Berdiri di peron stasiun kereta Desa Dalwhinnie yang dipenuhi dengan berbagai macam kesibukan, Curtis bersaudara yang baru saja tiba dengan kereta dari Edinburgh, langsung melihat ke sana kemari dengan ekspresi wajah penuh fokus dan teliti.
“Ketika kalian tiba, akan ada yang menjemput kalian di stasiun. Tenang saja, ia memiliki ciri yang cukup unik, kalian tidak akan susah mencarinya. Pria itu memiliki kumis yang lucu, mirip seperti laki-laki Inggris abad sembilan belas,” pesan ayah mereka pada malam sebelum keberangkatan. Di tengah lautan manusia tersebut, Curtis bersaudara mengalami kesulitan untuk menemukan penjemputnya. Sejauh ini, Si Kumis Lucu belum kelihatan ujung kumisnya.
“Ayo, kita keluar dulu aja, mungkin dia nunggu di pintu stasiun!” ujar Wade Curtis, anak tertua dari tiga bersaudara. Wade memiliki wajah yang ramah dan tatapan matanya menunjukan bahwa ia adalah anak yang cerdas. Dibanding anak berusia 16 tahun lainnya yang gemar berolahraga dan melakukan kegiatan pemacu adrenaline, Wade lebih suka melakukan kegiatan-kegiatan yang santai. Namun begitu, ia sangat pandai bermain basket dan jago bela diri.
“Itu bukan?” kata Adonis Curtis, si anak tengah. Donnie, begitulah orang-orang terdekatnya memanggilnya, menunjuk ke arah seseorang berbadan tegap yang sedang berdiri di dekat pos petugas. Sebagaimana yang dideskripsikan ayahnya, pria tersebut mempunyai kumis yang mirip bangsawan Inggris abad sembilan belas: panjang, tebal, dan ujungnya tegak runcing ke atas. Dari ekspresi dan gerakan matanya, pria itu terlihat seolah sedang mencari atau menunggu seseorang; itu yang membuat Donnie cukup yakin bahwa ia adalah Si Kumis Lucu. Dibanding kakaknya yang dua tahun lebih tua, Donnie terlihat lebih pecicilan. Ada saja celotehannya.
Wade membenarkan adiknya. Sebenarnya ia juga tidak yakin, namun tidak ada salahnya mencoba bertanya, siapa tahu benar. Setelah berjalan beberapa langkah, ia berbalik karena menyadari si bungsu masih terdiam di tempatnya berdiri setelah turun dari kereta.
“Carl!” teriak Wade. Wade melihat adik bungsunya sedang melihat ke arah sesuatu sembari tersenyum. Tanpa bertanya, ia pun sudah tahu apa yang sedang diperhatikan adiknya. Carl Curtis adalah anak paling muda dari tiga bersaudara. Umurnya 12 tahun, dan dia sedang mengalami masa-masa pubertas, masa dimana seseorang mulai menunjukan ketertarikan terhadap lawan jenis. Hasilnya, Carl menjadi seorang remaja yang genit, yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok gadis-gadis cantik.
Wade kembali memanggil adiknya dengan lebih keras. Carl tesentak, lalu mengalihkan pandangannya dari gadis manis yang sedang duduk menunggu di bangku peron sembari membaca buku, ke wajah kakaknya yang terlihat sedikit jengkel. Carl menghampiri Wade dengan tergesa-gesa, tapi kemudian menengok sekali lagi kepada gadis tadi dan dilihatnya sang gadis sekarang telah berdiri dan memeluk dengan gembira seorang pria yang kelihatannya adalah ayahnya.
Ketika Curtis bersaudara sudah menghampiri Si Kumis Lucu, Wade menyapanya dengan ramah dan menanyakan apakah ia adalah seseorang yang ditugaskan untuk menjemput anak-anak dari James Curtis. Si Kumis Lucu pun dengan ekspresi terkejut dan nada bicara yang tidak kalah lucu, membenarkan pertanyaan Wade.