Aroma amis mulai terhidu saat aku membuka jendela dan menghentikan mobil untuk mengisi bahan bakar. Beberapa teman pergi ke toilet, termasuk Gina. Sedangkan aku menyusul mereka setelah memarkir mobil di dekat musala.
Perjalanan selanjutnya kami akan menemui kepala desa setempat dan meninjau lokasi KKN. Meskipun pikiranku agak kalut, tetapi aku berusaha fokus agar kegiatan survei tidak terganggu oleh masalah pribadi. Lebih baik aku diam dulu daripada menjadi gempar jika teman-teman tahu aib yang kusandang.
“Selamat datang adik-adik mahasiswa. Beginilah keadaan desa kami. Semoga nanti KKN-nya lancar. Semoga program yang diusung bermanfaat untuk warga sekitar. Monggo dipersilahkan jika ingin melihat sekitar tempat KKN.”
Gina menjadi juru bicara saat itu. Aku dan teman-teman hanya tebar senyum dan mengangguk takzim ketika kepala desa memberi sambutan dan menyampaikan saran serta himbauannya selama KKN.
Usai itu, aku menyetir mobil ke kawasan pantai dan hutan bakau yang menjadi penahan abrasi air laut. Tampak di salah satu sisi jalan ribuan batang tanaman bakau. Tanaman hebat, dengan akar napasnya yang kokoh, ia mampu memecah gelombang air laut, mampu mencegah pengikisan daratan. Bukti kekuasaan Tuhan atas penciptaan-Nya. Bahwa tiada yang sia-sia.
Seketika aku teringat Tia. Jika benar dia mengandung anakku, maka anak itu harus hidup. Tak boleh aku sia-siakan. Dosa besar jika hasil perbuatanku terbuang. Namun, aku juga dilema karena harus mengikuti mata kuliah KKN. Bagaimana mungkin aku menikahi dia? Menikah diam-diam pun sangat beresiko. Mama dan Papa pasti tidak setuju anak tunggalnya menikah tanpa resepsi dan perayaan lain seperti kerabat dan keluarga dekat lainnya.
“Stop di depan situ, Barra. Aku pengen liat ada apa di balik tembok tinggi itu.”
Atas permintaan Gina aku memarkir mobil di tepi jalan. Gina keluar dari mobil. Teman-teman lain juga mengikuti Gina. Mereka menaiki tangga ubin setinggi tembok yang dibuat di sisi tembok setiap sekian meter. Aku menyusul mereka karena penasaran juga.
Setelah menaiki tangga setinggi dua meter, aku melihat hamparan air laut yang sangat luas. Bebatuan pemecah gelombang tersusun acak di sepanjang sisi tembok yang bersentuhan dengan ombak. Sebagian bebatuan itu membentuk jalan ke arah tengah lautan. Mungkin, itu salah satu upaya untuk mencegah pengikisan daratan juga.