“Katakan padaku, Dee!” Tukas Willem dengan nada tidak sabar. “Saat ini kau masih perawan atau tidak?!”
“Yeah, Dee.” Trey berdiri di samping Willem. Menyilangkan lengan di depan dada. “Aku juga ingin tahu. Asal kau tahu saja, aku ini masih perjaka dan .…”
“Trey!” Potong Willem dengan nada datar. “Just shut-up!”
“Sorry, Will.” Trey mengangkat tangannya seraya berjalan mundur. “My bad .…”
“So …?” Will terus menatap Lydie dengan tajam.
Lydie mencoba menjawab, namun belum sempat mengucapkan sepatah kata secara lengkap lengkap, gadis itu selalu mengurungkan niatnya.
“Baiklah.” Lydie akhirnya menyerah. “Aku sudah tidak perawan lagi, alright.”
“Sejak kapan?”
“Beberapa bulan lalu.” Lydie mendesah.
“Dengan siapa?”
“Seorang pemain band.” Jawab Lydie dengan suara pelan. “Namanya…, hm…, B-Buck Brewster.”
“Buck Brewster? Si pemain bass itu!” Trey berseru saat mendengarnya.
“Kau mengenalnya?” Tanya Willem.
“Yeah, dia itu bassist grup band Sacred Flower.” Jawab Trey. Kemudian meneruskan ucapannya sambil melotot ke arah Lydie. “Ini yang terpenting, Will. Apa kau siap? Dia jauh lebih tua dariku dan penampilannya lebih seperti tuna wisma daripada pemain band. Apa yang kau pikirkan, sih?!”
“Mau bagaimana lagi.” Lydie membela dirinya sendiri. “Saat itu kami tengah mabuk dan juga…”
"Whoa ..., whoa ..., whoa ...! Kau mabuk?" Willem mengorek kupingnya sendiri. "Apa-apaan kau ini!?"
"Mau bagaimana lagi, Will." Lydie mendesah. "Saat itu ...."
“Stop …!” Willem memijit kepalanya sendiri saat mendengar kelakuan Lydie. “Lebih baik aku tidak pernah tahu detilnya.”
“Will, maafkan aku.” Ujar Lydie. “Aku bersumpah padamu, saat itu kami mabuk dan itu adalah kali pertama dan terakhir kalinya aku melakukannya.”
"Yang mana?" Sahut Trey dengan sinis. "Mabuknya atau ...."
"Keduanya." Potong lydie dengan cepat. "Aku bersumpah, Will."
“Apa benar?” Tanya Willem.
Sebagai jawaban Lydie mengangguk.
“Lalu apa kau menyesal telah melakukannya?” Willem kembali bertanya.
“Menyesal?” Lydie terlihat bingung. “Aku kan sudah bilang itu tidak disengaja dan .…”
“Itu adalah hubungan pertamamu, Lydie!” Tukas Willem. “Seharusnya itu sakral dan dilakukan dengan orang yang benar-benar kau cintai saat kau sudah cukup umur dan menikah. Kau itu masih kecil! Tapi kau sudah mabuk-mabukkan. Sadar nggak, sih!”
“Maafkan aku.” Lydie menundukkan wajahnya.
“Saat kita pulang, kau akan kukeluarkan dari sekolah asrama itu.” Ujar Willem dengan nada tegas. "Kau akan bersekolah di sekolah biasa di mana kau pergi ke sekolah dan pulang ke rumah setiap hari. Mengerti!"
“Aku mengerti .…”
“Kau juga dilarang keluar rumah melebihi jam sembilan malam!” Tambah Will. “Kau akan dihukum, Dee. Kau akan dihukum selama sisa masa sekolahmu.”
“Aku mengerti.” Lydie menganggukan kepalanya.
“Dan, Trey!” Willem mengalihkan perhatiannya pada Trey.
“Ya, Will.”
“Kalau kau berani menidurinya, aku akan menghajar wajah tampanmu itu sampai sulit dikenali oleh ibumu sendiri.”
“Saat ini saja, ibuku mungkin tidak mengenaliku.” Ujar Trey. “Kau lihat hidung dan mataku? Pekerjaannya halus ‘kan? Sama sekali tidak terlihat seperti habis di ....”
“Whatever.” Willem mendesah. “Aku memberi kalian waktu bicara sepuluh menit, setelah itu datanglah ke ruang rapat, mengerti!”
“Mengerti.” Jawab Trey dan Lydie nyaris serempak.
Setelah kepergian Willem, Trey berbalik menatap Lydie. ”Aku tidak menyangka keperawananmu diambil oleh orang dekil semacam Buck Brewster.”
“Aku juga tidak menyangka kalau wajah tampanmu itu ternyata hasil operasi plastik!” Tukas Lydie dengan gaya menantang.
*****
Sementara itu di ruang rapat.
“Bagaimana rencana kita?” Tanya Willem seraya menghampiri Jean Baptiste yang tengah mengobrol di sekitar John Beauregard yang berbaring di atas sofa.
“Pertama kita harus berpencar dan mencari Dr. Hyun.” Jean Baptiste berkata setelah berpikir sejenak. “Aku tidak suka harus kehilangan seorang wargaku lagi karena ulah penyihir sialan itu. Apalagi warga kota yang cerdas dan terhormat seperti Dr. Steven Hyun.”
“Kalau begitu kenapa kita tidak menunggu hingga matahari terbit, Sir?” Tanya Samuel Corget. “Kita juga bisa minta bantuan warga kota dan…”
“Aku takut kalau saat itu sudah terlambar bagi Dr, Hyun, Mr. Corget.” Potong Celia Hewitt sambil membetulkan letak kacamatanya.
“Apa yang harus kita lakukan?” Tanya Willem.
“Kita berpencar menjadi empat tim.” Ujar Jean Baptiste. “Miss Denier tetap di sini dan menjaga Mr. Beauregard. Mr. Denier, kau bersama Samuel Corget berkeliling kota dan batas kota bagian selatan dan barat. Mr. Singh dan Stuart Aglet pergi ke daerah pinggiran hutan yang ada di utara. Sementara aku dan Miss Hewitt ke timur, tepatnya kembali ke rumah keluarga Craft serta bukit dan gunung di sekitarnya. Masing-masing bawalah Handie Talkie, karena lebih praktis. Pasang di line dua. Misi utama kita adalah menemukan Dr. Hyun dan misi kedua adalah mencari musuh. Apabila kalian melihatnya, beri kabar pada yang lain dan jangan bertindak sok jagoan. Mengerti?”
“Kami mengerti.” Willem lalu melirik ke arah pintu. “Biar aku yang mengabari Lydie dan Trey.”
Beberapa saat kemudian.
Gubrakk…!
“Will…!” Seru Trey dan Lydie secara bersamaan.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” Tukas Willem dongkol.