Mereka berdua meringkuk pelan menuju arah tambak. Baru saja, Yeben akan melangkahi pagar pembatas rumah. Sebuah suara tembakan terdengar dari arah rumah. Suara Alysia pasti akan menggelegar dan memecah sunyinya malam, andai saja Yeben tidak segera membekap mulut gadis itu. Dalam keadaan mencekam seperti saat ini, sedikit saja suara yang dihasilkan, bisa langsung membuat curiga orang-orang berseragam loreng yang tengah berjaga di depan rumah.
Pikiran Alysia bercampuk aduk, ia mencemaskan keadaan kedua orang tuanya yang masih berada di dalam rumah. Tubuh gadis itu bergetar hebat, Ia berusaha menahan tangisnya. Yeben memeluk Alysia dan berusaha untuk menenangkannya. Yeben dapat merasakan air mata gadis itu menembus seragamnya.
Suara tembakan secara beruntun kembali terdengar dari arah rumah Alysia, membuat gadis itu sontak terkejut. Suaranya yang menembus sela-sela jari Yeben telah mengundang kecurigaan seorang lelaki berseragam loreng yang tengah berjaga di teras depan sebelah kanan rumah.
“Hei, siapa disana,” teriak lelaki itu sambil mengarahkan moncong senjatanya ke arah persembunyian mereka.
Alysia makin mengeratkan pelukannya di lengan kanan Yeben ketika mereka mendengar langkah laki-laki itu mendekat. Gara-gara pelukan gadis itu, Yeben jadi kesulitan untuk memegangi senjatanya. Baru saja Yeben akan menyiapkan senjata laras panjangnya, sebuah kilatan cahaya yang berasal dari arah senter lelaki itu mengarah ke pada mereka.
“Siapa kalian?” bentak Lelaki itu dengan keras.
Yeben langsung mengangkat senjatanya dengan menggunakan sebelah tangannya, Ia sengaja membelakangi tubuh Alysia. Dengan cepat, anggota brimob itu meyilangkan kakinya ke arah kaki laki-laki berbaju loreng itu, sehingga membuat lelaki dengan wajah tertutup sebo itu tersungkur ke tanah.
Saat lelaki itu tersungkur, Yeben langsung mengambil kesempatan. Dengan gegas, ia langsung menarik Alysia dan mengambil langkah seribu untuk menyelinap di antara kayu-kayu bakar yang tersusun di halaman belakang. Keadaan di sekitar samping kanan rumah yang gelap, menyelamatkan mereka sementara dari tatapan para anggota lain yang sedang berjaga.
Tanpa Yeben duga, lelaki yang jatuh tersungkur tadi, justru memberondong senjata secara brutal ke arah timbunan kayu yang melindungi mereka. Tanpa pikir panjang, Yeben langsung melindungi Alsyia dengan sigap. Ia membekap lagi mulut gadis itu dengan erat. Pemuda itu sudah terbiasa mendengar letupan senjata, berbeda dengan Alysia. Saat mendengar suara tembakan dari jauh saja, gadis itu sudah bergetar dan sangat ketakutan. Apalagi sekarang, saat sang eksekutor telah nampak jelas di depan mata.