Cut Alysia

Vera Hastuti
Chapter #36

Bab 36: Cinta Lama

Nazarudin kembali menemui Alysia di rumah kosnya. Sikap dingin Alysia sungguh membuatnya tersiksa. Enam tahun, ia telah menghidupkan sosok gadis itu dalam imajinasinya sebagai suluh penyemangat hidup. Ia mencintai gadis itu melebihi cintanya pada diri sendiri. Walau pamannya mengatakan Alysia telah tiada, cintanya pada gadis itu tidak pernah mati.

 

“Ada urusan apa lagi, Abang ke sini?” tanya Alysia ketus.

 

“Abang ingin menyerahkan ini padamu,” ucap Nazarudin sambil memberikan sebuah kotak yang telah dilapisi kertas kado bermotif bunga mawar.

 

“Apa ini, Bang?” tanya Alysia dengan tatapan muak. Ia enggan menerima pemberian apapun dari lelaki itu.

 

“Abang berangkat ke Libya, karena Abuwa mengatakan kamu dan keluarga tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Aku merasa sangat kehilanganmu dan mengaminkan ajakan Abuwa untuk ikut bersamanya ke Libya. Bagi Abang, kamu tidak pernah mati. Bayang-bayangmu selalu menjadi penyemangat saat abang menjalani hidup di Libya. Bila rindu padamu sudah tidak tertahan, abang mengirimkan surat-surat padamu. Menganggap, bila Tuhan akan menyampaikan surat itu ke alamat rumahmu.” Ucap Nazarudin sambil terisak.

 

“Lalu, apa kaitannya dengan ini?” tanya Alysia sembari menunjuk kotak yang kini telah berada di tangannya.

 

“Isi kotak-kotak itu adalah surat-suratku untukmu.”

 

“Lalu, untuk Abang berikan padaku?” tanya Alysia sambil menatap Nazarudin dengan tajam.

 

“Abang ingin kamu membaca semua surat-surat itu.”

 

 

***

 

Dengan rasa penasaran, Alysia membuka bungkusan yang membalut kotak besar itu. Ia keluarkan satu persatu surat di dalam kotak itu. Air matanya menetes ketika membaca surat yang ditulis oleh Nazarudin. Gadis itu bisa merasakan ketulusan yang dalam disetiap bait kata yang tertulis pada kertas putih itu. Ia tidak bisa menepis besarnya rasa cinta lelaki itu kepadanya. Setelah surat-surat itu selesai dibacanya, Alysia menangis sejadi-jadinya, serupa tangisan ketika ia kehilangan kedua orang tuanya.

 

Kenangan saat kejadian malam itu kembali melintas. Alysia dengar sendiri percakapan antara paman Nazarudin dan ayahnya. Ia tahu pasti, bila lelaki itu tidak ada hubungan sama sekali dengan pembunuhan orang tuanya. Nazarudin hanya dijadikan tameng oleh pamannya. Dendam pribadi antara Syaifulah dan ayahnya menyeret Nazarudin menjadi orang yang dipersalahkan atas tragedi berdarah yang terjadi malam itu.

 

Baru malam itu, ia tahu bila ternyata Ayahnya juga menyukai sosok Nazarudin. Ayahnya ingin pemuda itu bisa mendampingi Alysia selamanya. Gadis itu kembali terisak, ia pun merasakan luka yang sama seperti yang dirasakan oleh Nazarudin. Alysia terluka karena kehilangan kedua orangtuanya, sedangkan Nazarudin terluka karena kehilangan kekasih hatinya. Mereka sama-sama kehilangan orang-orang yang dicintai dengan sepenuh hati dan jiwa. Alysia bisa membayangkan bagaimana tersiksa dan terlukanya perasaan lelaki itu hidup seorang diri di Libya.

 

Andai, Nazarudin tahu lebih awal perasaan Alysia padanya. Pasti, tragedi naas malam itu tidak akan pernah terjadi. Jika hanya perkara menantinya tamat pendidikan tinggi, Alysia yakin lelaki itu akan bersedia menunggunya tanpa batas waktu. Alysia menarik napas panjang lalu menghebuskannya kembali. Mereka hanya menjalani ketetapan yang telah Allah gariskan.

 

 Mata Alysia tertumpu pada sebuah bungkusan hitam saat akan memindahkan kotak yang diberikan oleh Nazarudin. Ia mengambil bingkisan itu lalu membukanya. Sebuah kain terbungkus rapi dalam bungkusan itu. Alysia bertanya-tanya mengapa Nazarudin menyelipkan sebuah kain pada kotak surat itu?

 

Lihat selengkapnya