Aku sangat berharap Gina segera hamil. Meskipun kuliah kami belum lulus. Apalagi Mama dan Papa sudah tidak sabar ingin menimang cucu, terutama cucu laki-laki. Aku masih ingat betul ucapan Mama kala itu suatu hari.
“Mama ini cuma anak perempuan. Seluruh aset kekayaan kakekmu tidak bisa diwarisi oleh Mama meskipun kamu anak laki. Yang bisa mewarisi harta Kakek adalah anak laki-laki dari anak laki-laki juga. Kalau anak kamu dan Gina laki-laki, dia, cucu Mama, bisa menjadi ahli waris utama.”
“Semua anak Kakek kamu perempuan. Dari saudara Mama yang berjumlah empat orang itu belum ada yang mempunyai cucu laki-laki. Itu pun hanya ada satu yang anaknya laki-laki, Anaknya Tante Rosa. Kenal, kan, Si Ken? Dia juga masih muda, masih remaja.”
“Harapan satu-satunya, ya, anak kamu, Barra. Makanya selama ini warisan kakekmu masih menjadi milik bersama. Kakek maunya penerus bisnisnya dari jalur anak laki.”
Aku menyampaikan kepada Gina perihal penerus bisnis keluarga. Istriku juga berharap segera hamil anak laki-laki. Kami pun akhirnya bersemangat. Tak hanya bercinta, aku dan Gina juga mencari tahu bagaimana proses pembuahan sampai menjadi janin. Bagaimana sperma berhasil membuahi sel telur agar embrio yang dihasilkan berjenis kelamin laki-laki.
Teori tentang embrio agar berjenis kelamin laki-laki saat terjadi pembuahan rupanya sangat banyak di internet. Satu per satu link aku buka dan pelajari dengan teliti. Jangan sampai ada detail yang terlewat saat proses pembuahan. Termasuk trik dan seputar hubungan intim, kami simak baik-baik.
Ternyata, untuk menjadikan embrio berjenis kelamin laki-laki tidak terlalu rumit. Dari sekian artikel aku sudah menangkap intinya. Agar anak yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan juga ada prosedurnya. Keduanya tidak terlalu sulit. Hanya perlu upaya dan konsentrasi saja.
Bulan madu menjadi rutinitas aku dan Gina usai pulang dari kampus. Seminar proposal skripsiku dan Gina sudah sukses dilaksanakan. Kini tinggal menyusun persiapan di lapangan. Aku memilih perusahaan susu sebagai tempat pengambilan sampel penelitian. Sedangkan Gina lebih banyak melakukan percobaan di laboratorium kimia.
Hari berlalu tanpa terasa. Kesibukan menyusun skripsi dan urusan rumah tangga berjalan saling berkejaran. Kadang Gina kelelahan setelah melakukan penelitian di laboratorium. Hal itu mengakibatkan program kehamilan agak tertunda. Aku juga kasihan padanya. Jangan sampai dia sakit karena kelelahan.
“Gimana, Barra? Sudah positif?” tanya Mama saat beliau duduk santai di teras sepulang kerja. Sementara itu Gina sedang berada di kamar. Dia rebahan saat kutinggalkan di sana.
“Belum, Ma. Gina lagi sibuk di lab. Pas pulang sering kecapekan,” jawabku agak malas.