Alysia menggenggam kuat idjazah tanda kelulusan SMA di tangannya. Bersama dengan kertas itu, ia berziarah ke makan kedua orang tuanya. Air matanya menetes saat melantunkan bait demi bait doa di atas pusara yang telah ditaburinya dengan bunga. Sore ini, walau rinai hujan mulai turun perlahan, ia tetap menyempatkan diri untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Sebab, besok pagi, gadis itu akan berangkat ke kota Banda Aceh untuk melanjutkan kuliahnya.“Umi, Abi, doakan Ai ya,” bathinnya dalam hati.
“Hujan lebat sepertinya akan turun sebentar lagi, sebaiknya kita pulang sekarang, Alysia,” ucap Bik Atin yang ikut menemaninya berziarah sore itu.
“Baik, Bik,” jawab gadis itu, sambil beranjak bangun dan menciumi satu persatu nisan ayah dan ibunya.
Bik Atin dengan setia menaungi payung untuk Alysia agar gadis itu terhindar dari tetes hujan yang mulai turun dengan deras. Besok pagi, mereka berdua akan berangkat ke ibu kota propinsi Aceh itu dengan mengunakan mobil penumpang L300. Karena gadis itu, belum pernah menginjakkan kaki di kota itu, Bik Atin akan mengantarkannya dan membantu mencari rumah kos untuk Alysia.
“Bik, Alysia minta bantu boleh?” tanya Alysia setelah mereka sampai di rumah.
“Boleh, bantu apa, Alysia?”
“Bik, Alysia ingin bik Atin mengelola semua hasil tambak dan ladang Abi selama nanti saya kuliah di Banda Aceh.”
“Maksudnya?” Tanya Bik Atin sambil melebarkan bola matanya. Ladang milik keluarga Alysia sangat luas. Seperempat lahan pertanian di desa Alue Pineung adalah milik keluarga Ayah Alysia. Keluarga ini juga memiliki banyak tambak ikan dan udang yang dikelola dengan sistem bagi hasil dengan para penduduk di sekitar wilayah itu. Almarhum Tengku Syafir Shafdin terkenal sebagai salah satu orang terkaya di kecamatan Alue Pineung.
“Tidak sulit, Bik,” ucap Alysia sambil tersenyum saat membaca raut panik pada wajah wanita itu. “Bibik hanya menerima dan mencatat jumlah uang yang disetorkan oleh orang-orang yang menggarap lahan pertanian dan tambak milik Abi.”
“Lalu, uangnya Bik Atin kemanakan?” tanya wanita yang terkenal sangat amanah itu.
“Bik Atin kirimkan ke rekening tabungan Alysia juga boleh, untuk biaya pendidikan saya selama di Banda Aceh nanti, Bik.”
“Oh iya, benar,” Bik Atin mengangguk paham. “Kok, bibik tidak kepikiran sampai ke sana, ya?” Bik Atin bertanya kepada dirinya.