Cut Off

Dewi Fortuna
Chapter #23

Masa Kehamilan

“Ayo, Sayang. Kamu harus tetep makan, ya. Dikit aja, gak papa. Demi kesehatan.”

Mama sering banget membujuk Gina agar mau makan menu yang disiapkannya bersama bibi. Bentuk perhatian istimewa pada istriku. Situasi baik dalam hubungan ikatan antara mertua dan menantu. Sebab biasanya, katanya, kedua perempuan tersebut kadang tidak bisa akur di bawah satu atap. 

Siapa yang mengalah demi siapa dalam hal ini? Mama mengalah demi Gina atau sebaliknya, Gina yang bersikap manis demi kebahagiaan Mama. Jika kuperhatikan, sejak tinggal di rumah Mama lagi, Gina memang terlihat lebih manja. Apakah kondisi ini bawaan wanita hamil? Tak hanya manja denganku, dia juga manja dengan Mama. Ah, entahlah. Yang penting keduanya bisa rukun.

Seperti dua hari lalu, setelah kepindahan kami ke rumah Mama, Gina tiba-tiba minta buah duku malam-malam saat semua orang sedang terlelap. Gina meyakinkan aku bahwa masih ada pedagang yang berjualan di pinggir jalan dengan mobil bak terbukanya. Istriku tidak mau menunggu hingga esok hari. Malam itu juga, aku harus bisa mendapatkan duku. 

Bahkan Gina menyuruh mengambil minimal lima butir jika dagangan sudah ditutup terpal. Astaga! Dia menyuruh aku mencuri. Sialnya, hanya cara itu yang bisa dilakukan demi bisa mendapat duku lima butir. 

Jabang bayi yang lahir nanti seperti apa? Sejak dalam kandungan saja cukup merepotkan. Untung saja jalan sudah sepi. Aksi pencurian duku pun berjalan mulus. Apa kata dunia jika seorang Barra Wijaya, dari keluarga terpandang, anak dari Brian Sanjaya, dengan harta melimpah ketangkap basah sedang mencuri duku lima butir. Bayangkan, cuma lima butir! Peristiwa paling dramatis seumur hidupku, jadi pencuri duku. 

Namun, esok harinya aku kembali ke lokasi tempat berjualan duku dan buah lainnya. Aku meminta maaf dan bermaksud membayar kerugian dan membeli duku lebih banyak. 

“Heh! Bajingan, lu, ya? Masih berani ke sini. Jangan-jangan duku yang lu ambil lima kilo?” Kalimat itu awalnya yang diucapkan oleh abang-abang yang merasa dagangannya aku curi. Setelah kujelaskan dan perasaan terpaksa ketika mencuri yang membebani pikiran semalaman, akhirnya dia mau mengerti. 

“Oh, gitu, Tong! Udeh, duku yang lima biji gosah dibayar. Gue kasih demi orok di perut istri lu. Untung kagak gue apa-apain tadi. Nih, gue lebihin timbangannye, ye, biar anaknya entar lahir lancar, jadi anak soleh solehah.”

Akhir kisah yang epik sejak semalam hingga pagi harinya. Duku yang kubeli secara resmi, tiga kilo kuberikan langsung pada Gina. 

Lihat selengkapnya