Yeben mengemudikan mobilnya dengan kencang. Setelah, sebelumnya tanpa pamit, ia langsung meninggalkan Alysia dan Nazarudin di halaman rumah kos. Sesampainya di mobil, air matanya tumpah ruah. Baru kali ini, selama hidupnya, Yeben merasa sangat kecewa. Hatinya sangat terluka saat Alysia hanya diam seribu bahasa ketika berulang kali ia melayangkan pilihan. Baginya, itu sudah lebih dari cukup sebagai tanda bila gadis itu lebih mencintai Nazarudin dari pada dirinya.
Di persimpangan Lamnyong, Yeben memutar stiur kemudi ke arah kanan menuju arah Krueng Raya. Ia dan Alysia sering menikmati suasana senja di pantai itu. Angin bulan November bertiup kencang dari arah Barat laut, membuat pasir-pasir di pesisir pantai berhambur hingga ke jalan raya.
“Ma, beginikah sakitnya saat Yeben membuat Mama kecewa?” Tanya Yeben dalam hati. Sekelebat bayangan ibunya terlintas. Saat ini, ia benar-benar sangat merindukan wanita itu ada disisinya.
Yeben masih terngiang, saat ibunya menangis meraung-raung saat tahu bila anak kesayangannya telah berubah keyakinan demi seorang gadis yang berada di ujung Barat Indonesia. Berulang kali, ibunya memohon agar Yeben mau mengubah pikiran dan kembali pada ajaran tuhan Yesus. Namun, tekadnya sudah bulat. Pantang untuknya menarik lagi kata-kata yang telah terikrar.
Selama lebih 2 tahun, komunikasi antara mereka terputus. Ibunya tidak pernah lagi sudi menelpon. Yeben tahu, jauh dilubuk hati, wanita itu memeram rindu yang dalam kepadanya. Setiap Yeben menelpon, ibunya selalu menolak. Berulang kali, Yeben meminta maaf dan menjelaskan pilihan hidupnya melalui pesan singkat yang dikirimnya, tetapi tidak sekalipun pesan-pesan itu dibalas. Baru beberapa hari lalu, hati ibunya luluh dan merestui pilihan serta jalan hidup yang telah diambil olehnya.
Yeben memarkirkan mobilnya di dekat pelabuhan Krueng Raya. Pikirannya benar-benar kalut. Biasanya, laut bisa menjadi penenang baginya di saat penat dan lelah. Lima jam sudah, ia menghabisakan waktu untuk duduk di tepi pantai. Pemandangan senja yang indah di tepi pantai Krueng Raya, tidak juga bisa meredam gejolak di hatinya. Yeben akhirnya memlih untuk pulang.
Sore itu, Jalanan di Krueng Raya nampak lengang. Hanya ada beberapa kendaraan roda dua dan roda empat yang melintas di jalan pelabuhan Banda Aceh menuju pulau Sabang itu. Yeben menekan pedal gas mobilnya lebih dalam, pikiran yang kalut membuatnya kurang fokus mengendarai kendaraan. Saat melintasi sebuah persimpangan, ia tidak melihat bila sebuah truk bermuatan penuh melintas dengan cepat dari simpang sebelah kanan jalan. Sedangkan, dengan kekuatan tinggi, Yeben datang dari arah depan. Sehingga kecelakaan antara truk dan mobil yang dikendarai Yeben tidak dapat lagi dihindarkan.
***
Alysia sudah mencoba berulang kali menghubungi ponsel Yeben tetapi nomor kontaknya tidak aktif sejak siang tadi. Selama ini, lelaki itu tidak pernah menonaktifkan perangkat selulernya. Ia sangat cemas saat Yeben meninggalkan mereka berdua di halaman rumah dengan marah. Tidak pernah selama ini, Alysia melihat Yeben semurka itu. Wajahnya merah padam dan sorot matanya menyiratkan luka yang dalam.
Sampai Azan magrib berkumandang dari arah masjid Kopelma, lelaki itu belum juga dapat dihubungi. Alysia bergegas mengganti seragam koasnya lalu berangkat ke rumah sakit Zainal Abidin. Tepat pukul 8 malam, Ia harus bertukar jaga dengan petugas shift siang.
“Maaf, saya hadir agak telat,” Ucap Alysia kepada teman jaganya yang telah lebih dulu hadir.
“Tidak masalah, eh, tumben hari ini terlambat?” tanya Rhidani, sahabatnya di kampus sekaligus teman koasnya yang juga bertugas di shift malam ini.
“Karena sudah malam, susah sekali mencari mopen labi-labi. Sudah hampir satu jam, aku menunggu di Simpang Galon. Untung ada labi-labi yang lewat. Kalau tidak, aku harus jalan kaki sejauh 3 KM dari Darussalam menuju rumah sakit ini.” Ucap Alysia sambil meletakkan tas ranselnya di samping meja petugas UGD.
“Bang Yeben kemana?”
“Tidak tahu,” Alysia menggeleng pelan. “Sejak siang tadi, ponselnya tidak aktif.” Ucap Alysia dengan nada sedih.
“Tumben, kamu tidak tahu keberadaan Bang Yeben?” Selidik Rhidani dengan heran.