Cut Alysia

Vera Hastuti
Chapter #31

Bab 31: Surat Bayangan

Sudah hampir dua tahun Nazarudin berada di Negara Libya. Ia tidak diizinkan mengikuti latihan militer di negara minyak itu karena belum diambil sumpah keprajuritannya oleh panglima wilayah. Karena otaknya yang encer dan mudah membawa diri, ia diterima bekerja sebagai asisten manajer di perusahan minyak terkenal di negara itu.

 

Hanya dalam waktu enam bulan, Nazarudin telah diangkat menjadi manajer utama di perusahaan yang bekerjasama dengan negara-negara Eropa itu karena dedikasinya yang tinggi pada pekerjaannya. Ia tinggal terpisah dengan pamannya. Nazarudin tinggal di sebuah apartemen yang disediakan oleh perusahaan tempatnya bekerja di pusat kota Tripoli.

 

Sedangkan pamannya, Syaifullah mengikuti latihan militer di kamp Tanzura yang berada tepat di pinggir laut Tanjura. Kamp ini dibangun pada tahun 1976. Kamp ini diperuntukkan bagi negara Islam yang ingin merdeka atau bagi kelompok-kelompok yang tertindas di negara asalnya. Selain Aceh, pelatihan militer di kamp ini juga diikuti oleh pejuang-pejuang dari Pattani (Thailand), Moro (Fhilipina), Organisasi Pembebasan Plaestina (PLO), dan sayap militer perjuangan Irkandian (IRA).

 

Pagi ini, Nazarudin mengunjungi pamannya di kamp Tanzura. Kamp ini terletak sekitar 10 Kilometer dari kota Tripoli. Ia diizinkan masuk oleh seorang penjaga pintu gerbang utama setelah menjelaskan maksud kedatangannya dengan menggunakan bahasa Arab Libya. Ia menuliskan nama pamannya pada secarik kertas dan memberikan kepada petugas ruang tunggu tamu. Setelah dua puluh menit Nazarudin menanti, pamannya muncul dari arah pintu masuk ruangan itu.

 

Abuwa,” ucap Nazarudin, ia langsung menghabur ke pelukan pamannya.

 

“Bagaimana, kabarmu, Nak?” tanya Syaifullah sambil memindai seluruh tubuh keponakannya itu.

 

Alhamdulilah sehat, Abuwa” Nazarudin menjawab sambil mencium punggung tangan pamannya. “Abuwa sehat juga, Kan?”

 

Alhamdulillah, Abuwa juga sehat.” Jawab lelaki itu sambil melebarkan senyumannya. “Kebetulan kamu datang, Nak. Ada berita penting yang hendak Abuwa sampaikan,” Syaifullah berujar dengan wajah dan nada serius.

 

“Berita apa, Abuwa?”

 

“Aceh sedang bergejolak. Pemerintah RI telah menetapkan Aceh sebagai daerah Darurat Militer, Puluhan ribu tentara dan polisi di kirim ke daerah itu. Kini, Aceh tak ubahnya seperti ladang perang. Hampir setiap saat terjadi kontak sejata. Banyak korban berjatuhan baik dari pihak sipil, RI maupun GAM. Semua daerah di Aceh membutuhkan pasukan tambahan. Kemungkinan, minggu depan, Abuwa dan beberapa pasukan lainnya akan pulang ke Aceh.”

 

Nazarudin terdiam sejenak setelah mendengarkan penuturan pamannya. Pikirannya bercampur aduk. Ia harus menentukan sikap apakah memilih pulang ke Aceh bersama pamannya, atau menetap sendiri di Libya.

 

“Nazar juga ikut Abuwa pulang ke Aceh.” Ucap pemuda itu dengan tegas.

 

Lihat selengkapnya