“Tidak ada lagi yang bisa kau lakukan sekarang, Pak Tua.” Desis Isabelle Herlocker.
“Apa kau yakin?” Dengan gerakan kepalanya Carver Craft menunjuk pada Willem Denier yang tengah dirasuki Guhaguul. “Menurutku, justru junjunganmu yang tengah berada dalam masalah.”
“APA …?!!” Isabelle mengalihkan pandangannya ke arah Willem yang tengah muntah darah. “My Lord …! Apa yang terjadi …?”
“Panas …! Aaarrrggghhh…!” Jerit Guhaguul kesakitan. “Aaarggg…! Sesaaakkk! Saaakkkiittt! Aku tidak bisa keluar dari tubuh terkutuk ini …! Aaaarrrggghhh ….”
Dengan geram, Isabelle Herlocker menjerit pada Carver Craft. “Apa yang telah kau lakukan, keparat!”
“Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya saja .…” Carver menunjukkan pisau yang dipegangnya sambil tersenyum penuh kemenangan. “Aku menggambar sebuah segel di kulit Mr. Denier untuk melindunginya dari setan junjunganmu itu.”
“Kau sungguh meremehkanku, Craft. Apa kau pikir ini cukup untuk mengurungku.” Guhaguul yang merasuki Willem meninju ulu hatinya sendiri.
Seketika itu juga, Willem memuntahkan Guhaguul yang langsung terbang mengitari area kuburan penyihir.
“Apa kau baik-baik saja, Mr. Denier?” Jean Baptiste membantu Willem bangkit.
“Aku baik-baik saja.” Ujar Willem seraya memandang dadanya yang tersilet membentuk sebuah segel anti kerasukan. “Rencana kita gagal, kita tidak bisa mengurung Guhaguul dan membunuhnya saat ia masih berada di dalam tubuhku.”
“Itu memang bukan rencana Mr. Craft sedang awal.” Samuel Corget berkata. “Mr. Craft mengatakan, targetnya adalah agar Guhaguul memasuki tubuh mahluk lain setelah tidak bisa merasuki tubuhmu.”
“Seperti kelelawar itu?”
Jean Baptiste menunjuk ke arah seekor kelelawar yang terperangkap oleh jeratan Guhakul. Kelelawar itu, kemudian membesar hingga melebihi ukuran manusia normal dan berubah menjadi monster menakutkan. Beringas, monster itu meraung ke arah Carver Craft dan menyerangnya.
“Bukankah itu malah lebih parah!” Tukas Willem panik. Kemudian dengan menggunakan kedua tangannya ia membuat corong dan berseru pada Carver Craft yang tengah menembak ke arah monster itu. “Carver, apa kau yakin yang kau lakukan ini benar.”
“Tentu saja yakin.” Seru Carver seraya kembali memasukkan peluru ke dalam Winchester-nya. “Walau wujudnya terlihat kuat dan menakutkan, sebenarnya kekuatan Guhaguul melemah sehingga bisa di kalahkan. Kau mengerti ‘kan? Caranya sama seperti dukun Gypsi yang memindahkan setan atau penyakit ke dalam tubuh kambing dan kemudian menyembelihnya.”
“Tapi itu sama sekali bukan kambing, Carver.” Teriak Willem. “Lagipula, sejak tadi tembakanmu meleset.”
“Kata siapa tembakanku meleset.” Carver mengokang senjatanya. “Aku hanya menjalankan rencanaku dengan menggiring Guhaguul ke tempat yang tepat.”
“Rencana apa?!!”
“Saat rembulan mulai bergulir dari tempat tertingginya, cahayanya akan menyinari lubang-lubang yang kuciptakan di kerindangan pohon itu hingga membentuk sebuah segel.” Carver Craft berkata sebelum menembak. “Tepatnya sekarang!”
Carver Craft kembali menembak. Seketika itu juga cahaya purnama dengan fokus menyinari lubang-lubang yang tercipta lewat tembakan nya. Lubang-lubang itu memancarkan sebuah simbol di tanah dan membentuk sebuah medan energi yang mengurung Guhaguul di tempatnya secara menyakitkan.
Guhaguul meraung ketika tubuhnya terasa seperti disengat listrik. Sebelum tenaganya kian melemah, Guhaguul berusaha menghancurkan segel itu dengan memukul-mukul tanah hingga hancur. Namun hal itu tidak berguna, karena segel itu terbentuk dari pancaran cahaya purnama.
“Hentikan usahamu itu, setan berhala!” Carver Craft mengokang Winchester dan menembak kepala Guhaguul berkali-kali hingga hancur. “Keluarlah dari tubuh kasarmu itu!”
Menyadari kebingungan rekan-rekannya, Carver menjelaskan.
“Guhaguul merasuki tubuh kasar agar tidak bisa kembali dikurung ke dalam dimensi kegelapan.“ Carver berkata. “Kalau Guhaguul memasuki tubuh khusus, seperti Mr. Denier, maka dia akan menjadi sangat kuat. Tubuhnya tidak akan bisa dihancurkan. Tapi kalau setan itu memasuki tubuh lain seperti kelelawar malang itu, maka, tembakan di kepala sudah cukup untuk memaksanya keluar.”
