Cut Alysia

Vera Hastuti
Chapter #10

Bab 10 : Perekrutan

Gerakan Aceh Merdeka dengan cepat melakukan pendidikan militer bagi anggota-anggotanya. Salah satu negara yang menjadi basis militer Gerakan Aceh Merdeka adala Libya. Tahun 1980, ribuan anak muda asal Aceh dilatih di camp militer di negara itu. Saat itu, Presiden Libya Mohammar Khadafi mengadakan pelatihan militer bagi gerakan separatis dan teroris di seluruh dunia.

 

Hasan Tiro, panglima tertinggi GAM yang menetap di Swedia berhasil mendaftarkan gerakan yang dibentuknya sebagai salah satu peserta pelatihan. Pemuda kader GAM juga berhasil masuk dalam latihan di camp militer di Kandahar, Afghanistan pimpinan Osama bin Laden. Gelombang pertama masuk tahun 1986, selanjutnya terus dilakukan hingga akhir 1990. Selama Daerah Operasi Militer di terapkan oleh pemerintah Republik Indonesia, pengiriman pasukan yang didominasi para pemuda Aceh ke Libya tersendat. Tetapi, angkatan yang berangkat di antara 1995-1998 sudah mendapat latihan intensif. Ketika DOM dicabut, prajurit dari Libya ini ditarik kembali Aceh. Jumlahnya sekitar 5.000 personel dan dijadikan pasukan elite GAM.

 

Gerakan Aceh Merdeka kembali melakukan perekrutan anggota pasukan baru semenjak Rezim pemerintah Soeharto jatuh. Gerakan ini mendapat ruang gerak untuk segera membentuk strategi kekuatan baru. Melalui pimpinan wilayah Koeta Radja, mandat mengenai perekrutan prajurit baru dikirim ke seluruh komando wilayah Pase Pantebahagia, Peurulak, Tamiang, Bateelik, Pidie, Aceh Darussalam, dan Meureum. Seluruh kekuatan GAM dioperasikan dari tempat ini. Setiap wilayah komando dipimpin oleh  panglima wilayah masing-masing.  

 

Pimpinan Komando wilayah Peurlak, Teungku Said Abdullah adalah anggota elite GAM yang pernah menempuh pendidikan militer di Libya pada tahun 1987. Ia adalah salah satu anggota GAM yang dengan berani mengibarkan bendera bulan bintang di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada saat peringatan hari ulang tahun GAM yang ke-13 setelah sebelumnya, Hasan Tiro pernah juga mengibarkan bendera yang sama di Gunung Halimun, pada tanggal 4 Desember 1976.

 

Berdasarkan isi surat yang diterimanya dari komando Koeta raja, Teungku Said Abdullah mulai bergerilya mencari pendukung sempatisan Gerakan Aceh Merdeka di wilayah Peurlak. Para pemuda-pemuda yang baru lulus Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas menjadi sasaran utama.

 

***

 

Saat hujan deras mengguyur di kawasan Aceh Timur tengah malam dini hari, rombongan Teungku Said Abdullah mendatangi rumah paman Nazarudin. Rumah yang terletak di areal tambak itu tidak padat penduduk sehingga membuat rombongan kamando wilayah Peurlak dapat dengan leluasa memasuki daerah itu.

 

Syaifullah, paman Nazarudin terkejut bukan kepalang saat membuka daun pintu rumahnya. Detak jantungnya hampir saja terhenti saat mengetahui sosok panglima komando GAM wilayah Peurlak dan beberapa pasukan berbaju loreng dengan wajah ditutup sebo bertandang ke rumahnya. Di masa konflik seperti saat ini, menerima tamu dari kalangan Gerakan Aceh Merdeka sama halnya dengan mengundang bencana. Bila berita kedatangan mereka tercium oleh aparat keamanan, maka nyawa Syaifullah dan keluarganya bisa jadi taruhannya.

 

“Ada gerangan apa kiranya, sehingga membuat Teungku sampai di rumah ini,” Tanya Syaifulah dengan suara gentar setelah lelaki paruh baya itu mempersilahkan Teungku Said Abdullah untuk duduk di kursi bambu yang terletak di ruang depan. Dua orang anggota pasukannya lengkap dengan senjata laras panjang berjaga-jaga di depan rumah. Satu anggota yang memakai topi dengan simbol bulan bintang berjaga-jaga di samping kanan rumah yang berhadapan langsung dengan hamparan luas tambak udang.

 

“Saya ingin mengajak Pakcik bergabung bersama kami.” Ucap lelaki brewok itu pelan sambil memilin rokok tembakau di tangannya. “Sama-sama kita memperjuangkan hak-hak orang Aceh di atas Negeri kita sendiri.”

 

“Tapi, Tengku,” suara Syaifullah tercekat. Ia ragu menentukan jawaban. Bagai memakan buah simalakama, lelaki setengah baya itu takut justru jawabannya bisa menjadi petaka baginya.

 

“Tapi?” tanya Teungku Said Abdullah sambil menatap tajam ke arah mata Syaifullah.

 

Lihat selengkapnya