Cursed on the Witching Hours

Roy Rolland
Chapter #20

The Truth of Madison Hillard

“Astaga…!” Willem bangkit dari duduknya. “M-maksudmu, Madison Hillard dan Isabelle Herlocker memiliki hubungan darah?!”

“Tepat sekali.” Carver Craft menutup spidolnya. “Dan untuk menjawab pertanyaan yang ada di benak kalian, jawabannya adalah, iya. Madison Hillard juga menyadari hal itu. Dan dia sudah memperdaya kita sejak awal.”

“T-tetapi itu sama sekali tidak mungkin…” Willem menggelengkan kepalanya. “Tidak mungkin Maddie…. D-dia tidak mungkin setega itu padaku. Dia selalu baik padaku. Tidak mungkin orang sebaik itu adalah pengikut iblis. Iyakan? ”

“Tidak mungkin apa?” Ujar Carver. “Mengisi otakmu dengan hal-hal mengerikan itu sehingga kau percaya dengan semua ramalan, ilmu sihir dan mahluk-mahluk kegelapan? Apa kau juga tahu, kalau segala jenis hal gaib itu akan memiliki kekuatan yang lebih kalau orang semakin percaya. Itulah sebabnya Father Samalier melarangmu membaca buku-buku Isabelle Herlocker. Penyebabnya adalah karena dia tidak ingin kau mempercayainya dan meyakini kalau Isabelle Herlocker memiliki kekuatan untuk mengutuk dirimu dan keluargamu. Sekarang, siapa yang menjejali otakmu itu dengan semua hal sampah itu?”

“Dia adalah Maddie .…” Gumam Trey dan Lydie nyaris bersamaan.

“Carver benar.” Sambung Celia. “Selama bertahun-tahun, Isabelle Herlocker tidak memiliki kekuatan, karena ia sudah dilupakan dan tidak lebih dari cerita dongeng dari masa lalu. Isabelle memperoleh kekuatan dari ketakutan dan keyakinan yang kau miliki, Mr. Denier.”

"Mr. Willem." John Beauregard yang sejak tadi diam mulai angkat bicara. "Sebenarnya, semua hal yang kuceritakan padamu saat kau baru pertama kali datang ke kota ini, semuanya, berasal dari Miss Hillard. Dialah yang menceritakannya padaku saat aku mencari dokumen tentang keluargamu. Maafkan aku. Kebodohanku telah membuatku ikut menjadi kaki tangan setan. Sekali lagi, maafkan aku, Mr. Willem."

“I-ini tidak mungkin.” Willem ambruk jatuh terduduk di lantai. “Apa yang harus kita lakukan sekarang”

Carver Craft melirik pada jam yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi.

“Untuk sekarang, lebih baik kita sarapan dulu.” Carver Craft memberikan instruksi. “Setelah itu, Mr. Denier, Mr. Baptiste dan aku akan menyelidik ke rumah Miss Hillard. Sementara itu yang lain, segeralah pergi tidur, karena nanti malam, kita akan pergi ke pertempuran kita yang terakhir.”

*****

Dua jam kemudian.

“Mr. Craft, apa boleh aku menanyakan sesuatu?” Tanya Willem saat ia tengah berada di bangku penumpang bagian belakang mobil yang dikendarai oleh Jean Baptiste.

Carver Craft yang duduk di sebelah kiri Jean Baptiste menengokkan kepala ke belakang.

“Tidak perlu kaku seperti itu. Kita ini kan sepupu.” Ujar Carver sambil tersenyum. “Panggil aku Carver dan sebagai gantinya ijinkan aku memanggilmu Will.”

“Baiklah Carver.” Will mengangguk. “Yang ingin kutanyakan adalah, kenapa kau tahu begitu banyak soal kejadian ini. Pekerjaan apa yang kau geluti sebenarnya?”

“Aku ini seorang pembasmi.”

“Pembasmi? Pembasmi apa?”

“Hal-hal biasa.” Carver mengambil sejumput tembakau dan kemudian mengunyahnya. “Hantu, monster, penyihir, terkadang iblis. Hal-hal semacam itu. Sejujurnya, itulah pekerjaan yang dilakukan keluarga kita. Tapi Bartholomew Craft, tidak mau meneruskan usaha keluarga. Siapa sangka pada akhirnya ia dan keluarganya dikutuk oleh persoalan gila semacam ini hingga ratusan tahun lamanya.”

“Tidakkah menurutmu hal itu hanya kebetulan?” Jean Baptiste yang sejak tadi diam mulai ikut angkat bicara.

“Tidak ada yang namanya kebetulan, Mr. Baptiste.” Carver mendesah sambil menatap kosong ke luar jendela. “Isabelle memang sengaja melakukannya. Jika dia bisa mempersembahkan seorang bayi yang berasal dari darah keluarga Craft pada Guhaguul, maka, dia akan memperoleh kekuatan yang luar biasa.”

“Lalu, apakah Maddie .…” Pertanyaan yang diajukan Willem dipotong oleh Carver.

“Miss Hillard sudah tahu kalau orang tuanya akan mengorbankan dia.” Carver mengambil senapannya dan kemudian memasukkan peluru ke dalamnya. “Menyedihkan, iyakan? Tujuan dia hidup hanyalah untuk memberi kehidupan pada sesuatu yang lain. Sangat ironis, puitis dan juga tragis.”

