnya, aku yakin kau akan tahu kenapa dia memiliki julukan itu.”
“Seperti kataku.” Jean Baptiste bangkit dari duduknya. “Kita sudah kehabisan waktu. Kalau si pumpkin itu datang, katakan padanya untuk menyusul kita ke rumah Craft. Semoga saja, dua orang pengikut penyihir itu masih ada di sana.”
“Siapa saja yang akan pergi?” Tanya Maddie.
Jean Baptiste melihat ke sekelilingnya dan kemudian ia menunjuk ke arah Willem dan Trey. “Mr. Denier, Mr. Singh, aku dan juga Mr. Corget dan Mr. Aglet yang sedang menunggu kita di luar.”
“Apa kau akan memberi kami senjata?” Tanya Trey. “Kau tidak mungkin membiarkan kami pergi ke medan tempur dengan tangan hampa, iyakan?”
“Kalian akan kuberikan machete[1] dan ini.” Jean Baptiste menyerahkan dua buah pistol pada Trey dan Willem. “Bijaklah dalam menggunakannya.”
“Ruger LC9s.” Trey mendesah. “Memuat magasin ukuran 9mm sebanyak 7 plus 1 peluru.”
“Pengetahuanmu soal senjata api cukup luas.” Jean Baptiste mengangguk puas.
“Dan setahuku ini adalah pistol banci.” Tukas Trey dengan sebal. “Hanya perempuan yang menggunakan ini. Apa kau tidak punya senjata yang lebih meyakinkan?”
“Pistol itu lebih tangguh dari yang kau pikirkan.” Jean Baptiste berkata sambil mengerutkan keningnya. “Tapi setelah mendengar omonganmu, aku baru ingat, kalau Miss Hillard dan yang lain pun butuh perlindungan. Jadi, aku meninggalkan ini untuk kalian.”
Dengan hati-hati Jean Baptiste mengeluarkan sepucuk pistol dan senapan dari dalam tas-nya dan kemudian meletakkannya di atas meja.
Trey bersiul. “Pistol Glock 42 dan senapan Marlin 336C, lumayan juga.”
“Kalau aku menggunakan ini.” Jean Baptiste mengeluarkan senjata kesayangannya.
“Wow, apa itu 300 Blackout?” Trey terlihat kagum. “Apa boleh aku meminjamnya.”
“Dalam mimpimu, nak! Kau masih amatiran.” Tukas Jean Baptiste. “Membiarkanmu memegang sejata semacam ini bisa sangat berbahaya.”
“Sudah cukup, Trey. Apa bisa kita berangkat sekarang?” Willem berkata sambil memeriksa senjatanya.
“Ada baiknya kalau aku ikut.” Celia ikut bangkit dari duduknya. “Kita tidak tahu kondisi apa yang nanti kalian hadapi di lapangan. Saranku bisa sangat membantu kita dalam menentukan langkah.”
“Baiklah kalau begitu.” Jean Baptiste memberi tanda agar yang lain mulai berjalan. “Ayo.”
*****
Sementara itu di kediaman Craft.
“Fritz, aku merasakan bahaya mendekat.” Ujar Emma Harlowe sambil memandang ke luar jendela. “Lebih baik kita pergi sekarang.”
“Lalu bagaimana dengan Willem Denier?” Tanya Fritz. “Kau tidak perlu menyebutku Fritz, Emma. Tidak ada siapa pun di sini saat ini.”
“Maafkan aku, Hakan. Kebiasaan lama sangat sulit dihilangkan.” Emma Harlowe tersenyum. “Dan untuk menjawab pertanyaanmu, kita sudah tidak membutuhkan Willem Denier untuk tidur di rumah ini lagi. Langkah pertama sudah dijalankan.”
“Berarti kita hanya perlu mendatangi Madison Hillard untuk langkah yang kedua.” Fritz yang ternyata bernama Hakan itu menyeringai dan memamerkan taring dan gigi-giginya yang semakin memanjang. Dengan suara berat dan parau, pria kekar itu kembali berkata. “Apa kau yakin, para pria itu sudah tidak lagi bersama mereka.”
“Aku yakin sekali, Hakan.” Emma Harlowe menyunggingkan senyuman miring.
“Kalau begitu, sekarang sudah saatnya .…”
Tubuh Hakan mengejang dan menunjukkan perubahan, seiring dengan kulit manusianya yang robek dan menampakkan bulu-bulu serigala kelabu di baliknya. Beberapa saat kemudian, perubahan itu sempurna. Sang manusia serigala pun menegakkan tubuhnya dan melolong ke arah bulan yang hampir purnama.
“Pergilah Hakan! Pergilah! Tangkap dan persembahkan Madison Hillard kepada junjungan kita, Isabelle Herlocker!” Sambil membuka pintu depan selebar-lebarnya, Emma Harlowe tertawa keras.