Cut Alysia

Vera Hastuti
Chapter #14

Bab 14 : Ketetapan Hati

Syaifullah dan Nazarudin menatap kaku pusara yang masih menyisakan bau kembang tujuh rupa di hadapan mereka. Aminah kalah saat melawan penyakit Infeksi Pernapasan Atas yang dideritanya. Tepat, pulul 5 shubuh tadi, ia menghembuskan nafas terakhir di pangkuan Syaifullah.

 

Tatapan paman dan ponakan itu kosong. Pikiran larut dalam pikiran masing-masing. Nazarudin yang barus saja menamatkan pendidikan Aliyah di Ponpes Bustanul Ulum masih binggung untuk melanjutkan perguruan tinggi mengingat keterbatasan ekonomi. Sang Paman, Syaifullah binggung memikirkan dimana tepat mereka akan bernaung selanjutnya. Rumah yang di bangunnya dengan susah payah bersama mendiang istrinya, kini telah rata dengan tanah. Tidak menyisakan apapun. Hanya baju di badan, dan sebuah bingkai foto yang di miliki lelaki paruh baya itu saat ini.

 

Hujan yang semula hanya titik gerimis, kini berubah menjadi deras. Mereka berdua lalu berteduh di sebuah pondok yang berada di sisi Utara pemakaman Umum desa Alue Pineng. Hujan yang semakin menjadi di tambah dengan terpaan angin, membuat mereka berdua basah kuyup. Syaifullah memeluk erat Nasaruddin. Melindunginya dari guyuran hujan.

 

 

Sayup-sayup dari arah pintu utama pemakaman, terlihat lima orang bertubuh besar memakai pakaian loreng lengkap dengan senjata laras panjang menuju ke arah mereka berdua. Syaifullah makin menggeratkan pelukannya pada Nazarudin, Ia tidak ingin orang-orang itu menyakiti keponakannya itu.

 

Assalamualaikum, Pakcik,” salah satu dari lelaki berseragam loreng itu menyapa mereka.

Waalaikum salam,” Syaifullah menjawab dengan suara bergetar.

 

“Pakcik, kami diperintahkan oleh Panglima untuk membawa Pakcik ke markas,”

 

“Markas?” tanya Syaifullah dengan binggung.

 

“Pakcik ikuti kami saja, nanti pasti akan tahu sendiri,” Ucap lelaki itu. Matanya sangat jeli mengawasi keadaan di sekitar pemakaman desa Alue Pineng.

 

Syaifullah menatap Nazarudin sesaat. Ia sangsi mengikuti orang-orang berseragam itu. Lelaki paruh baya itu masih ingat, salah satu dari mereka adalah orang yang juga pernah datang ke rumahnya malam itu. Namun, karena tidak punya siapa-siapa lagi di desa Alue Pineung, akhirnya Syaifullah mengamini ajakan mereka.

 

Mata Nazarudin dan Syaifullah sengaja ditutup dengan sehelai kain hitam. Mereka di tuntun oleh orang – orang berseragam loreng ke arah hutan di belakang desa Alue Pineng. Terkadang mereka melalui jalan berliku, terkadang melalui jalan berbukit dan terkadang mereka merasakan sedang menyebrangi sebuah sungai.

 

Lihat selengkapnya