Itulah sebabnya Maddie tidak punya harapan dan juga cita-cita. Dia tidak pernah punya ambisi dan keinginan untuk pergi dari kota terkutuk ini. Hal ini karena Maddie harus menjalankan fungsinya. Dia harus menjaga tubuhnya hingga dewasa agar bisa menjadi wadah bagi Isabelle Herlocker.

“Willem, kenapa kau terlihat sedih?” Tanya Carver. “Apa kau merasa kasihan pada Madison Hillard?”

“Bagaimana aku tidak sedih, saat aku tahu, kalau hidupnya tidak pernah berarti.” Willem menutup matanya. “Tujuan hidupnya hanyalah untuk dijadikan tumbal. Ini gila! Ini juga tidak benar! Kita harus…”

“Menyelamatkannya?!” Carver tertawa. “Jangan bodoh. Mungkin dia memang terpaksa, tapi tetap saja dia melakukannya dengan suka-rela. Madison Hillard tidak pernah sepolos yang kau pikirkan, Willem Denier. Dia telah menipu semua orang.”

Saat mendengar kata-kata Carver Craft, Willem merasakan dadanya sesak. Terbayang di pelupuk matanya, wajah Madison Hillard, si gadis petugas perpustakaan yang cerdas dan pemalu. Dia terlihat rapuh dan sendu. Senyumnya sangat manis dan ia terlihat begitu riang saat membicarakan rasa cintanya pada kota kecil yang kian ditinggalkan ini.

“Tidak!” Seru Willem dengan marah. “Kau salah Mr. Craft. Tidak mungkin, Maddie seperti itu. Apa kau tahu alasan kenapa kami tidak pernah berpacaran? Dia mengatakan kalau orang tuanya tidak akan memberi ijin karena dalam nadiku mengalir darah keluarga Craft yang terkutuk. Aku .…”

“Will!” Dengan suara tegas Jean Baptiste berkata dengan keras. “Kedua orang tua Madison Hillard sudah meninggal sejak tujuh tahun yang lalu. Siapa peduli pada restu dari orang yang sudah meninggal. Dia memang telah membohongimu, Will! Sebaiknya kau camkan itu!”

“Tetapi, tetap saja .…”

“Willem Denier!” Tukas Carver Craft dengan kesal. “Kalau nanti saat menggeledah rumahnya, kita tidak menemukan bukti yang bisa menghubungkan Madison Hillard dengan Isabelle Herlocker, aku berjanji padamu, atas nama ayah-ibu dan seluruh keluargaku, kalau aku akan menolongnya dan bukan membunuhnya. Setuju!”

“Baiklah kalau begitu.” Akhirnya Willem menyerah.

“Kebetulan sekali.” Jean Baptiste memarkir rumahnya pada sebuah rumah tua kecil yang terlihat kurang terurus. “Kita sudah sampai.”

“Mari kita selesaikan ini.” Carver Craft membuka pintu dan kemudian meletakkan senapan Winchester-nya pada sarung senapan yang tersampir di punggungnya. Kemudian dia berkata dengan nada tajam pada Willem. “Kau ingat perjanjian kita, iyakan?”

“Kenapa kau sangat yakin kalau aku yang akan kalah.”

“Jawabannya mudah.” Carver berjalan mengikuti Jean Baptiste yang tengah membuka pintu depan dengan kunci maling yang dimilikinya. “Aku tidak pernah salah.”

“Pintu sudah terbuka.” Jean Baptiste memotong pembicaraan di antara Willem dan Carver. “Siapa yang akan memeriksa?”

“Bagaimana kalau Willem.” Usul Carver. “Aku tidak ingin dia mengira kalau aku telah menaruh barang bukti palsu.”

“Apa kau yakin aman?” Jean Baptiste terlihat tidak yakin. “Bagaimana kalau …?”

“Tidak apa-apa, Mr. Baptiste.” Carver menenangkan. “Para pengikut Isabelle tengah berada di kuburan penyihir untuk mempersiapkan kebangkitannya. Kecil sekali kemungkinan mereka akan ada di dalam rumah ini atau tempat lain di dalam kota.”

“Kuburan penyihir?” Jean Baptiste mundur untuk memberi tempat bagi Willem untuk masuk terlebih dahulu.

“Tempat di mana para penyihir yang di bakar ratusan tahun lalu dikubur." Carver Craft berkata sambil mengunyah tembakau. "Tempatnya ada jauh di dalam hutan. Cirinya berupa tanah datar dengan pohon tua yang bercabang banyak dan danau berair keruh di tengahnya.”

“Darimana kau tahu tempatnya seperti itu?” Tanya Jean Baptiste.

“Di mana-mana sama formasinya.” Carver berkata sebelum meludahkan tembakau yang sudah habis sarinya. “Pohon itu berfungsi sebagai antena untuk menampung kekuatan supernatural, sedangkan danau itu adalah gerbangnya. Air adalah medium terbaik untuk membuka pintu menuju alam gaib.”

Setelah mendengar penjelasan Carver, Willem melangkah menuju pintu dan membukanya dengan tangan gemetar.

“Ya Tuhan .…” Jean Baptiste menggelengkan kepalanya saat melihat keadaan di dalam rumah Madison Hillard. “Di sini penuh oleh simbol-simbol occultisme. Apa kau tahu, simbol-simbol apa saja ini, Mr. Craft?”

Lihat selengkapnya