“My Lord …!” Isabelle berlari menghampiri Guhaguul. “Apa yang bisa hamba lakukan untuk membantu Anda?”
“Hancurkan itu.” Guhaguul menunjuk ke arah lubang-lubang di antara kerindangan pohon. “Hancurkan lubang-lubang segel itu untuk membebaskanku.”
“Yes, My Lord.” Isabelle mulai membaca mantra dan mengangkat tangannya.
“Oh no, you don’t!” Carver Craft menembak bagian belakang kepala Isabelle hingga berlubang. Selang beberapa lama, lubang di kepala itu kembali pulih seperti sedia kala.
“Berhentilah menggangguku, Craft!” Jerit Isabelle seraya melancarkan serangan tobak-tombak kayu yang diciptakannya. “Mati kau!!!”
Carver Craft, Jean Baptiste dan Samuel Corget mengelak.
“Aaaarrrggghhh …!” Jerit Samuel Corget saat salah satu tombak itu menembus paha kirinya.
“Mr. Corget.” Jean Baptiste membopong rekannya itu. “Ayo! Kita harus pergi dari sini.”
“Kali ini aku tidak akan meleset.” Sekali lagi Isabelle mengangkat tangannya untuk kembali menciptakan tombak-tombak kayu dengan sihirnya.
“Sudah cukup Isabelle.” Willem Denier membekap Isabelle dari belakang. “Hentikan semua ini! Bagaimana mungkin kau mengkhianati umat manusia. Bertobatlah!!!”
“Mengkhianati ...?” Dengan tenaga luar biasa. Isabelle melepaskan dirinya dari bekapan Willem. “Apa Anda tahu apa yang telah mereka lakukan? Mereka menyiksaku dan membunuhku dengan kejam. Aku sangat menderita. Tiada yang menolongku, selain junjunganku, Guhaguul. Sekarang, Anda memintaku untuk bertobat?! Pada siapa? Pada Tuhan-mu?!!”
Isabelle Herlocker tertawa histeris sebelum menjerit sambil menangis.
“DI MANA TUHAN KALA AKU MEMBUTUHKANNYA ...!!!”
Isabelle ambruk di tempatnya dan kemudian menangis dengan keras.
“Apakah aku tidak layak baginya?” Isabelle menangis. “Apa karena aku ini berdosa? Tidak maukah Tuhan menolongku karena aku bukan umat kesayangannya. Kenapa? Tidak bisakah kau mengerti diriku? Penderitaan yang kualami? Ditolak, dikucilkan masyarakat? Kenapa Anda tidak mau memahamiku!?”
“Isabelle …,” Willem memeluk Isabelle dengan erat. “tidakkah kau mengerti? Selama hidupmu kau telah menduakan Tuhan dengan mengandalkan kekuatan lain yang bukan berasal darinya. Bukan Tuhan yang telah menelantarkanmu, Isabelle. Justru kau yang telah meninggalkannya.”
“Lalu bagaimana dengan Anda, Pangeran.” Isabelle Herlocker bertanya dengan dengan suara bergetar. “Apa Pangeran juga akan meninggalkanku?”
Perasaan Willem seakan diiris, saat mendengar Isabelle kembali memanggilnya Pangeran.
“Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Isabelle Herlocker yang tersentak. Dia sama sekali tidak menyangka Willem akan mengucapkan kata-kata itu. Ekspresinya yang semula keras mulai melembut. Ia pun membalikkan tubuhnya dan mentap wajah Willem dengan sorot mata lembut.
“Apakah Pangeran akan mencintai Dinda dengan tulus seumur hidup Pangeran?”
Willem terdiam selama beberapa saat sebelum menggelengkan kepalanya.
“Tapi kenapa?” Isabelle berkata sambil menahan tangis. "Kenapa PAngeran tidak sudi mencintai Dinda? Apakah Dinda tidak cukup layak bagi Pangeran? Apakah Pangeran telah melupakan kebersamaan kita selama ini? Tidakkah Pangeran merasa bahagia? Tidakkah kebersamaan Pangeran bersama Dinda berarti bagi Pangeran? Jadi kenapa?"
“Dalam mimpi itu yang kurasakan bukan cinta.” Willem berkata dengan lirih. “Kau telah memengaruhi pikiranku agar tertarik denganmu, iyakan?”
"Apa? Dinda tidak pernah melakukannya?" Air mata mengalir deras dari kedua bola mata Isabelle yang kelabu. "Dinda tidak mungkin sehina itu."
"Saat di alam mimpi, aku sangat mencintaimu dan aku bahkan enggan pergi dari alam mimpi agar bisa selalu berdua denganmu."
Dengan lembut Willem memegang pipi Isabelle yang halus dengan kedua tangannya. Pemuda itu kemudian menempelkan dahinya pada dahi isabelle dan melanjutkan ucapannya dengan lirih.