Sebuah teratak yang megah khusus penonton PIV didirikan tepat dibelakang meja juri. Tenda ini dikhususkan untuk para petingi dan pejabat teras di Pondok Pesantren Ulumul Quran. Pemimpin pesantren dan beberapa tokoh agama serta tokoh masyarakat di kabupaten Aceh Timur juga turut diundang untuk menyaksikan acara ini. Dua orang syekkh yang berasal dari dari Arab Saudi dan Libya juga ikut hadir menyaksikan acara ini.
Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Syaikh yang berasal dari Arab Saudi duduk di kursi sebelah kanan pada barisan pertama. Ia merupakan staf pengajar yang mengasuh mata pelajaran bahasa Arab di progam khusus peminatan Bahasa Asing di tingkat madrasah Aliyah. Beliau telah menjadi tim pengajar di pondok pesatren Ulumul Quran selama lebih dari lima tahun.
Syekh Abdul Aziz juga memboyong istri dan kedua anaknya. Umi Aisyah, istri dari Syekh Abdul Aziz juga merupakan tim pengajar Bahasa Arab di program kelas inti Bahasa Arab untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah. Hafshah binti Abdul Azis, putri kedua mereka, yang berusia 4 tahun, duduk di pangkuan ibunya. Para santri di ponpes MUQ memanggilnya dengan sebutan, si barbie. Karena hidung mancung, mata bulat, dan pipi tirusnya menyerupai boneka super cantik nan sempurna yang tengah naik daun saat itu.
Di seebelah kanan Syekh Abdul Aziz, duduk Syekh Mustafa Abdul Jalil, beliau berasal dari Libya dan mengasuh mata pelajaran Bahasa inggris pada program peminatan Bahasa Inggris di tingkat Madrasah Aliyah. Syeh Mustafa telah bergabung menjadi tim pengajar di pompes ini selama 3 tahun. Ia masih berstatus lajang dan tinggal bersama para ustdz pengajar lainnya di komplek asrama khusus pengajar di MUQ.
***
Syekh Mustafa Abdul Jalil menatap dengan kagum sosok Nazaruddin dari tenda penonton khusus PIV. Ia sudah bisa membaca kecerdasan dan talenta pemuda itu sejak Nazarudin menjadi siswanya di kelas privat bahasa Inggris. Setiap malam Kamis dan Sabtu selepas shalat Isya, sepuluh santri prioritas mengikuti les khusus bahasa Inggris. Mereka sengaja dilatih secara intensif untuk pesiapan acara tukar pelajar antar negara yang di wacanakan akan diadakan di Negara Turki
Di ruang musala tempat mereka mengadakan les privat, Nazarudin telah hadir lebih dulu dari pada peserta yang lain. Ia mendengar Syekh Mustafa Abdul Jalil tengah berkomunikasi melalui ponsel dengan bahasa Arab yang baru kali itu didengarnya. Syekh Mustafa larut dalam percakapan, sehingga tidak menyadari kehadiran Nazaruddin.
“Sudah lama disini, Nazaruddin?” tanya Syekh Mustafa setelah percakapanya melalui telepon seluler itu selesai.
“Baru, saja, Syekh. Tadi saya telah mengucapkan salam saat masuk ke ruang mushala. Namun, Syeh Mustafa tidak mendengarkan.”
“Oh, Tidak masalah. Teman-teman lainnya, mana?” Syek Mustafa mengedarkan pandangan ke arah pintu mushala.
“Tadi, mereka sedang mengambil wudhu di musala, Syekh.”
“Oh,” Suara Syekh Mustafa menggantung.
“Tadi, saya dengar Syeh sedang bercakap dengan bahasa asing?”
“Oh, itu bahasa Arab Libya dialek Timur,” Ucap Syekh Mustafa sambil duduk bersila di samping Nazarudin.
“Bahasanya, keren ya, Syekh.”
“Bahasa Arab Libya ada dua dialek, yaitu dialek Timur yang berpusat di Benghazi dan Al-Badya, dan Dialek Barat berpusat di Tripoli dan Misratah,” Syekh Mustafa menjelaskan.
“Kamu mau, saya ajarkan bahasa Arab Libya?”