Cut Alysia

Vera Hastuti
Chapter #9

Bab 9 : Pergolakan

Pada tahun 2000, konflik bersenjata antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka sedang bergejolak. Kontak senjata antara aparat keamanan dan Gerakan Aceh Merdeka terjadi hampir diseluruh  wilayah Aceh. Aceh saat itu menjadi daerah  zona merah. Konflik bersenjata ini, bukan hanya menelan korban jiwa dari pihak pemerintah Republik Indonesia, tapi juga dari pihak Gerakan Aceh Merdeka. Ribuan warga sipil yang tidak berdosa ikut terkena imbasnya. Ratusan rumah warga dibumi hanguskan tanpa sebab musabab yang jelas. Dan, Ribuan anak-anak Aceh menjadi yatim dan piatu karena kehilangan orang tua. 

 

Konflik di Aceh terjadi sejak Hasan di Tiro, salah satu keturunan Tengku Cik Di Tiro yang merupakan pahlawan nasional di era perjuangan Aceh melawan Belanda membentuk suatu gerakan yang di namakan Gerakan Aceh Merdeka, pada tanggal 4 Desember 1976 di bukit Halimon, Kabupaten Pidie. Hasan di Tiro dan beberapa pengikutnya mendeklarasikan perlawanan terhadap pemerintah RI.

 

Gerakan ini  menginginkan tanah Aceh menjadi negara yang berdaulat. Sehingga menciptakan konflik antara pemerintah Republik Indonesia dengan GAM. Kala itu, Indonesia didukung oleh Amerika Serikat sedangkan GAM didukung oleh Swedia, Organisasi Papua Merdeka dan Arab-Libya Jamahiriya. Konflik yang berkepanjangan ini terjadi mulai dari era kepemimpinan presiden Soeharto.

 

GAM tercipta karena Hasan di Tiro merasa kecewa pada pemerintah RI. Kekecewaan disebabkan oleh beberapa Faktor. Faktor pertama kerena masalah agama. Pemerintah  pusat menolak keinginan rakyat Aceh untuk menerapkan syariat Islam di bumi Serambi Mekah. Sebenarnya, maksud Aceh saat itu bukan memisahkan diri dari Republik Indonesia. Tapi,  hanya ingin diberi ijin untuk menerapkan Islam secara syariat hanya di wilayahnya. Aceh memang lekat dengan Islam karena secara historis merupakan wilayah dari Kesultanan Samudra Pasai tempat pertama kali Islam datang di bumi Nusantra.

 

Faktor kedua, karena tidak adilnya pemerintah RI pada masyarakat Aceh atas bagi hasil pengolahan sumber daya alam yang diambil dari Aceh. Eksplorasi Sumber daya alam di Aceh memang memberikan keuntungan yang sangat banyak. Aceh Memiliki pertambangan Gas Alam terbesar yang terletak di lhoksmawe, daerah Utara Provinsi Aceh. Sehingga, kota itu dikenal sebagai daerah Petro Dollar. Karena pada tahun 1961, ditemukan sebuah ladang gas baru di daerah Arun yang diperkirakan bisa dikelola selama lebih tiga puluh tahun.

 

Selain gas, Aceh memiliki banyak manufaktur yang sangat berprospek. Seperti PT Aceh Asean Fertilizer, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT dan PT Kraft Aceh. Selain pupuk, produksi hutan Aceh juga sangat banyak dan menguntungkan. Pada tahun 1997 pendapatan mencapai Rp. 1 triliun pertahun. Namun, kekayaan Aceh tidak serta merta membuat masyarakat Aceh menjadi makmur dan sejahtera. Kondisi yang tidak adil ini semakin parah karena munculnya berbagai macam siksaan psikis dan fisik yang dilakukan oleh militer kepada rakyat Aceh

 

Pada akhir 1989, Presiden Soeharto melakukan operasi militer dengan nama sandi Operasi Jaring Merah di wilayah Aceh. Tujuan utama operasi ini untuk mengurangi kekuatan utama pengikut Hasan Tiro. Mereka dicap sebagai Gerakan Pengacau Keamanan atau GPK oleh negara. Jaring Merah secara teori hanya mengurangi kekuatan Hasan Tiro. Tapi dalam praktiknya, tentara dinilai tidak selektif ketika memburu para gerilyawan yang sangat loyal pada Hasan Tiro. Sehingga sepertinya tentara melakukan pembantaian yang cenderung asal-asal dan akhirnya membantai warga sipil. Pada saat pemberlakuan Operasi Jaring Merah, pasukan pemerintah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam skala yang besar dan secara sistematis di daerah ujung Barat Nusantara itu.

 

Karena makin meningkatnya Operasi Jaring Merah, para pengikut setia Hasan Tiro bersembunyi di banyak tempat. Salah satu tujuan persembunyian mereka adalah desa-desa di Aceh. Desa yang diduga menyembunyikan anggota dan gerilyawan GAM dibakar. Tak cukup di situ, anggota keluarga tersangka GAM diculik dan disiksa. Sekitar 300 anak di bawah umur dan wanita mengalami perkosaan. Warga  sipil yang terbunuh mulai tahun 1989 hingga 1998 dalam operasi jaring merah tersebut berkisar antara 9.000 hingga 12.000  korban jiwa.

 

Operasi militer yang dijalankan oleh Pemerintah Orde baru itu telah membuat para aktivis GAM terpaksa melanjutkan perjuangannya di daerah pengasingan. Mereka melakukan perjuangan di hutan-hutan belantara. Dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya agar jejak mereka tidak ditemukan. Gerakan ini kembali menggelora dan menunjukkan eksistensinya ketika rezim yang di pimpin oleh peresiden Soeharto itu runtuh dan reformasi sedang berlangsung di Indonesia.

 

Lihat selengkapnya